Senin, 28 Desember 2015

NUR HIKMAH ISMIATI, KELAS VII A, ANALISIS KESALAHAN BAHASA INDONESIA

NAMA            : NUR HIKMAH ISMIATI
KELAS           : VII A
NIM                : 2222120209
Analisis Kesalahan Bahasa Indonesia

BAB I
Pada Bab I dalam buku Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia karya Nanik Setyawati (2010:1-9) ini membahas tentang ragam bahasa, bahasa Indonesia sebagai ragam ilmu dan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurutnya, Ragam bahasa ilmu itu bukan merupakan suatu dialek dan menghindarkan diri dari penggunaan kata-kata dan struktur dialek. Ragam bahasa ilmu merupakan ragam resmi yang pada umumnya patuh mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku. Pembakuan bahasa Indonesia digunakan dalam ragam keilmuan sebagai penyusunan tata bahasa pada ragam tinggi bahasa tulis.
Ragam bahasa ilmu digunakan para cendekiawan untuk mengkomunikasikan ilmu. Ragam bahasa ilmu digunakan untuk mengkomunikasikan ilmu, maka dalam berkomunikasi pasti lebih menggunakan pikiran daripada perasaan. Oleh sebab itu, ragam ilmu mempunyai sifat tenang, jelas, tidak berlebihan, dan tidak emosional.
Kemudian, pada buku Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa karya Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan (1995), pada bab I dibahas mengenai pemerolehan bahasa, pengajaran bahasa, kedwibahasaan dan interferensi. Pada bab ini dijelaskan secara lebih rinci definisi dari kedwibahasaan. Menurut Tarigan dan Tarigan (1995:), kedwibahasaan dapat menimbulkan interferensi. Interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa. Kedwibahasaan terjadi karena pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa dapat dapat terjadi melalui jalur non pendidikan atau pengajaran informal dan jalur pendidikan atau pengajaran formal.
Sedangkan pada buku karya Dr. Mansoer Pateda (1989) yang berjudul Analisis Kesalahan, pada bab I dibahas mengenai analisis kesalahan yang merupakan bagian dari linguistik dan juga bagian dari linguistik terapan. Selain itu, dibahas juga mengenai analisis kontrastif.
Analisis kontrastif adalah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa kedua atau bahasa yang sedang dipelajari sehingga guru dapat meramalkan kesalahan peserta didik dan peserta didik segera menguasai bahasa yang bukan bahasa ibunya yang sedang dipelajari. Tujuan dari analisis kontrastif adalah menganalisis perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari agar pengajaran berbahasa berhasil dengan baik, menganalisis perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari agar kesalahan berbahasa peserta didik dapat diramalkan yang pada gilirannya kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh bahasa ibu itu dapat diperbaiki, kemudian hasil analisis itu digunakan untuk menuntaskan keterampilan berbahasa terdidik, dan analisis kontrastif juga dapat membantu peserta didik untuk menyadari kesalahan berbahasa sehingga diharapkan dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajari dalam waktu yang tidak lama.
Kemudian pada bab I dalam buku karya Markhamah, dkk (2009) manusia adalah hamba Allah yang termulia yang melebihi makhluk apa pun di dunia ini. Akan tetapi, perkembangan teknologi dan industri semakin pesat hingga keadaan merubah segalanya, kini manusia menjadi hamba teknologi seperti kata Sartono “dehumanisasi”. Kasus seperti ini menurut Lury (Markhamah, dkk 2009:2) disebut sebagai masyarakat yang berbudaya materi.
Dalam berkomunikasi dengan berbagai bahasa tidak hanya sekadar memahami dan bisa berbicara dalam bahasa apa saja, tetapi ada prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsinya yaitu prinsip kerukunan dan prinsip kehormatan.Ada dua sisi yang perlu mendapatkan perhatian ketika berkomunikasi, pertama bahasannya sendiri, kedua sikap atau prilaku ketika berkomunikasi.



BAB II
Pada bab II dalam buku Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia karya Nanik Setyawati menjelaskan tentang analisis kesalahan berbahasa. Menurut Setyawati (2010:15) kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia. Penyebab dari kesalahan berbahasa yaitu terpengaruh bahasa yang lebih dulu dikuasainya, kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya, dan pengajaran bahasa yang kurang tepat.
Menurut Ellis (Tarigan & Tarigan, 1988 dalam Setyawati, 2010:17) terdapat lima langkah kerja analisis bahasa yaitu mengumpulkan sampel, mengidentifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, mengklasifikasikan kesalahan dan mengevaluasi kesalahan. Klasifikasi kesalahan berbahasa menurut Tarigan (1996/1997:48-49 dalam Setyawati, 2010:19) yaitu berdasarkan tataran linguistik diklasifikasikan menjadi bidang fonologi, morfologi, sintaksis (frasa, klausa, kalimat), semantik, dan wacana. Berdasarkan kegiatan berbahasa diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan dapat berwujud secara lisan dan tertulis. Berdasarkan penyebab kesalahan tersebut terjadi yaitu kesalahan berbahasa karena pengajaran dan kesalahan berbahasa karena interferensi. Dan berdasarkan frekuensi terjadinya kesalahan berbahasa yaitu paling sering, sering, sedang, kurang, dan jarang terjadi.
Kemudian pada bab II dalam buku karya Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan (1995:21) membahas tentang analisis kontrastif. Analisis kontrastif atau anakon adalah kegiatan memperbandingkan struktur B1 dan B2 untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa itu. Langkah-langkah dalam analisis kontrastif yaitu membandingkan strutur B1 dan B2, memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Anakon memiliki dua hipotesis yaitu hipotesis bentuk kuat dan hipotesis bentuk lemah. Hipotesis bentuk kuat menyatakan bahwa kesalahan dalam B2 dapat diperkirakan dari hasil identifikasi perbedaan B1 dan B2 yang sedang dipelajari oleh siswa. Sedangkan hipotesis bentuk lemah menyatakan bahwa anakon hanyalah bersifat diagnostik.
Anakon mencakup dua hal yaitu teori linguistik yang digunakan sebagai sarana pemerbanding struktur dua bahasa dan psikologi yang berkaitan dengan transfer, penyususnan bahan, cara penyajian dan penataan kelas. Anakon dapat memprediksi butir tertentu dari suatu bahasa yang potensial mendatangkan interferensi. Anakon dapat menunjukkan kesalahan akibat interferensi tersebut dan dapat menjelaskan sebab-musabab kesalahan tersebut.
Pada bab II dalam buku Pateda (1989:38) dijelaskan tentang jenis-jenis kesalahan dalam berbahasa diantaranya adalah kesalahan acuan, kesalahan register, kesalahan sosial, kesalahan tekstual, kesalahan penerimaan, kesalahan pengungkapan, kesalahan perorangan, kesalahan kelompok, kesalahan menganalogi, kesalahan transfer, kesalahan guru, kesalahan lokal, dan kesalahan global.
Kesalahan acuan berkaitan dengan realisasi benda, proses atau peristiwa yang tidak sesaui dengan acuan yang dikehendaki pembicara atau penulis. Penerimaan pesan yang kurang tepat oleh si pendengar. Kesalahan register adalah kesalahan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan seseorang. Misalnya kata ‘operasi’ yang dapat digunakan dalam beberapa bidang pekerjaan, tidak hanya dalam bidang kedokteran saja. Kesalahan sosial adalah kesalahan dalam memilih kata yang berkaitan dengan status sosial orang yang diajak berbicara.
Kesalahan tekstual mengacu pada pada jenis kesalahan yang disebabkan oleh tafsiran yang keliru terhadap kalimat atau wacana yang kita baca atau di dengar. Kesalahan penerimaan berhubungan dengan keterampilan menyimak atau membaca, biasanya kesalahan ini disebabkan oleh pendengar yang kurang memerhatikan  pesan yang disampaikan oleh pembicara, alat dengar si pendengar, suasana pndengar, lingkungan pendengar, kata atau kalimat yang digunakan memiliki makna ganda, pembicara dan pendengar tidak saling mengerti dan banyak pesan yang disampaikan sehingga sulit diingat oleh si pendengar.
Kesalahan pengungkapan adalah pembicara atau penulis salah mengungkapkan atau menyampaikan apa yang dipikrnya, dirasakannya, atau yang diininkannya. Kesalahan perorangan adalah kesalahan yang dibuat oleh seseorang diantara kawan-kawannya. Kesalahan kelompok adalah kesalahan yang dibuat oleh kelompok atau oleh banyak orang, biasanya terjadi dalam kelompok yang dibuat oleh siswa. Kesalahan menganalogi adalah sejenis kesalahan pada si terdidik yang menguasai suatu bentuk bahasa yang dipelajari lalu menerapkan dalam konteks, padahal bentuk itu tidak dapat diterapkan. Kesalahan transfer terjadi apabila kebiasaan-kebiasaan pada bahasa pertama diterapkan pada bahasa yang dipelajari. kesalahan guru adalah kesalahan yang dibuat si terdidik karena metode atau bahan yang diajarkan salah. Kesalahan lokal adalah kesalahan yang tidak menghambat komunikasi yang pesannya diungkapkan dalam sebuah kalimat. Dan yang terakhir ada kesalahan global yaitu kesalahan yang menyebabkan pendengar atau pembaca salah mengerti suatu pesan atau menganggap bahwa suatu kalimat tidak dapat dimengerti.

BAB III
Kesalahan berbahasa berdasarkan tataran linguistik bidang fonologi dibahas pada bab III dalam buku karya Setyawati (2010:25). Kesalahan berbahasa dalam bidang fonologi meliputi perubahan fonem, penghilangan fonem dan penambahan fonem. Perubahan fonem itu misalnya akta menjadi akte, nafsu menjadi napsu, kualitas menjadi kwalitas, dan madya menjadi madia. Penghilangan fonem misalnya makaroni menjadi makroni, bodoh menjadi bodo, dan lain-lain. Penambahan fonem misalnya narkotik menjadi narkotika, standar menjadi standard, dan lain-lain.
Analisis kontrastif atau anakon harus saling melengkapi dengan analisis kesalahan. Dalam hal ini, analisis kesalahan dijelaskan pada bab III dalam buku Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa karya Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan (1995:66). Dalam buku tersebut dijelaskan tentang langkah-langkah kerja dalam menganalisis kesalahan yaitu pengumpulan sampel kesalahan, pengidentifikasian, penjelasan, pengklasifikasian, dan pengevaluasian kesalahan.
Tujuan analisis kesalahan adalah untuk menentukan urutan bahan ajaran, menentukan urutan jenjang penekanan bahan ajaran, merencanakan latihan dan pengajaran remedial, dan memilih butir pengujian kemahiran siswa. Anakes dapat berfungsi sebagai dasar pengajian prediksi anakon dan sebagai pelengkap hasil anakon.
Keunggulan dari analisis kesalahan atau anakes yaitu dapat menjelaskan kesalahan siswa, mengangkat martabat linguistik terapan, dan mengangkat status kesalahan menjadi objek penelitian khusus. Disisi lain, anakes juga mempunyai kelemahan yaitu adanya kekacauan antara aspek proses dan aspek produk anakes, kurangnya atau tiadanya ketepatan dan kekhususan dalam definisi kategori-kategori kesalahan, dan penyederhnaan kategorisasi penyebab kesalahan para siswa.
Kemudian pada bab III dalam buku Pateda (1989:50) dijelaskan tentang daerah dan sifat kesalahan berbahasa. Terdapat empat daerah kesalahan berbahasa yaitu daerah kesalahan fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Kesalahan fonologi berhubungan dengan pelafalan dan penulisan bunyi bahasa. Kesalahan morfologi berhubungan dengan tata bentuk kata menyangkut tentang derivasi, diksi, kontaminasi, dan pleonasme. Kesalahan sintaksis berhubungan dengan kalimat yang berstruktur tidak baku, kalimat yang ambigu, kalimat yang tidak jelas, diksi yang tidak tepat yang membentuk kalimat, kontaminasi kalimat, koherensi, kalimat mubazir, kata serapan yang digunakan dalam kalimat, dan logika kalimat. Kemudian yang terakhir adalah kesalan semantik. Daerah kesalahan semantik berhubungan dengan pemahaman makna kata dan ketepatan pemakaian kata itu dalam bertutur.

BAB IV
Kesalahan berbahasa pada tataran linguistik bidang morfologi dijelaskan pada bab IV dalam buku Setyawati (2010:49). Klasifikasi kesalahan berbahasa bidang morfologi yaitu meliputi penghilangan afiks, bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak luluh, peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh, penggantian morf, penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, pemakaian afiks yang tidak tepat, penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan kata majemuk yang tidak tepat.
Kemudian pada bab IV, dalam bukunya Tarigan dan Tarigan menjelaskan tentang antarbahasa atau interlanguage. Istilah antarbahasa mengacu pada seperangkat sistem yang saling berpautan yang member ciri pada pemerolehan, sistem yang dapat diwasi atau dapat diobservasi pada perkembangan, dan kombinasi bahasa ibu atau bahasa sasaran tertentu. Proses antarbahasa mencakup transfer bahasa, transfer latihan, siasat pembelajaran B2, siasat komunikasi B2, dan overgeneralisasi kaidah-kaidah bahasa sasaran.
Dalam antarbahasa terdapat berbagai permasalahan yaitu masalah metodologis dan masalah teoretis. Masalah metodologis itu meliputi analisis kesalahan, telaah lintas sektoral, telaah longitudinal, asal-usul “antarbahasa”, pengabaian faktor eksternal, dan masalah variabilitas. Telaah antarbahasa bertujuan untuk memberi informasi perilaku pembelajar bagi perencanaan strategi pedagodik, bertindak sebagai prasyarat bagi validasi tuntutan keras dan tuntutan lemah pendekatan kontrastif, mencari hubungan antara pembelajaran masa kini, dulu, dan nanti, dan membri sumbangan bagi teori linguistik umum.
Kemudian pada bab IV dalam buku Pateda (1989:67) menjelaskan tentang sumber dan penyebab dalam kesalahan berbahasa. Ada beberapa hal yang menjadi sumber dan penyebab kesalahan. Menurut pendapat popular, kesalahan bersumber pada ketidakhati-hatian si terdidik dan yang lain karena pengetahuan mereka terhadap bahasa yang dipelajari dan interferensi. Pengaruh bahasa ibu, lingkungan, kebiasaan, interlingual  dan interferensi juga dapat menjadi sumber dan penyebab kesalahan berbahasa.

BAB V
kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi, Setyawati juga menjelaskan tentang kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis pada bab V (Setyawati,2010:75). Setyawati menjelaskan bahwa kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis antara lain berupa kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat. Kesalahan dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adanya pengaruh bahasa daerah, penggunaan preposisi yang tidak tepat, kesalahan susunan kata, penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan, penjamakan yang ganda, dan penggunaan bentuk resiprokal yang tidak tepat.
Henry Guntur Tarigan dalam bukunya Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa pada BAB V mengenai analisis kesalahan berbahasa, ia membahas dengan jelas materi tersebut. Ia membahas kesalahan berbahasa menurut beberapa pakar. Ada yang membagi kesalahan berbahasa menjadi dua, yaitu kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan kurangnya perhatian, yang disebut faktor performansi.Kesalahan yang kedua disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa, disebut faktor kompetensi.Ada pula pakar yang membagi kesalahan berbahasa menjadi empat, yaitu interference-likegoofs, LIdevelopmentalgoofs, ambiguousgoofs, dan uniquegoofs.
Terdapat pula empat taksonomi dalam kesalahan berbahasa, 1) taksonomi kategori linguistik, yaitu mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa berdasarkan komponen linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi oleh kesalahan, ataupun berdasarkan kedua-duanya yang mencaup tataran fonologi, morfologi, semantik dan leksikon, serta wacana; 2) taksonomi siasat permukaan, yaitu menyoroti bagaimana cara-caranya struktur-struktur permukaan berubah berupa penghilangan, penambahan, salah formasi, dan salah susun; 3) taksonomi komparatif, yaitu kesalahan bersadarkan pada perbandingan-perbndingan antara struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe konstruksi tertentu lainnya berupa kesalahan perkembangan, kesalahan antarbahasa, dan kesalahan lainnya; 4) taksonomi efek komunikatif, yaitu memusatkan perhatian kesalahan dari perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca berupa kesalahan global dan lokal.
Tahapan yang harus dilakukan ketika menganalisis kesalahan berbahasa juga dibahas dalam bab ini. Tahapan tersebut, yaitu memilih korpus bahasa, mengenali kesalahan dalam korpus, mengklasifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, dan mengevaluasi kesalahan.Ketika terjadi kesalahan berbahasa maka perlu dilakukan pengoreksian baik secara lisan dan secara tertulis.
Kemudian dalam buku Pateda pada bab V dijelaskan, menyimak adalah proses mendengar dengan pemahaman dan pengertian. Proses menyimak melalui empat tahap meliputi; (a) tahap identifikasi, (b) tahap identifikasi dan seleksi tanpa retensi, (c) tahap identifikasi dan seleksi terpimpin dengan retensi jangka pendek, dan (d) tahap identifikasi yang diikuti dengan seleksi dan retensi jangka panjang.
            Kesalahan menyimak pada dasarnya dapat terjadi karena ada faktor yang mengganggunya, antara lain; (a) kejelasan pesan yang berasal dari pembicara, (b) bahasa yang digunakan, (c) alat dengar penyimak, (d) suasana kejiwaan pembicara dan penyimak, dan (e) gangguan dari luar, misalnya kebisingan dan keributan. Hal itu menyebabkan terjadinya kesalahan menyimak. Kesalahan itu diantaranya; (a) susah untuk membedakan fonem, (b) tekanan kata, (c) intonasi, (d) bentuk-bentuk lafal menurun, (e) pelafalan cepat silabi tidak bertekanan, (f) pengungkapan komunikasi yang fungsinya berbeda karena intonasi, (g) menyimpulkan, memahami dan mengantisipasi isi ujaran, (h) keluar dari masaah yang diketengahkan di dalam ujaran, (i) belum lancar menggunakan kata atau kalimat bahasa Inggris dengan kecepatan biasa, (j) penggunaan aksen, dan (k) adanya kata-kata homonim.
            Berbicara adalah aktivitas manusia menggunakan bahasa secara lisan. Kesalahan berbicara dapat disebabkan antara lain; (a) kesalahan melafalkan bunyi-bunyi bahasa, (b) kesalahan memilih kata-kata atau istilah yang tepat, (c) penggunaan kalimat yang samar-samar, tidak jelas atau menimbulkan penafsiran yang berbeda, (d) pengungkapan pikiran yang tidak jelas, (e) kesalahan karena struktur kalimat, dan (f) menggunakan kata-kata mubazir.
Sedangkan dalam buku Markamah dijelaskan tentang kesalaha struktur.
A.    Kesalahan Struktur karena Kerancuan Aktif-Pasif
Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya verba berimbuhan meN- dengan segala kombinasinya dan subjek tidak diawali oleh kata depan. Kalimat pasif adalah kalimat yang predikatnya verba berimbuhan di- atau ter- atau verba pasif pelaku I/II + pokok kata kerja. Penutur/ penulis sering tidak menyadari bahwa kalimat yang diucapkannya/ ditulisnya merupakan kalimat yang rancu. Yang dimaksud kalimat yang rancu adalah kalimat yang sebagian unsurnya milik kalimat aktif, sementara unsur lainnya milik kalimat pasif.
(a)    Saya telah informasikan bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana.
Kalimat tersebut sturkturnya rancu yang mengakibatkan makna ganda. Makna unsur yang merupakan subjek, bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana ataukah saya. Jika bahwa hari ini akan mengunjungi para korban bencana sebagai pengisi fungsi S, predikatnya seharusnya verba pasif telah saya informasikan. Sebaliknya, jikaS-nya saya, predikatnya harusnya verba aktif menginformasikan. dengan begitu, bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana mengisi fungsi objek (O).
B.     Kesalahan Struktur karena Subjek dan Keterangan
Sering terjadi seorang pemakai bahasa tidak menyadari bahwa dirinya telah mencampuradukan komponen lain (misalnya keterangan) pada subjek. Mislalnya orang yang memulai mengucapkan kalimat dengan keterangan panjang. Tidak disadari oleh penutur/penulis bahwa komponen yang dianggapnya subjek ternyata merupakan keterangan. Hal seperti itulah yang sering terjadi dalam pemakaian bahasa yang kurang cermat.
(a)    Dalam seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak memutuskan tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
Pada kalimat tersebut, termasuk kalimat yang tidak benar karena subjeknya berketerangan. Maksudnya, dalam subjek terdapat komponen keterangan, sehingga mengaburkan subjek. Ada dua cara untuk memperbaiki kalimat tersebut. Pertama, komponen keterangan dihilangkan sehingga muncul subjek.Kedua, komponen keterangan dipertahankan, namun predikat verba aktif diganti dengan predikat verba pasif.
(1)   Seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak memutuskan tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
(2)   Dalam Seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak diputuskan tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
C.    Kesalahan Struktur karena Pengantar Kalimat
Seringkali kita membaca kalimat yang diawali oleh kata menurut, berdasarkan, sebagaimana kita ketahui, seperti disebutkan di muka, seperti telah kami sampaikan sebelumnya. dan sejenisnya. Kata-kata itu merupakan pengantar kalimat. Jika bagian kalimat itu kemudia diikuti nomina pelaku orang pertama sering menimbulkan ketaksaan antara ungkapan pengantar kalimat dengan predikat kalimat (Sugono dalam Markhamah, dkk., 2009: 108). Misalnya, menurut petugas mitigasi bencana menyatakan… Penulis/ penutur seringkali lupa bahwa subjek kalimat itu belum ada. Adanya kata menurut mengaburkan subjek.
D.    Kesalahan Struktur karena Penghubung terbagi yang Kurang Tepat
Seringkali ditemukan kalimat yang menggunakan penghubung yang berupa pasangan atau dua penghubung. Dua penghubung yang dimaksud, misalnya:
meskipun. . . .,tetapi. . .
walaupun. . . .,namun. . . .
biarpun. . . ., akan tetapi. . . .
betapapun. . . ., tapi. . . . (Sugono dalam Markhamah, dkk., 2009: 109)
(a)    Meskipun kalian tidak ada pekerjaan rumah, tetapi kalian harus tetap belajar.
Dua informasi tersebut tidak jelas hubungan maknanya. Hal ini disebabkan oleh hubungan antara dua klausa yang ada pada kalimat itu tidak jelas. Penggunaan penghubung meskipun dan tetapi menyebabkan hubungan antara kedua klausa itu tidak jelas. Jika hubungan kedua klausa itu hubungannya setara, kata penghubung yang digunakan kata tetapi saja. Sebaliknya, jika kata penghubung meskipun yang digunakan, berarti hubungan kedua klausa dalam kalimat itu bertingkat.
E.     Kesalahan Struktur karena Ketiadaan Induk Kalimat
Kalimat yang efektif (baik dan benar) strukturnya harus tepat. Ketepatan struktur berhubungan dengan ketepatan letak unsur-unsur kalimat yang berupa S, P, O (Pel), K dan kelengkapannya. Dalam pemakaian bahasa sering ditemui kalimat yang panjang, tetapi unsur-unsurnya tidak lengkap. Misalnya, S kalimat tidak ada, atau P-nya tidak ada. Hal itu terjadi apabila anak kalimat dan induk kalimat sama-sama didahului oleh kata penghubung atau konjungsi. Konjungsi yang sering mengaburkan makna anak kalimat dan makna induk kalimat adalah konjungsi yang berupa pasangan, seperti:
karena…,maka…
berhubung…,maka…
karena…,sehingga…
jika…,maka… (Sugono dalam Markhamah, dkk. 2009:112)
(a)    Karena nilai yang didapatkan lebih besar daripada yang diharapkan, maka Fitri terkejut.
Kata karena pada kalimat tersebut menyebabkan klausa pertama merupakan anak kalimat. Demikian juga kata maka. Kata maka pada klausa pada kalimat tersebut menempatkan klausa kedua juga sebagai anak kalimat. Jika kedua klausanya sebagai anak kalimat, berarti tidak ada induk kalimat pada kalimat tersebut. Supaya ada induk kalimat, salah satu kata penghubung ditanggalkan.

BAB VI
Kesalahan berbahasa tataran semantik, menurut Setyawati (2010:103) yang dijelaskan pada bab VI dapat terjadi pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat yang maknanya menyimpang dari makna yang seharusnya, maka tergolong ke dalam kesalahan berbahasa ini.
Kemudian pada bab VI dalam buku Pateda, dijelaskan tentang kesalahan dalam membaca dan menulis, Membaca adalah pengenalan dan persepsi struktur bahasa sebagai keseluruhan untuk memadukan makna tersurat dan yang tersirat dengan mengomunikasikan struktur-struktur bahasa itu. Kesalahan membaca diantaranya disebabkan karena lafal yang sangat dipengaruhi oleh lafal dalam bahasa ibu, salah membaca kelompok kata, penggunaan unsur suprasegmental yang tidak tepat, dan pungtuasi belum dikuasai.
            Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan tafsir yang meliputi; (a) tidak mampu menangkap maksud penulis, (b) sikap kritis terhadap apa yang dibaca kurang, (c) menghubung-hubungkan tafsiran yang tidak tepat, dan (d) tidak ada predisposisi kritis antara pembaca dan evaluasi metode menulis.
            Menulis adalah pengalihan bahasa lisan ke dalam bentuk tertulis. Kesalahan menulis selalu berhubungan dengan:
(a) kesalahan kalimat,
(b) kesalahan kata, meliputi penggunaan kata dan bentuk kata,
(c) kesalahan ejaan dan tanda baca, meliputi (i) penulisan kata, (ii) penulisan kata depan di, (iii) penulisan kata depan ke, (iv) penulisan awalan di-, (v) penulisan partikel pun, (vi) penulisan angka, (vii) penggunaan tanda baca, dan (viii) penggunaan huruf besar,
(d) kesalahan dalam alinea. 
Sedangkan dalam buku Markamah, pada bab VI dijelaskan tentang kesantunan sosiolinguistik dalam teks keagamaan.
A.    Pengertian Kesantunan Sosiolinguistik
Santun berarti: (1) ‘halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya) sabar dan tenang, sopan, (2) penuh rasa belas kasihan, suka menolong (Tim Penyusun KBBI dalam Markhamah, dkk., 2009:117).  Sopan adalah: (1) hormat dan takzim (akan, kepada) tertib menurut adat yang baik (2) beradab tentang tingkah laku, tutur kata, pakaian dsb., (3) baik kelakuannya (tidak lacur, tidak cabul’) (Tim Penyusun KBBI dalam Markhamah, dkk., 2009:117).
Dalam Islam santun adalah bagian dari akhlak. Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang dari keadaan itu lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui pemikiran, pertimbangan, atau penelitian. Jika keadaan itu melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan akal dan syarak (hokum Islam) disebut akhlak yang baik. Sebaliknya, jika keadaan itu menimbulkan perbuatan yang tidak baik atau tidak terpuji dinamakan akhlak yang buruk atau tidak baik.
Dalam kaitannya dengan komunikasi, beberapa akhlak Islam dapat disejajaran dengan norma tutur, khusunya norma interaksi yang dikemukakan oleh Hymes (1975) yang juga dikutip oleh Suwito (1992) dan Markhamah (2009). Norma tutur adalah aturan-aturan bertutur yang mempengaruhi alternatif-alternatif pemilihan bentuk tutur. Dengan demikian, norma tutur bertalian dengan santun bertutur, dan santun itu harus tampak dalam pemilihan bentuk tutur yang diungkapkan oleh penuturnya (Suwito dalam Markhamah, dkk. 2009: 119).
Dengan adanya norma yang harus diterapkan dalam berkomunikasi itu sebenarnya menunjukkan bahwa bahasa itu tidak netral, bahwa bahasa berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa. Bahasa sebenarnya bersifat netral. Bahasa menjadi baik atau tidak baik dalam penggunaannya oleh pihak tertentu.
B.     Kesantunan Sosiolinguistik dalam Teks Terjemahan Al Quran
Berdasarkan analisis dalam buku Markhamah, dalam teks keagamaan khususnya terjemahan Quran yang mengandung etika berbahasa terdapat bermacam-macam kesantunan sosiolinguistik. Kesantunan yang dimaksud adalah merendahkan diri sendiri, menanyakan lebih rinci pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan sebagai bentuk penolakan terhadap perintah, menggunakan sindiran untuk meminang secara halus, mengucapkan salam dan menjawab salam, menggunakan eufimisme, mengucapkan ‘hiththah’ sambil meembungkukkan baan, menggunakan panggilan kehormatan, mengucapkan kata-kata baik. Selain itu, keantunan berbahasa juga ditempuh dengan cara: berbicara dengan sabar dan berbicara dengan suara lunak. Kesantunan lainnya adalah mengucapkan kalimat doa, menyelamatkan muka mitra bicara, memberi keputusan dengan adil, mematuhi perintah dan panggilan.

BAB VII
Pada bab VII dalam buku Setyawati dijelaskan tentang kesalahan berbahasa tataran wacana. Bahasa meliputi tataran fonologi, moorfologi, sintaksis, dan semantik. Satuan linguistik secara teoritis yang normal adalah fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Wacana merupakan satuan lingustik yang tinggi. Menurut kridalaksana (dalam Setyawat. 2010:145)i)Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri, ensiklopedia, dan sebagainya),paragraph, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkapsebagai satuan bahasa yang lengkap,maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang data dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau lalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Alat-alat wacana yang dapat membuat kekohesian sebuah wacana antara lain : pengacuan atau referensi, penyulihan atau substitusi, pelepasan atau ellipsis, dan perangkaian atau konjungsi. Adapun alat wacana yang membentuk kekohesrensian antara lain: pengulangan atau reptetisi, padan makna atau sinonim, lawan makna atau antonimi, hubungan atas bawahatau hiponimi, sanding kata atau kolokasi, dan kesepadanan atau ekuivalensi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dicermati ruang lingkup kesalahan dalam tataran wacan dapat meliputi:
a.       Kesalahan dalam kohesi
1.      Kesalahan penggunaan pengacuan
Wacana tidak baku :
a.       Rombongan darmawisata itu mula-mulanmendatangi Pulau Madura. Setelah itu dia melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
b.      Karena tidak berhati-hati, anak kecil itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang penyulihan yang lewat mencoba menolong mereka.
      Kedua wacana di atas salag dalam menggunakan pengacuan. Penggunaan pengacuan yang tepat dalam wacana di atas yaitu:
a.       Bukan dia tetapi mereka
b.      Bukan mereka tetapi nya
2.      Kesalahan penggunaan
Contoh :
a.       Ibrahim sekarang sudah berhasil mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Drajat  keserjanaanya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
b.      Prima dan bibi masuk ke warung kopi. Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu. Keinginan mereka rupanya berbeda.
Penggunaan kata-kata penyulihan yang tercetak miring dalam kedua wacana di atas tidak tepat. penyulihan yang tepat untuk wacana ia atas adalah:
a.       Adalah titel
b.      sama
3.      Kekurang efektifan wacana karena tidak ada pelesapan
Contoh:
b.      Sudah seminggu ini Rohman sering ke rumahku, Rohman kadang-kadan mengantar jajaanan dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang denganku tentang cinta. Entah mengapa, aku pun enggan menggiring perbincangan kami kea rah sana.
c.       Pohon-pohon kelapa itu menyenangkan hati. Pohon-pohon kelapa itu baru berumur enam tahun. Pohon-pohon kelapa  itu pendek-pendek, rendah, tetapi sudah berbuah banyak. Buahnya bahkan ada yang mencapai tananh. Hasilnta memeang di luar dugaan.
Kata-kata yang tercetak miring dalam kedua wacana di atas merupakan penggunaan yang kurang efektif. Untuk keefektivitasan peggunaan kalimat, ekonomis dalam penggunaan bahasa, dan mencapai aspek kepaduan wacana, maka sebaiknya kata-kata yang tercetak miring tersebut dilepaskan.
d.      Kesalahan dalam koherensi
Perhatikan contoh berikut:
a.       Badannya terasa kurang enak, dan dia masuk kantor juga meskipun banyak tugas yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk dan tidak masuk kantor , pekerjaan harus selesai untuk bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. Karena yang digantikan dan pengganti harus dipertemukan pada saat itu.
b.      Agak lama aku merenungkan nasihat orang tuaku tetapi aku mendapat gagasan baru. Memeang benar nasihat itu, “Aku sebaiknya melanjutkan ke perguruan tinggi”. Namun tekadku sudah bulat. Dengan demikian aku harus meninggalkan tempat ini dan segera berangkat ke Surabaya.
Akan lebih tepat konjungsi diatas yang bercetak miring dganti seperti ini:
a.       Dan diganti tetapi
-       Meskipun diganti karena
-       Dan diganti atau
-       Untuk diganti sebab
-       Karena diganti baik
-       Dan diganti maupun
b.      -    Tetapi diganti lalu
-          Namun diganti akhirnya
-          Dengan demikian diganti oleh karena.
2.      Wacana tidak koherensi
Perhatikan contoh:
a.       Aku diam. Diam seribu bahasa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi sebagian besar penduduk di Indonesia. Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta. Soekarno-Hatta banyak dipakau sebagai nama jalan. Jalan pelan-pelan banyak anak kecil
b.      Simanjuntak          : kenaikan tarif listrik sekarang merepotkan juga.
Simanulang             : listrik kami sering mengalami gangguan. Ada apa ya? Apa ada yang usil dengan menggaet kabel?
Simanjuntak            : kabel dirumah kami sudah tujuh belas tahun. Bisa korsleting katanya.
Simanulang           : korsleting terjadi di tetangga kami tadi malam.
Koherensi tidak kita temukan dalam kedua wacana tersebut. Dalma kedua wacana tersebut sering menggunakan pengulangan (yang cetak miring), tetappi pengulangan tersebut tidak mendukung sebuah gagasan. Koherensian sebuah wacana tidak semata-mata hanya ditentukan oleh bentuk luar saja.
Wacana yang tidak koheren:
a.       Banyak pahlawan bangsa dimakamkan dipemakaman itu. Mereka tewas dalam pertempuran melawan penjajah. Sungguh besar jasa para pahlawan itu untuk negeri ini.
Kalimat pertama dalam wacana diatas: pada kata tewas kurang tepat penggunaanya jika ditunjukan pada pahlawan, sekalipun frasa meninggal dunia bersinonim dengan tewas. Sinonim meninggal dunia  yang tepat jika untuk pahlawan adalah gugur.

BAB VIII
Pada bab VIII dalam buku Setyawati dibahas tentang kesalahan berbahasa dalam penerapan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
1.      Ejaan
Dalam KBBI (1996) ejaan didefinisikan sebagai kaidah-kadah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
a.       Kesalahan Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital
Penulisan huruf kapital yang kita jumpai dalam tulisan-tulisan resmi kadang-kadang menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.
b.      Penulisan huruf pertama petikan langsung
Sesuai dengan kaidah tata bahasa yang benar adalah bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
c.       Kesalahan penulisan huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan (terbatas pada nama diri), kitab suci, dan nama Tuhan.
d.      Kesalahan penulisan huruf pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, keagamaan), jabatan, dan perangkat yang diikuti orang.
Berdasarkan pada kaidah tata bahasa Indonesia bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, keagamaan), jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang, sedangkan jika tidak diikuti nama diri ditulis dengan huruf kecil.
e.       Kesalahan penulisan pada kata-kata van, den, der, da, de, di, bin dan ibnu yang digunakan sebagai nama orang ditulis dengan huruf besar, padahal kata-kata itu tidak terletak pada awal kalimat.
f.       Kesalahan penulisan huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yan tidak terletak pada awal kalimat.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. Jika bangsa, suku dan bahasa itu sudah diberi awalan sekaligus akhiran, nama-nama itu harus ditulis huruf kecil.
g.      Kesalahan penulisan huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah.
h.      Kesalahan penulisan pada huruf pertama nama khas geografi
i.        Kesalahan penulisan huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
j.        Kesalahan penulisan huruf pertama pada kata tugas seperti:di, ke, dari, untuk, yang, dan dalam  pada judul buku, majalah, surat kabar, dan karangan yang tidak terletak pada posisi awal.       
k.      Kesalahan penulisan singkatan nama gelar dan sapaan
l.        Kesalahan penulisan huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan, seperti: bapak, ibu, saudara, anda, kakak, adik,  dan  paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Berdasarkan kaidah tata bahasa yang benar bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti: bapak, ibu, saudara, anda, kakak, adik,  dan paman  yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan perlu diperbaiaki.
2.      Kesalahan Penulisan Kata Huruf Miring
A.    Kesalahan penulisan nama buku, majalag, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
B.     Kesalahan penulisan yang digunakan untuk menegasakan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
C.     Kesalahan penulisan kata nama-nama ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah (yang tidak disesuaikan ejaan)
3.      Kesalahan Penulisan  kata
A.    Kesalahan Penulisan Kata Dasar Dan Kata Bentuk
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan yang berdiri sendari; sedangkan pada kata berafiks, afiks tersebut ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Kata ulanga ditullis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubunga. Kata majemuk atau gabungan kata yang mendapat prefix saja atau sufiks saja, maka prefix atau sufiks tersebut ditulisa serangkai dengan kata yang bersangkutan saja. Akan tetapi jika gabungan kata tersebut sekaligus mendapat prefix dan sufiks, maka bentuk kata bentuknya harus ditulis serangkai semuanya. Perhatikan pemakaiann bentuk baku dan bentuk tidak baku berikut ini.
Bentuk Kata
diminta
kasihan
kemenakan
rumah-rumah
gerak-gerik
dibesar-besarkan
berkejar-kejaran
tata bahasa
rumah sakit umum
manakala
saputangan
Bentuk Tidak Baku
di minta
kasih an
ke menakan
rumah2
gerak gerik
dibesar2kan
berkejar kejaran
tatabahasa
rumahsakit umum
mana kala
sapu tangan

B.     Kesalahan Penulisan –ku, -kau, -mu, dan –nya.
Bentuk –ku, -kau,  dan  -mu,  ada pertaliannya dengan pronominal –aku, -engkau, dan kamu ditulis sering ditulis salah yaitu terpisah dengan kata yang mengikutinya
C.     Kesalahan Preposisi di, ke, dan dari.
D.    Kesalahan Penulisan Partikel pun
E.     Kesalahan Penulisan per.
4.      Kesalahan memenggal kata
Pemenggalan kata atau persekutuan diperlukan apabila kata kita harus memenggal sebuak kata dalam tulisanjika terjadi pergantian baris. Pada kata pergantian baris, tanda hubung harus dihubungkan dipinggir ujung baris. Perlu juga diketahui, suku kata atau imbuhan yang terdiri atas sebuah huruf tidak dipenggal agar tidak terdapat satu huruf pada ujung baris atau pada pangkal baris.
A.    Kesalahan Pemenggalan Dua Vokal yang Berurutan di Tengan Kata
B.     Kesalahan Pemenggalan Dua Vokal Mengapit Konsonan di Tengan Kata
C.     Kesalahan Pemenggalan Dua Konsonan Berurutan di Tengah Kata
D.    Kesalahan Pemenggalan Tiga Konsonan atau Lebih di Tengah Kata
E.     Kesalahan Pemenggalan Kata Berimbuhan
F.      Kesalahan Pemenggalan Nama Diri
5.      Kesalahan Penulisan Lambang Penulisan
A.    Kesalahan penulisan lambang bilangan dengan huruf
B.     Kesalahan penulisan kata bilangan tingkat
C.     Kesalahan penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an.
D.    Lambang bilangan yang dapat menyatakan satu atau dua kata yang ditulis dengan angka dan kesalahan penulisan lambang bilangan  yang menyatakan beberapa perincian atau pemaparan ditulis dengan huruf.
E.     Kesalahan penulisan lambang bilangan pada awal kalimat dengan angka dan kesalahan penulisan lambang bilangan pada awal kalimat dengan huruf.
F.      Kesalahan penulis angka yang menungjukan jumlah antara ratusan, ribuan, dan seterusnya.
G.    Kesalahan penulisan jumlah uang
H.    Kesalahan penilisan NIP, NIM/NIS, dan nomor telepon.
6.      Kesalahan Penulisan Unsur Serapan
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas:
1.      Unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam konteks bahasa Indonesia (unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi pelafalanya masih mengikuti cara asing)
2.      Unsur asing yang pelafalanya dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
7.      Kesalahan Penulisan Tanda Baca
A.    Kesalahan Penulisan Tanda Titik (.)
1.      Penghilangan tanda titik pada akhir singkatan nama orang.
2.      Pemakaian tanda titik yang kurang atau berlebih pada singkatan kata atau ungkapan.
3.      Penghilangan tanda titik pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan, dan seterusnya.
4.      Penembahan tanda titik pada singkata yang terdiri atas huruf awal kata atau suku kata dan pada akronim
5.      Penembahan tanda titik di belakang alamat pengirim, tanggal surat, di belakang nama penerima, dan alamat penerima surat.

b.      Kesalahan Penulisan Tanda Koma (,)
1.      Penghilangan tanda koma di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
2.      Penghilangan tanda koma di antara dua klausa dalam kalimat majemuk setara (yang didahului oleh konjungsi tetapi, melainkan, dan  sedangkan).
3.      Pemisahan anak kalimat dari induk kalimat yang tidak menggunakan tanda koma (yang anak kalimat mendahului induk kalimat).
4.      Penghilangan tanda koma di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat di awal kalimat.
5.      Unruk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat dengan meniadakan tanda koma.
6.      Penghilangan tanda koma di belakang kata-kata seru seperti: o, yah, wah, aduh, kasihan yang terdapat pada awal kalimat.
7.      Penghilangan tanda koma di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagain alamat, (3) tempat dan tanggal, (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
8.      Penghilangan tanda koma ketika menceritakan bagain nama yang dibalik susunanya dalam daftar pustaka.
9.      Penghilangan tanda koma di antara nama orang dan gelar kesarjanaan yang mengikutinya.
10.  Tanda koma yang tidak digunakan untuk mengapai keterangan tambahan dan keterangan aposisi.
11.  Pemakaian tanda koma untuk memisahkan anak kelimat dan induk kalimat yang anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat.
c.       Kesalahan Penulisan Tanda Titik Koma (;)
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara didalam suatu kaliamt majemuk sebagai pengganti konjungsi.
d.      Kesalahan Penulisan Tanda Titik Dua (:)
1.      Penghilangan tanda titik dua pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian.
2.      Penggunaan tanda titik dua dalam rangkaian atau pemerian yang merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
e.       Kesalahan Penulisan Tanda Hubung (-)
1.      Penghilangan tanda hubung diantara se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital.
2.      Penghilangan tanda hubung diantara ke- da angka.
3.      Penghilangan tanda hubung dalam singkatan.
4.      Penghilangan tanda hubung dalam singkatan huruf kapital dengan afiks atau kata.


Sumber:
Setyawati, Nanik M.Hum. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pressindo
Markhamah, dkk. 2009. Analisis Kesalahan & Kesantunan Berbahasa. Surakarta : Muhammadiyah University Press
Tarigan, Henry Guntur dan Tarigan, Djago. 1995. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa Bandung: Angkasa
Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Gorontalo: Nusa Indah.