Ika Muspikawati. 7A - Hasil Perbandingan 4 Sumber Buku yang Berbeda
BAB I
Buku
pertama yang dibaca yaitu buku karangan Nanik Setyawati, M. Hum dengan judul
“Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”. Bab I pada buku
ini membahas tentang ragam bahasa dan
membahas mengenai bahasa Indonesia sebagai ragam bahasa. Selain itu hal lainnya
yang dibahas dalam bab ini yaitu penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Pembahasan
pertama mengenai ragam bahasa. ragam bahasa menurut Setyawati (2010: 1-2)
menerangkan bahwa “dengan kata lain, bahasa itu dalam praktik pemakaiannya pada
dasarnya beranekaragam. Keanekaragaman itulah yang dinamakan ragam bahasa”.
Ragam
bahasa atau variasi pemakaiannya dapat dibedakan berdasarkan sarananya yaitu
ragam lisan dan tulis. Menurut segi susunannya yaitu ragam resmi dan ragam tak
resmi. Menurut ragam bahasa berdasarkan norma pemakainnya yaitu ragam baku dan
ragam tidak baku. Selanjutnya ragam bahasa berdasarkan tempat atau daerahnya
terdiri beberapa dialek. Ragam bahasa terakhir yaitu berdasarkan penggunaannya,
ragam bahasa dapat dibedakan atas bahasa ilmu, sastra, hukum, jurnalistik dan
sebagainya.
Hal
yang harus dibenahi dari pemikiran masyarakat Indonesia adalah penggunaan
slogan “berbahasa Indonesia lah yang baik dan benar” karena sesungguhnya bahasa
Indonesia itu tidak ada yang baik atau tidak ada yang tidak benar, yang ada
ialah bahasa Indonesia yang baku atau resmi dan yang tidak baku atau tidak
resmi. Jadi gunakanlah slogan “berbahasa Indonesia lah dengan baik dan benar”.
Untuk dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar, harus diperhatikan situasi
pemakaian dan kaidah yang digunakan.
Selain
dari buku karya Nanik Setyawati, M. Hum Tidak ada lagi yang membahas mengenai
ragam bahasa. sama halnya dengan Markhamah, dkk dengan judul buku “Analisis
Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”. Bab I pada buku tersebut tidak dibahas
juga oleh buku lainnya karena pada buku karya Markhamah, dkk ini membahas
mengenai maksud dari penulisan buku tersebut yakni penulis tertarik untuk
mengkaji kesantunan berbahasa pada Al-Quran.
Berbeda
dengan kedua buku sebelumnya, buku yang diciptakan oleh Prof. Dr. Henry Guntur
Tarigan dan Drs. Djago Tarigan dengan judul “Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa” justru memulai pengajaran analisis kesalahan berbahasa dimulai dari
pembahasan mengenai pemerolehan bahasa lalu kedwibahasawan dan interferensi.
Adanya
pengajaran bahasa yang dilakukan oleh manusia baik secara formal (sekolah)
maupun informal (rumah) memberikan peluang adanya pemerolehan bahasa yang
terjadi. Pemerolehan bahasa ini akan menyebabkan kedwibahasaan. Hal itu terjadi
karena sebagian besar masyarakat dunia memiliki bahasa ibu (bahasa daerah).
Contohnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang penduduknya merupakan
kedwibahasawan, karena masyarakat indonesia menggunakan bahasa indonesia
sebagai bahasa kedua (B2) setelah bahasa daerah (B1). Kedwibahasaan juga
mengakibatkan adanya interferensi, yakni kekeliruan yang diterjadi akibat dari
produk transfer negative yang
mengacaukan karena memiliki perbedaan sistem antara B1 dengan B2. Dari
interferensi itulah maka terjadinya kesalahan berbahasa. Jadi dapat disimpulkan
bahwa untuk memahami kesalahan berbahasa diperlukan pemahaman tentang
pemerolehan bahasa, kedwibahasaan, dan interfereni.
Dr.
Mansoer Pateda dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan” membahas
mengenai teori dari kesalahan berbahasa itu sendiri. Berbeda dengan yang
diungkapkan oleh Tarigan dan Tarigan (1989) yang membahas mengenai teori untuk
mempersiapkan langsung praktik analisis kesalahan berbahasa yang terlebih dulu
dimulai pada pembahasan pemerolehan bahasa hingga pada interferensi yang
mengakibatkan kesalahan berbahasa. Pada bab I buku Pateda (1989) justru memulai
pembahasannya pada teori dasar seperti analisis kesalahan sebagai bagian linguistik, analisis
konstraktif dan analisis kesalahan.
BAB II
·
Nanik Setyawati, M. Hum
dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Pembahasan bab II dalam buku ini memiliki kesamaan
dalam pembahasan bab I dari buku “Analisis Kesalahan” (Pateda, 1989) yaitu
sama-sama membahas mengenai analisis kesalahan berbahasa. Hanya saja pembahasan
pada kedua buku tersebut sangatlah berbeda. Pada Setyawati (2010) pembahasan
mengenai analisis kesalahan berbahasa lebih berpusat pada teori dasar seperti
membahas mengenai pengertian kesalahan berbahasa, penyebab kesalahan berbahasa,
pengertian analisis kesalahan berbahasa, alasan analisis kesalahan berbahasa
dilakukan, klasifikasi kesalahan berbahasa, dan kaitan mata kuliah analisis
kesalahan berbahasa dengan mata kuliah lain. Sedangkan pembahasan analisis
kesalahan berbahasa menurut Pateda (1989) terdiri dari pengantar, persoalan,
batasan, lingkupan, objek, dan tujuan analisis kesalahan. Jadi dapat dikatakan
pembahasan bab II pada kedua buku tesrebut sesungguhnya saling melengkapi.
Terdapat perbedaan pada pembahasan bab II antara
Setyawati (2010) dengan Pateda (1989) yakni:
Dalam Pateda (1989) yang dikutip dari Corder (dalam
Richards. Ed. 1974: 25) membedakan pengertian kekeliruan ‘mistakes’ dan kesalahan ‘error’.
Kekeliruan mengacu pada performansi dan kesalahan mengacu pada kompetensi. Sedangkan
pada Setyawati (2010) dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa kata yang
artinya bernuansa dengan kesalahan yaitu; penyimpangan, pelanggaran, dan
kekhiafan. Yang masing-masing didefinsikan sebagai berikut.
a. Kata
‘salah’ diantonimkan dengan kata ‘betul’, artinyaapa yang dilakuakn tidak
betul, tidak menurut norma, dan tidak menurut aturan yang ditentukan.
b. ‘penyimpangan’
dapat diartikan menyimpang dari norma yang telah ditetapkan.
c. ‘pelanggaran’
terkesan negatif karena pemakai bahasa dengan penuh kesadaran tidak mau menurut
norma yang telah ditentukan, sekalipun dia mengetahui bahwa yang dilakukan
berakibat tidak baik.
d. ‘kekhilafan’
merupakan proses psikologis yang dalam hal ini menandai seseorang khilaf menerapkan
teori atau norma bahasa yang ada pada dirinya, kholaf mengakibatkan sikap keliru memakai.
Selain itu, ada perbedaan lainnya yakni terletak
pada langkah kerja analisis kesalahan berbahasa. Setyawati (2010) mengutip dari
Ellis dalam (Tarigan & Tarigan, 1989) menyatakan bahwa terdapat lima
langkah kerja analisis bahasa, yaitu:
1. Mengumpulkan
sampel kesalahan
2. Mengidentifikasi
kesalahan
3. Menjelaskan
kesalahan
4. Mengklasifikasikan
kesalahan
5. Mengevaluasi
kesalahan
Sedangkan pada Pateda (1989) yang mengadaptasi dari
Ruru dan Ruru (1985: 2) menguti pendapat Crysel (1980) yang menyatakan ada tiga
langkah dalam menganalisis kesalahan yaitu mengidentifikasikan,
mengklasifikasikan dan menginterpretasikan.
·
Prof. Dr. Henry Guntur
Tarigan dan Drs. Djago Tarigan dengan judul “Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa”
Sama halnya dengan Setyawati (2010) yang
pembahasannya terdapat pada bab I dalam Pateda (1989). Hal serupa juga terjadi
pada Tarigan & Tarigan (1989). Pada pembahasan bab II yang dikemukakan oleh
kedua buku tersebut terdapat persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah keduanya sama-sama meyakini
hipotesis analisis konstraktif dibagi atas dua versi yaitu hipotesis analisis
kontrastif aliran keras ‘the strong
contrastive analysis hypothesis’ dan hipotesis kontrastif aliran lunak ‘the weak contrastive-analysis hypotheisis’.
Sedangkan perbedaannya terletak pada krtitikan
terhadap analisis kontrastif. Jika menurut Pateda (1989) terdapat tiga kritikan
yang ditujukan pada analisis kontrastif yaitu dua kritikan dari para sarjana
linguistik yang tergolong penganut aliran transformasi-generatif dan
Dardjowidjojo (1979: xiv). Kritikan yang dilontarkan oleh para sarjana
linguistik yang tergolong penganut aliran transformasi-generatif yakni bahasa
tidak boleh hanya dipelajari sebagai perubahan tingkah laku manusia saja,
karena tingkah laku manusia hanyalah manifestasi lahiriah dari sesuatu yang
lebih dalam yang disebut pengetahuan. Kritikan lain yaitu penganut analisis
kontrastif terlalu banyak menyandarkan diri pada pandangan kesejagatan
‘universal’ yang diformulasikan dalam teori komprehensif.
Kritikan yang berbeda dari aneka kritikan terhadap
analisis kontrastif menurut Tarigan & Tarigan (1989) yakni sebagian besar
kritikan dilontarkan oleh para pendukung analisis kesalahan yang akan
dijabarkan sebagai berikut.
1. Perbedaan
tidak selalu menimbulkan kesukaran, kesukaran tidak identik dengan perbedaan;
2. Kesukaran
dan kesalahan berbahasa tidak selalu dapat diprediksi atau diramalkan;
3. Interferensi
bukan merupakan penyebab utama kesalahan berbahasa;
4. Bahan
pengajaran tidak utuh dan menyeluruh, hanya bersifat fragmen saja;
5. Kurang
memperhatikan faktor-faktor non-struktural;
6. Aspek
linguistik terlalu bersifat teoritis;
7. Teori
linguistic struktural kurang memuaskan; dan
8. Aspek
bahasa yang diperbandingkan belum menyeluruh(baru tertuju pada fonologi,
semantik dianaktirikan.
·
Markhamah, dkk dengan
judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Pembahasan bab II dalam buku Markhamah, dkk (2009) mengenai kalimat
efektif. Pada kalimat efektif terdapat ciri gramatikal, ciri diktis kalimat
efektif, penalaran, dan keserasian.
Ciri gramatikal adalah ciri yang harus dipenuhi oleh
pemakai bahasa dalam kaitan dengan ketatabahasaan. ciri ini dapat dilihat dari
bidang morfologi dan bidang sintaksis. Ciri gramatikal morfologis adalah
ciri-ciri yang berkaitan dengan kaidah morfologis.
Contoh:
Kalimat
tidak gramatikal:
(1) Serena
adalah orang asing yang pandai bicara
bahasa Indonesia
Kalimat
gramatikal:
(1) Serena
adalah orang asing yang pandai berbicara
bahasa Indonesia
Ciri
gramatikal sintaksis adalah ciri yang berkenaan dengan kaidah sintaksis.
Contoh:
Kalimat
tidak gramatikal:
(2) Dia
pergi Jakarta kemarin.
Kalimat
gramatikal:
(2) Dia
pergi ke Jakarta kemarin.
Ciri diktis adalah ciri kalimat efektif yang
berkaitan dengan pemilihan kata. Kata yang dirangkai menjadi suatu kalimat
merupakan kata-kata yang:
1. Tepat
bentuknya;
2. Seksama
(sesuai); dan
3. lazim
Menurut
Soedjito (1988) dalam Markhamah, dkk (2009: 15) kalimat yang efektif adalah
kalimat yang memenuhi pedoman pemilihan kata yang tepat. Pedoman pemilihan kata
yang tepat meliputi:
1. pemakaian
kata tutur;
2. pemakaian
kata-kata bersinonim;
3. pemakaian
kata yang bernilai rasa;
4. pemakaian
kata-kata atau istilah asing;
5. pemakaian
kata-kata kongkret dan abstrak;
6. pemakaian
kata umum dan khusus;
7. pemakaian
kata ideomatik; dan
8. pemakaian
kata-kata yang lugas.
Kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi
penalaran. Kalimat yang memenuhi penalaran artinya kalimat yang secara nalar
dapat diterima; kalimat yang diterima oleh akal sehat. Kalimat seperti ini
adalah kalimat yang dapat dipahami dengan mudah, cepat, tepat, dan tidak
menimbulkan salah pengertian. Kalimat ini juga tidak menimbulkan keraguan bagi
pembaca atau pendengarnya. Kalimat ini disebut juga kalimat logis.
Kalimat yang efekif juga harus memenuhi keserasian.
Serasi artinya selaras, sesuai, atau cocok. Keserasian yang dimaksud di sini
adalah keselarasan atau kesesuaian situasi dengan ragam bahasa yang digunakan.
·
Dr. Mansoer Pateda
dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan
Pada bab II dalam Pateda (1989) membahas mengenai
jenis kesalahan. Jenis kesalahan ini terbagi atas 13 jenis kesalahan, yaitu:
1. Kesalahan
acuan. Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi apa yang diambil, dibawa,
ditunjuk, dan dibayangkan tidak sesuai dengan acuan yang dimaksud oleh
pembicara.
2. Kesalahan
register. Kesalahan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan seseorang.
3. Kesalahan
sosial. Kesalahan memilih kata yang dikaitkan dengan status sosial orang yang
diajak berbicara.
4. Kesalahan
tekstual. Akibat salah menafsirkan pesan yang tersirat dalam kalimat atau
wacana.
5. Kesalahan
penerimaan. Kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan menyimak atau
membaca.
6. Kesalahan
pengungkapan. Berkaitan dengan pembicara.
7. Kesalahan
perorangan
8. Kesalahan
kelompok
9. Kesalahan
menganalogi. Sejenis kesalahan pada si terdidik yang menguasai suatu bentuk
bahasa yang dipelajari lalu menerapkannya dalam konteks, padahal bentuk itu
tidak dapat diterapkan.
10. Kesalahan
transfer. Terjadi apabila kebiasaan-kebiasaan pada bahasa pertama diterapkan
pada bahasa yang dipelajari.
11. Kesalahan
guru
12. Kesalahan
lokal
13. Kesalahan
global. Kesalahan karena makna seluruh kalimat.
BAB III
·
Nanik Setyawati, M. Hum
dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Pembahasan bab
III dalam Setyawati (2010) ini masih berhubungan dengan bab sebelumnya (bab
II). Bisa dibilang ini adalah lanjutan dari bab II yang sudah dibahas di atas.
Untuk pembahasan dalam bab III ini yaitu mengenai kesalahan berbahasa tataran
fonologi. Kesalahan ini diantaranya:
1. Kesalahan
pelafalan karena perubahan fonem
a) Perubahan
fonem vokal
b) Perubahan
fonem konsonan
c) Perubahan
fonem vokal menjadi fonem konsonan
d) Perubahan
fonem konsonan menjadi fonem vokal
e) Perubahan
pelafalan kata atau singkatan
2. Kesalahan
pelafalan karena penghilangan fonem
a) Penghilangan
fonem vokal
b) Penghilangan
fonem konsonan
c) Penghilangan
fonem vokal rangkap menjadi vokal tunggal
d) Penghilangan
deret vokal menjadi vokal tunggal
e) Penghilang
gugus konsonan
3. Kesalahan
pelafalan karena penambahan fonem
a)
Penambahan fonem vokal
b)
Penambahan fonem
konsonan
c)
Pembentukan deret vokal
d)
Pembentukan gabungan
atau gugus konsonan dari fonem konsonan tunggal
·
Prof. Dr. Henry Guntur
Tarigan dan Drs. Djago Tarigan dengan judul “Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa”
Pembahasan bab
III kali ini yaitu mengenai teori analisis kesalahan. Teori ini pernah dibahas
sebelumnya pada bab I oleh Pateda (1989). Teori analisis kesalahan menurut
Pateda (1989) ialah terdiri dari pengantar, persoalan, batasan, lingkungan,
objek dan tujuan analisis kesalahan. Sedangkan menurut Tarigan & Tarigan
(1989) jauh lebih menyeluruh yaitu pembahasannya mulai dari:
1. Pengantar
2. Pengertian
dan batasan analisis kesalahan
3. Tujuan
dan metodologi analisis kesalahan
4. Resurgensi
minat terhadap analisis kesalahan
5. Reorientasi
analisis kesalahan
6. Sumber,
sebab, signifikasi analisis kesalahan
7. Dialek
indiosinkratik dan analisis kesalahan
8. Pendekatan
nonkontrasif terhadap analisis kesalahan
9. Gerakan
dan kelemahan analisis kesalahan
Dilihat dari pencantuman pembahasan tersebut, maka
dapat dilihat perbedaan analisis kesalahan menurut Pateda dengan Tarigan &
Tarigan. Perbedaannya, jika pada Pateda pembahasan tidak menyeluruh seperti
yang dibahas oleh Tarigan & Tarigan yang lebih menyeluruh dan terperinci. Selain
itu terdapat juga perbedaan lainnya ialah pada pembahasan mengenai analisis
kesalahan biak menurut Pateda maupun menurut Tarigan & Tarigan keduanya
memiliki batasan analisis kesalahan. Hanya saja, batasan menurut Tarigan &
Tarigan (1989) ialah terdiri lima langkah analisis kesalahan yaitu mengumpulkan
sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan,
mengklasifikasikan kesalahan, dan mengevaluasi kesalahan. Sedangkan pada Pateda
hanya membatasi tiga langkah analisis kesalahan yaitu mengidentifikasi,
mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan.
Selain perbedaan yang ada, kedua buku pembahasan
tersebut juga memiliki perssamaan, yaitu pada pembahasan tujuan analisis
kesalahan. Tujuan analisis kesalahan berbahasa baik menurut Tarigan &
Tarigan dengan Pateda yaitu terdiri atas empat tujuan yaitu:
1. Menentukan
urutan penyajian butir-butir yang diajarkan dalam kelas dan buku teks;
2. Menentukan
penekanan-penekanan dalam hal penjelasan dan latihan;
3. Memperbaiki
pengajaran remedial; dan
4. Memilih
butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa si terdidik.
·
Markhamah, dkk dengan
judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Pembahasan bab
III menurut Markhamah, dkk (2009) yaitu mengenai kepaduan dan ketepatan makna.
Ciri kalimat
efektif yang lain selain yang sudah isebutkan di muka adalah adanya kepaduan
unsure-unsur yang ada pada suatu kalimat. Ada beberapa ketentuan yang perllu
diperhatikan supaya pemakai bahasa dapat menyusun kalimat yang padu.
1. Tidak
meletakkan keterangan yang berupa klausa antara S (subjek) dan P (predikat);
2. Tidak
meletakkan keterangan aspek di depan S;
3. Tidak
menempatkan keterangan aspek di antara pelaku dan pokok kata kerja yang
merupakan kata kerja pasif bentuk diri; dan
4. Tidak
menyisipkan kata depan di antara P dan O (objek).
Kalimat efektif adalah kalimat yang tepatmaknanya.
Ketepatan makna, di samping ditentukan oleh ketepatan letak unsure-unsur
kalimat yang akan memantapkan makna, bisa juga ditentukan oleh ketiadaan kata
mubazir (kalimat hemat).
·
Dr. Mansoer Pateda
dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan”
Penjelasan Bab III
dalam bukunya Pateda membahas tentang daerah dan sifat kesalahan. Daerah dan
sifat kesalahan ini terdiri atas daerah kesalahan fonologi, morfologi,
sintaksis, semantis, dan kesalahan memfosil. Berbeda dengan Setyawati (2010)
yang menerangkan daerah kesalahan secara luas dan mendalam, Pateda justru
membahas daerah kesalahan secara singkat. Dalam satu bab (bab III) Pateda
membahas empat daerah kesalahan sekaligus sedangkan Setyawati membahas daerah
kesalahan secara bab per bab.
BAB IV
·
Nanik Setyawati, M. Hum
dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Pembahasan mengenai
analisis berbahasa pada tataran morfologi tidak hanya diterangkan oleh
Setyawati (2010), melainkan juga diterangkan oleh Pateda (1989). Sama halnya
dengan tataran fonologi sebelumnya, yang memiliki perbedaan pembahasaan. Pada
tataran fonologi juga Pateda tidak secara terperinci membahas mengenai analisis
kesalahan pada tataran morfologi, beliau hanya menerangkan poin pentingnya
saja. Sedangkan pada Setyawati pembahasan mengenai analisis kesalahan pada
tataran morfologis lebih terperinci lagi.
Contohnya, pada
Pateda analisis kesalahan pada tataran morfologi sekedar membahas pemilihan
kata baku dan non baku dalam bahsa sehari-hari. Sedangkan menurut pembahasan
Setyawati lebih dari itu, yakni pembahasannya dimulai dari
1. Penghilangan
afiks,
2. Bunyi
yang seharusnya luluh tidak diluluhkan
3. Peluluhan
bunyi ynag seharusnya tidak luluh
4. Penggantian
morf
5. Penyingkatan
morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-
6. Penggunaan
afiks yang tepat
7. Penentuan
bentuk dasar yang tidak tepat
8. Penempatan
afiks yang tidak tepat pada gabungan kata
9. Pengulangan
kata majemuk yang tidak tepat
·
Prof. Dr. Henry Guntur
Tarigan dan Drs. Djago Tarigan dengan judul “Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa”
Antar bahasa
atau interlanguage adalah pembahasan bab IV dalam buku Tarigan & Tarigan
(1989). Dijelaskan bahwa analisis kontrastif dan analisis kesalahan berbeda
dengan antarbahasa dalam hal:
1) Sikap
terhadap performansi pembelajar
2) Performansi
pembelajar yang dapat dihubungkan dengan ciri-ciri bahasa.
Istilah “antarbahasa” bersinonim dengan “dialek
idiosinkratik” dan “sistem aproksimatif”, tetapi “antarbahasa” lebih mapan dan
lebih luas terpakai.
Proses dalam antarbahasa mencakup transfer bahasa,
transfer latihan, siasat pembelajaran B2, siasat komunikasi B2, dan
overgeneralisasi kaidah-kaidah bahasa sasaran.
Dala antarbahasa terdapat beraneka masalah yaitu
maasalah metodologis dan masalah teoritis. Selain itu terdapat juga
variabilitas dalam antarbahasa yaitu variabilitas bersistem dan variabilitas
tidak bersistem.
Tataran antarbahasa bertujuan untuk:
1. Memberi
informasi perilaku pembelajar bagi perencanaan strategi pedagogik;
2. Bertindak
sebagai prasyarat bagi validasi tuntunan keras dan tuntunan lemah pendekatan
kontrastif;
3. Mencari
hubungan antara pembelajaran masa kini, dulu, dan nanti; dan
4. Memberi
sumbangan bagi teori linguistic umum.
·
Markhamah, dkk dengan
judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Kalimat
bervariasi adalah pembahasan dalam bab IV menurut Markhamah, dkk (2009).
Keefktifan kalimat, selain dilihat dari ciri gramatikal, keselarasan, kepaduan,
dan kehematan juga dilihat dari kevariasian. Kevariasian memang tidak secara
langsung berdampak pada kesalahan, tetapi lebih berdampak pada ketepatan, gaya,
atau keindahan.
Kalimat
bervariasi terbagi atas empat, yaitu:
1. Kalimat
bervariasi urutan
2. Kalimat
bervariasi aktif-pasif
3. Kalimat
bervariasi berita-perintah-tanya
4. Kalimat
bervariasi panjang-pendek
·
Dr. Mansoer Pateda
dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan”
Sumber dan
penyebab kesalahan adalah pembahasan bab IV menurut Pateda (1989). Penyebab
kesalahan perlu diketahui untuk keperluan penanganannya dan sekaligus
perencanaan pengajaran remedial. Sumber dan penyebab kesalahan banyak, tetapi
yang terpenting datangnya dari bahasa ibu, lingkungan, kebiasaan, interlingual,
interferensi, dan tidak kalh pentingya adalah kesadaran penutur bahasa.
a) Pendapat
populer
Pendapat
popular menyebutkan kesalahan bersumber pada kehati-hatian si terdidik dan yang lain karena pengetahuannya terhadap
bahasa yang dipelajari, dan interferensi.
b) Bahasa
ibu
Istilah
bahasa ibu biasa dipadankan menjadi istilah first
language, dan bagi orang Indonesia dipadankan dengan bahasa daerah. Bahasa
ibu meruapakan salah satu sumber dan penyebab kesalahan. Karena penggunaan
bahasa ibu dapat mempengaruhi B2 sehingga terjadilah suatu kesalahan.
c) Lingkungan
Lingkunganm
yang dimaksud di sini adalah lingkungan yang mempengaruhi penguasaan bahasa si
terdidik seperti di rumah, sekolah, dan lingkungan di masyarakat.
d) Kebiasaan
Kebiasaan
bertalian dengan pengaruh bahasa ibu dan lingkungan. Si terdidik terbiasa
dengan pola-pola bahasa yang didengarnya. Oleh karena pola atau bentuk sudah
menjadi kebiasaan, kesalahan sulit dihilangkan.
e) Interlingual
Untuk
menerankan gejala interlingual si terdidik kita hanya dapat mengobservasinya
melalui data performansi dalam berbagai situasi dan mengidentifikasi
interlingual melalaui ujaran si terdidik, interlingual yang diujarkan, dan
bahasa kedua atau bahasa yang sedang dipelajari.
f) Interferensi
Interferensi
ialah adanya tuturan seseorang yang menyimpang dari norma-norma l1 sebagai
akibat dari perkenalannya dengan l2 atau sebaliknya.
BAB V
·
Nanik Setyawati, M. Hum
dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Pada
bab VI dalam Setyawati (2010) membahas kelanjutan dari bab sebelumnya mengenai
kesalahan berbahasa. Namun, pada bab ini kesalahan berbahasa khusus pada
tataran sintaksis berupa kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam
bidang kalimat.
Kesalahan
berbahasa dalam bidang frasa sering dijumpai dalam bahasa lisan maupun bahasa
tertulis. Artinya, kesalahan berbahasa dalam bidang frasa ini sering terjadi
dalam kegiatan bercerita maupun kegiatan menulis. Kesalahan berbahasa dalam
bidang frasa dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:
1.
Adanya pengaruh
bahasa daerah
2.
Penggunaan
preposisi yang tidak tepat
3.
Kesalahan susunan
kata
4.
Penggunaan unsur
yang berlebihan dan mubazir
5.
Penggunaan bentuk
superlatif yang berlebihan
6.
Penjamakan yang
ganda
7.
Penggunaan bentuk
resiprokal yang tidak tepat.
Kesalahan berbahasa
dalam bidang kalimat terdiri atas:
1.
Kalimat tidak
bersubjek
2.
Kalimat tidak
berpredikat
3.
Kalimat tidak
bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat buntung)
4.
Penggandaan subjek
5.
Antara predikat dan
objek yang tersisipi
6.
Kalimat yang tidak
logis
7.
Kalimat yang
ambiguitas
8.
Penghilangan
konjungsi
9.
Penggunaan
konjungsi yang berlebihan
10.
Urutan yang tidak
pararel
11.
Penggunaan istilah
asing
12.
Penggunaan kata
tanya yanag tidak perlu
·
Prof. Dr. Henry Guntur
Tarigan dan Drs. Djago Tarigan dengan judul “Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa”
Bab
V dalam buku Pengajaran Analisis
Kesalahan Berbahasa ini membahas mengenai kesalahan berbahasa bedasarkan
pengklasifikasian atau taksonominya yang terdiri atas:
1. Taksonomi kategori linguistik
Ada
beberapa taksonomi kesalahan berbahasa yang telah didasarkan pada butir
linguistik yang dipengaruhi oleh kesalahan. Taksonomi-taksonomi kategori
linguistik tersebut mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa
berdasarkan komponen linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi
oleh kesalahan, atau berasarkan kedua-duanya.
2. Taksonomi siasat permukaan
Taksonomi
siasat permukaan menyoroti bagaimana cara-caranya struktur-struktur permukaan
berubah. Secara garis besarnya, kesalahan-kesalahan yang terkandung dalam
taksonomi siasat permukaan ini adalah:
a) Penghilangan (omission)
b) Penambahan (addition)
c) Salah formasi (misformation)
d) Salah susun (misodering)
3. Taksonomi komparatif
Kesalahan
taksonomi komparatif didasarkan pada perbandingan-perbandingan antara struktur
kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe konstruksi tertentu lainnya.
4. Taksonomi efek komunikatif
Taksonomi
efekkomunikatif memandang serta menghadapi kesalahan-kesalahan perspektif
efeknya terhadap penyimak atau pembaca.
Selain
membahas mengenai kesalahan berdasarkan klasifikasi atau taksonominya, dalam
bab ini juga dibahas mengenai tahapan analisis kesalahan berbahasa, yaitu:
1.
Memilih korpus
bahasa
2.
Mengenali kesalahan
dalam korpus
3.
Mengklasifikasikan
kesalahan
4.
Menjelaskan
kesalahan
5.
Mengevaluasi kesalahan
·
Markhamah, dkk dengan
judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Kesalahan
berbahasa yang dibahas oleh Markhamah (2009) mengenai kesalahan berdasarkan
struktur yang dibagi menjadi 5 yaitu.
1. Kesalahan struktur karena kerancuan aktif-pasif
2. Kesalahan struktur karena subjek dan keterangan
3. Kesalahan struktur karena pengantar kalimat
4. Kesalahan struktur karena penghubung terbagi yang kurang
tepat
5. Kesalahan struktur karena ketiadaan induk kalimat
·
Dr. Mansoer Pateda
dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan”
Jika
Tarigan membahas kesalahan berdasarkan taksonomi atau pengklasifikasian,
Markhamah membahas kesalahan berdasarkan struktur, dan Setyawati membahas
kesalahan berdasarkan tataran linguistiknya. Berbeda pula dengan Pateda. Pateda
membahas kesalahan berbahasa berdasarkan empat keterampilan berbahasa, yaitu
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dan pada bab V ini, akan dibahas
terlebih dahulu yaitu mengenai kesalahan berbahasa menyimak dan berbicara.
Kesalahan
menyimak berkisar pada kesalahan mengidentifikasi bunyi-bunyi bahasa. Kesalahan
ini berupa susah membedakan fonem, tekaanan kata, intonasi, bentuk-bentuk lafal
menurun, pengungkapan gagasan, dan lain sebagainya.
Sedangkan
pada kesalahan berbicara berupa kesalahan melafalkan bunyi-bunyi bahasa dan
kesalahan memilih kata-kata atau istilah yang tepat.
BAB VI
·
Nanik Setyawati, M. Hum
dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Jika
pada bab sebelumnya membahas mengenai kesalahan pada bidang sintaksis, maka
pada VI ini Setyawati (2010) membahas mengenai kesalahan berbahasa pada tataran
semantik.
Kesalahan
berbahasa dalam tataran semantik dapat berkaitan dengan bahasa tulis maupun
bahasa lisan. Kesalahan berbahasa ini dapat terjadi pada tataran fonologi,
morfologi, dan sintaksis. Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik ini
penekanannya pada penyimpangan makna, baik berkaitan dengan fonologi,
morfologi, maupun sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun
kalimat yang maknanya menyimpang dari makna yang seharusnya, maka tergolong ke
dalam kesalahan berbahasa jenis ini.
Kesalahan
berbahasa pada tataran semantik tergolong menjadi dua yaitu kesalahan
penggunaan kata-kata yang mirip dan kesalahan pemilihan kata atau diksi.
·
Markhamah, dkk dengan
judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Bab
VI dalam buku Markhamah (2009) membahas mengenai kesantunan sosiolinguistik
dalam teks keagamaan. Hal yang dibahas pertama pada buku ini yaitu pengertian mengenai
definisi dari santun. Dalam islam santun adalah bagian dari akhlak. Akhlak
adlah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang dari keadaan itu lahir
perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui pemikiran, pertimbang, atau
penelitian.
Pembahasan
selanjutnya yaitu mengenai kesantunan sosiolinguistik dalam teks terjemahan Al
Quran. Dijelaskan bahwa terjemahan Al-Quran yang mengandung etika berbahasa
terdapat macam-macam kesantunan sosiolinguistik. Kesantunan yang dimaksud
adalah merendahkan diri sendiri, menanyakan secara lebih rinci pertanyaan yang
sebenarnya tidak perlu ditanyakan sebagai bentuk penolakan terhadap perintah,
menggunakan sindiran untuk meminang secara halus, mengucapkan san menjawab
salam,menggunakan eufemisme, mengucapkan ‘hiththah’ sambil membungkukan badan,
menggunakan panggilan kehormatan, berbicara dengan suara lunak, mengucapkan
kata-kata yang baik, berbicara dengan sabar, mengucapkan kalimat doa,
menyelamatkan muka mitra bicara, memberi keputusan dengan adil, dan mematuhi
penggilan danperintah.
·
Dr. Mansoer Pateda
dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan”
Jika
sebelumnya membahas mengenai kesalahan menyimak dan bicara, maka pada bab ini
Pateda berlanjut pada pembahasan mengenai kesalahan membacadan menulis.
Sebelum
membahas mengenai kesalahan membaca, Pateda menjelaskan terlebih dahulu
pengertian membaca, proses membaca, motivasi membaca, model membaca, dan metode
membaca. Setelah itu barulah dijelaskan kesalahan membaca yang berupa lafal
yang sangat dipengaruhi oleh lafal dalam bahasa ibu, salah membaca kelompok
kata, penggunaan unsur suprasegmental yang tidak tepat, pungtuasi belum
dikuasai.
Kesalahan
berikutnya yaitu kesalahan menulis. Kesalahan ini berhubungan dengan kemampuan
menulis seseorang, sehingga kesalahan yang terjadi berdasarkan kesalahan
kalimat, kesalahan kata, kesalahan ejaan dan tanda baca, serta kesalahan dalam
alinea.
BAB VII
·
Nanik Setyawati, M. Hum
dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Kesalahan
berbahasa selanjutnya menurut Setyawati yaitu kesalahan berbahasa tataran
wacana. Ruang lingkup kesalahan pada tataran wacana dapat meliputi kesalahan
kohesi dan kesalahan dalam koherensi.
Kesalahan
kohesi berdasarkan kesalahan penggunaan pengacuan, kesalahan penggunaan
penyulihan, kekurangefektifan wacana karena tidak ada pelepasan, dan kesalahan
penggunaan konjungsi.
·
Markhamah, dkk dengan
judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Pembahasan
pada bab VII dalam Markhamah, dkk yaitu mengenai kesantunan linguistik dalam
terjemahan Al Quran. Pertama dibahas
terlebih dahulu mengenai pengertian kesantunan linguistik. kesantunan
lingusitik yang dimaksud adalah kesantunan berbahasa yang merupakan cara yang
ditempuh oleh penutur di dalam berkomunikasi agar penutur tidak merasa
tertekan, tersudut, atau tersinggung.
Selanjutnya,
pembahasan mengenai kesantunan linguistik dalam terjemahan Al Quran yang
mengandug pola-pola konstruksi yang terdiri dari konstruksi deklaratif,
konstruksi imperatif, konstruksi interogratif,
dan konstruksi pengandaian.
Kesantunan
lingusitik dalam konstruksi deklaratif terletak pada ketersiratan makna, baik
perintah, larangan, peringatan, ajakan, maupun sindiran yang dinyatakan tidak
secara langsung.
Konstruksi
imperatif yang mengandung kesantunan linguistik dalam AL Quran ditandai dengan
ciri-ciri sebagai berikut: (1) penonjolan pelaku, (2) bermakna antonim, (3)
bermakna peringatan, dan (4) penonjolan penderita.
Kesantunan
linguistik dalam konstruksi interogatif ditemukan dalam konstruksi interogatif
yang bermakna perintah dan peringatan dengan karakteristik sebagai berikut: (1)
berpemarkah kata tanya, (2) mengandung perbandingan, dan (3) digabung dengan deklaratif.
Kesantunan
linguistik juga ditemukan dalam konstruksi pengandaian yang memiliki
karakteristik sebagai berikut: (1) bermakna perintah dengan penonjolan pelaku,
dan (2) bermakna larangan dalam gabungan dengan konstruksi
interogatif-deklaratif.
·
Dr. Mansoer Pateda
dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan”
Berbeda
dengan pembahasan pada bab-bab sebelumnya yang menjelaskan mengenai teori, pada
bab VII ini Pateda menjelaskan mengenai penerapan analisis kesalahan.
Tahapan
pertama yaitu teknik analisis. Terdapat dua mekanisme menganalisis kesalahan
yakni membuat kategori kesalahan dan mengelompokkan jenis kesalahan itu
berdasarkan daerahnya. Secara teknis mekanisme ini dilaksanakan dengan cara
seleksi awal, menentukan kategori kesalahan, daan mencek cepat. Tahapan kedua
implikasi pedagogis. Ketiga, dukungan terhadap analisis kesalahan yaitu
dukungan yang dimaksud adalah kita harus memahami terlebih dahulu apa yang
harus kita analisis. Keempat yaitu prosedur analisis kesalahan yang teridi atas
pengenalan, pemerian, dan penjelasan. kelima, format analisis kesalahan. Setiap
tataran kesalahan memiliki format analisis kesalahan yang berbeda-beda. Keenam,
kesulitan menerapkan analisis kesalahan. Dan terakhir yaitu analisis.
BAB VIII
·
Nanik Setyawati, M. Hum
dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Kesalahan
berbahasa dalam penerapan kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan
adalah tema dari bab VIII dalam Setyawati (2010). Kesalahan yang dimaksud
adalah kesalahan yang berhubungan dengan ejaan bahasa bahasa Indonesia seperti
kesalahan penulisan huruf besar atau huruf kapital, kesalahan penulisan huruf
miring, kesalahan penulisan kata, kesalahan memenggal kata, kesalahan penulisan
lambang bilangan, kesalahan penulisan unsur serapan, dan kesalahan penulisan
tanda baca.
Sumber:
Markhamah, dkk. 2009. Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa. Surakarta:
Muhammadiyan University Press.
Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Gorontalo: Penerbit Nusa Indah
Setyawatin Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik. Surakarta:
Yuma Pressindo
Tarigan, Henry Guntur & Djago Tarigan. 1989. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa.
Bandung: Penerbit Angkasa.