Sabtu, 24 Oktober 2015

analisis kesalahan bahasa


BAB I
Oleh
Merry Christin Sirait
2222120191

            Dalam bukunya Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik, Nanik Setyawati mengatakan bahwa bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai (1) bahasa nasional dan (2) bahasa Negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai: (a) lambang kebangsaan nasional, (b) lambang identitas nasional, (c) alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial, budaya, dan bahasa, dan (d) alat perhubungan antarbudaya dan daerah.
            Bahasa Indonesia dalam praktik pemakaiannya pada dasarnya beranekaragaman. Keanekaragaman pemakaian bahasa itulah yang dinamakan ragam bahasa. Ragam bahasa atau variasi pemakaian bahasa dapat diamati berdasarkan sarananya, suasananya, norma pemakaiannya, tempat atau daerahnya, bidang penggunaannya, dan lain-lain.
            Dilihat dari segi sarananya pemakaiannya, ragam bahasa dapat dibedakan atas ragam lisan dan tulis. Jika dilihatnya dari segi suasananya, ragam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi ragam resmi atau ragam formal dan ragam tidak resmi atau ragam tidak formal. Bila ragam bahasa ditinjau dari segi sarananya dan segi suasananya tersebut dipadukan; maka akan ditemukan ragam lisan resmi dan ragam lisan yang tidak resmi. Di samping itu ada juga ragam tulis resmi dan ragam tulis tidak resmi. Selain dilihat dari segi sarana pemakaian dan suasananya, ragam bahasa juga ditinjau berdasarkan norma pemakaiannya dapat dibedakan atas ragam baku dan ragam tidak baku. Lebih lanjut, ragam bahasa dapat pula dibedakan berdasarkan bidang penggunaannya. Berdasarkan bidang penggunaannya, ragam bahasa dapat dibedakan atas ragam bahasa ilmu, sastra, hukum, jurnalistik, dan sebagainya.
            Selain itu,bahasa Indonesia juga digubakan sebagai ragam bahasa ilmu. Ragam bahasa ilmu adalah ragam bahasa yang digunakan oleh para cerdik pandai dan oleh kaum terpelajar di seluruh pelosok tanah air. Sifat bahasa indoneisa sebagai ragam bahasa ilmu antara lain sebagai (1) ragam bahasa ilmu bukan dialek yang sedapat mungkin menghindarkan diri dari penggunaan kata-kata dan struktur dialek. (2) ragam bahasa ilmu merupakan ragam bahasa resmi yang pada umumnya patuh mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku. (3) ragam bahasa ilmu digunakan para cendekiawan untuk mengomunikasikan ilmu. (4) Lebih diutamakan penggunaan kalimat pasif. (5) banyak menggunakan kata-kata istilah. Kata-kata digunakan dalam arti denotative bukan dalam arti konotatif. (6) dan terakhir, konsisten dalam segala hal.
            Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar adalah berbahasa Indonesia yang sesuai dengan faktor-faktor penentu berkomunikasi  dan benar dalam penerapan aturan kebahasaannya. Penentuan atau kriteria berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu tidak jauh berbeda dengan yang dikatakan sebagai berbahasa baku. Kebakuan suatu bahasa sudah menunjukan masalah “baik” dan “benar” bahasa itu.
            Sedangkan dalam Bab 1 buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa karya Markhamah, dkk. Mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berbudaya. Sebagai makhluk yang berbudaya, manusia perlu berinteraksi dengan sama manusia. Dalam berinteraksi dibutuhkan norma-norma dan etika agar hubungan harmonis, tidak terganggu, dan tidak ada masalah.
            Ada dua sisi yang perlu mendapatkan perhatian ketika seorang berkomunikasi. Pertama, bahasanya sendiri. Kedua, sikap atau perilaku ketika berkomunikasi. Terkait dengan bahasanya terdapat kaidah kebahasaan yang perlu ditaati, termasuk di dalam kaidah kebahasaan ini adalah kaidah fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik yang berlaku pada bahasa yang dipilihnya sebagai alat untuk berkomunikasi. Selain itu, seseorang yang berkomunikasi perlu memperhatikan etika berbahasa. Hal-hal yang berhubungan dengan etika berbahasa ini diantaranya kaidah-kaidah dan norma sosial yang berlaku pada masyarakat tempat seorang berkomunikasi dengan oranglain, sistem kekerabatan yang berlaku pada masyarakat itu, norma-norma keagamaan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan, dan sistem-sistem kultural lainnya yang berpengaruh dalam pemakaian bahasa seeorang dalam suatu masyarakat.
            Sikap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, selanjutnya disingkat KBBI berarti: (1) kokoh atau bentuk tubuh, (2) cara berdiri tegak, teratur, atau dipersiapkan untuk bertindak, (3) perbuatan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian (pendapat, keyakinan), (4) perilaku, gerak-gerik (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997: 938). Sikap dalam berbahasa di sini yang dimaksudkan adalah perilaku atau gerak-gerik ketika seseorang menggunakan bahasa atau berkomunikasi dengan oranglain.
            Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997: 270). Jika etika komunikasi dikesampingkan, orang akan dirugikan oleh hadirnya komunikasi. Pada buku ini, seluruh isi bab 1 merupakan penjabaran maksud ditulisnya buku serta sistematika di dalam buku.
            Lainhal dalam buku Analisis Kesalahan, Mansoer Pateda pada bab pertama dalam bukunya  membahas mengenai analisis kesalahan sebagai bagian linguistik. Kita mengetahui bahwa linguistik dapat dilihat dari berbagai segi. Dengan kata lain linguistik dapat dipelajari berdasarkan:
·           Pembidangannya
·           Sifat telaahnya
·           Pendekataan objeknya
·           Alat analisisnya
·           Hubungan dengan ilmu lain
·           Penerapannya
·           Teori atau aliran yang mendasarinyanya (Pateda, 1982; 83-98).
Dengan kata lain, analisis kesalahan merupakan bagian dari linguistik, dan juga bagian linguistik terapan. Dalam bab 1 ini juga, pateda membahas mengenai analisis kontratif dan analisis kesalahan. Perkembangan linguistik kontrastif yang menghasilkan analisis kontrastif bermula dari pendapat bahwa perlu adanya perbandingan kebudayaan pemakai bahasa yang dipelajari. Perbandingan bahasa dilaksanakan karena bahasa merupakan media kebudayaan. Dengan membandingkan budaya si terdidik dengan budaya asing, akan diperoleh gambaran yang sering menyebabkan kesalahan antara kedua budaya tersebut.
Analisis kontrastif bertujuan adalah (i) menganalisis perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari agar pengajaran berbahasa berhasil baik. (ii) menganalisis perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari agar kesalahan berbahasa si terdidik dapat diramalkan yang pada gilirannya kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh bahasa ibu itu dapat diperbaiki. (iii) hasil analisis digunakan untuk menuntaskan keterampilan berbahasa terdidik. (iv) membantu si terdidik untuk menyadari kesalahan berbahasa sehingga dengan demikian si terdidik diharapkan dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajari dalam waktu tidak lama.
Di Indonesia dan di Negara-negara mana pun di dunia ini telah dikembangkan hipotesis-hipotesis pemerolehan bahasa kedua. Bagi kita di Indonesia yang sebagian besar penduduknya masih menggunakan bahasa daerah tertentu, maka yang dimaksud dengan bahasa kedua adalah bahasa Indonesia. Pada waktu guru menyuruh si terdidik menyimak, berbicara, membaca atau menulis, pasti guru menemukan kesalahan-kesalahan yang dibuat murid. Analisis kesalahan dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan, sifat kesalahan, dan sumber serta penyebab kesalahan.
Apabila guru telah menemukan aneka kesalahan, maka guru dapat mengubah metode dan teknik pengajaran yang ia gunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat membuat rencana pengajaran remedial (untuk program perorangan, kelompok atau klasikal), dan sekaligus sangat berguna dalam perencanaan pengajaran bahasa itu sendiri.
Analisis kesalahan dapat dibagi atas analisis kesalahan tradisional dan analisis kesalahan yang disempurnakan. Menurut Sridhar (1975) yang dikutip oleh Baradja (1981: 11) analisis kesalahan tradisional jelas-jelas pragmatis, yaitu memperoleh balikan untuk keperluan penyusunan buku teks dan penyempurnaan strategi pengajaran. Sedangkan analisis kesalahan yang disempurnakan menurut Corder yang dikutip Baradja (1981: 12) mempunyai dua tujuan, yaitu yang sifatnya lebih teoretis, dan yang sifatnya lebih praktis.
Analisis kesalahan bertujuan untuk menemukan kesalahan, mengklasifikasikan, dan terutama untuk melakukan tindakan perbaikan. Kesalahan si terdidik mungkin saja disebabkan oleh si terdidik sendiri, tetapi mungkin pula disebabkan oleh guru, bahan, metode atau barangkali teknik mengajar guru. Dengan analisis kesalahan, guru dapat merencanakan pengajaran remedial dan dengan demikian dapat pula menentukan bahan yang akan diujikannya.
     Dalam buku Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa karya Henry Guntur Tarigan, bab 1 membahas mengenai tinjauan umum tentang pengajaran bahasa, pemerolehan bahasa, kedwibahasaan, interfensi, dan kesalahan berbahasa. Lebih dari separuh penduduk bumi ini adalah kedwibahasawan. Kedwibahasawan terdapat di setiap Negara. Kedwibahasan adalah hasil dari pemorelahan bahasa. Ini berarti bahwa sebagian besar manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Orang yang biasa menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian untuk tujuan yang berbeda pada hakikatnya merupakan agen pengontak dua bahasa. Semakin besar jumlah orang yang seperti ini maka semakin intensif pula kontak antara dua bahasa yang mereka gunakan. Kontak ini menimbulkan saling pengaruh, yang manifestasinya menjelma di dalam penerapan kaidah bahasa pertama (B1) di dalam penggunaan bahasa kedua (B2). Keadaan sebaliknya pun dapat terjadi di dalam pemakaian sistem B2 pada saat menggunakan B1. Salah satu dampak negatif dari praktek penggunaan dua bahasa secara bergantian adalaah terjadinya kekacuan pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah interfensi.
Memahami kesalahan berbahasa berarti juga memahami pengajaran bahasa, pemerolehan bahasa, kedwibahasaan, dan interfensi. Kelima hal itu saling berkaitan baik langsung atau tidak langsung. Pemerolehan bahasa pertama adalah segala kegiatan seseorang dalam rangka menguasai bahasa ibu. Pemerolehan bahasa kedua adalah proses yang disadari atau tidak disadari dalam rangka menguasai bahasa kedua setelah seseorang menguasai bahasa ibunya; proses belajar dapat bersifat alamiah ataupun ilmiah.
Pengertian kedwibahasaan tidak bersifat mutlak hitam atau putih tetapi bersifat relative, bersifat kira-kira atau kurang lebih. Kedwibahasaan merupakan fenomena yang menggejala di setiap Negara di dunia ini. Pengertian kedwibahasaan berkembang dan berubah mengikuti tuntutan situasi dan kondisi. Pada gilirannya akan terlihat dampaknya dalam pendefenisian kedwibahasaan itu dengan cara dan isi yang berbeda-beda. Kedwibahasaan dapat diklasifikasikan dengan berbagai sudut pandangan. Oleh karena itu, dalam kenyataan sehari-hari kita temui berbagai jenis kedwibahasaan.
Kontak bahasa yang terjadi di dalam diri dwibahasawan menyebabkan saling pengaruh antara B1 dan B2. Saling-pengaruh ini apat terjadi pada setiap unsur bahasa, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Penggunaan sistem bahasa tertentu pada bahasa lainnya disebut transfer. Bila sistem yang digunakan itu bersamaan maka transfer itu disebut transfer positif. Sebaliknya, bila sistem yang digunakan itu berlainan atau bertentangan disebut transfer negatif. Transfer negatif menyebabkab timbulnya kesulitan dalam pengajaran B2 dan sekaligus merupakan salah satu sumber kesalahan berbahasa. Transfer negatif lebih dikenal dengan istilah interferensi. Interferensi dapat diartikan sebagai penggunaan sistem B1 dalam menggunakan B2, sedangkan sistem tersebut tidak sama dalam kedua bahasa itu.
BAB II
Dalam bukunya Analisis Kesalahan, Mansoer Pateda mengatakan bahwa kesalahan adalah penyimpangan-penyimpangan yang bersifat sistematis yang dilakukan si terdidik ketika ia menggunakan bahasa. Telah dijelaskan pula bahwa kesalahan yang bersifat sistematis berhubungan dengan kompetensi.
Kesalahan berbahasa itu banyak jenisnya, namun tidak semuanya dapat dikategorikan pada kesalahan yang berhubungan dengan kompetensi. Disadari pula bahwa pada mulanya analisis kesalahan hanya digunakan untuk bahasa Inggris sebagai bahasa kedua yang diajarkan di Negara-negara di dunia ini. Guru bahasa Inggris yang mengajar si terdidik yang berlatar belakang bahasa bukan bahasa Inggris menjumpai banyak kesulitan dan menemui bahwa si terdidik yang mempelajari bahasa Inggris tersebut membuat kesalahan. Salah satu usaha untuk mendeskripsi kesalahan ini, ialah menerapkan analisis kesalahan.
Berikut ini adalah beberapa konsep jenis kesalahan yang diharapkan dengan diketahuinya jenis kesalahan ini oleh guru, guru dapat menganalisisnya sehingga diperoleh data dari si terdidik.
A.      KESALAHAN ACUAN
Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi apa yang diambil, dibawa, ditunjuk, dibayangkan, tidak sesuai dengan acuan yang dimaksud oleh pembicara. Misalnya kita menyuruh seseorang, “Bawalah kursi kuliah”, lalu yang dibawa hanya kursi biasa. Pada kesempatan lain kita menyuruh seorang anak, “Pergilah kau ke pasar, belilah bawang putih”. Setelah beberapa lama anak tadi kembali, dan berkata, “Ini Kak” (sambil menyerahkan apa yang dibelinya). Serta merta timbul kejengkelan, sebab yang dibeli bukan bawang putih, realisasinya bawang merah. Benda yang diacu tidak sesuai dengan yang dikehendaki.
Kesalahan acuan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada kesempatan tertentu kita meminta ini, yang dibawa itu, kita meminta dibelikan celan apanjang yang dibeli celana pendek. Singkatnya, kesalahan acuan berkaitan dengan realisasi benda, proses, atau peristiwa yang tidak sesuai dengan acuan yang dikehendaki pembicara atau penulis. Untuk menghindari agar kesalahan acuan tidak terjadi, sebaiknya pesan yang kita sampaikan harus jelas dan tidak menimbulkan berbagai tafsiran.
B.       KESALAHAN REGISTER
Register berhubungan dengan variasi bahasa yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang. Dengan demikian kesalahan register adalah kesalahan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan seseorang. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata operasi. Bagi seorang dokter, kata operasi selalu dihubungkan dengan usaha menyelamatkan nyawa seseorang dengan jalan membedah tubuh atau bagian tubuh. Misalnya, kita dengar dari kalimat dokter yang berbunyi, “Operasi usus buntu anak Bapak, Insya Allah akan dilaksanakan besok”. Terdengar pula kalimat, “Operasi jantung Pak Koko berjalan lancar”. Bagi seorang petugas pemerintahan, kata operasi biasanya dihubungkan dengan pemungutan pajak, penertiban keamanan, ajakan membersihkan selokan sehingga muncul kalimat, “Operasi IPEDA akan dilaksanakan hari Jumat”.

C.       KESALAHAN SOSIAL
Manusia adalah mahkluk sosial. Ia tidak mungkin hidup sendiri. Dalam kenyataan seperti itu, ia harus berkomunikasi dengan orang lain. Dalam sosiolinguistik dikenal variasi bahasa yang dikaitkan dengan latar belakang sosial pembicara dan pendengar. Yang dimaksud dengan latar belakang sosial di sini, misalnya yang berhubungan dengan jenis kelamin, pendidikan, umur, tempat tinggal, dan jabatan. Latar belakang sosial ini mengharuskan kita untuk pandai-pandai memilih kata kalimat yang sesuai dengan latar belakang orang yang diajak bicara. Kesalahan memilih kata yang dikaitkan dengan status sosial orang yang diajak berbicara menimbulkan kesalahan yang disebut kesalahan sosial.

D.      KESALAHAN TEKSTUAL
Kesalahan tekstual mengacu pada jenis kesalahan yang disebabkan oleh tafsiran yang keliru terhadap kalimat atau wacana yang kita dengar atau yang kit abaca. Misalnya kalimat, “Anak dokter Ahmad Ali sakit”, memperlihatkan berbagai kemungkinan tafsiran. Seandainya yang saya maksud hanya ada dua orang yang sakit dan sahabat saya berpendapat bahwa ada empat orang yang sakit, maka tafsiran sahabat saya itu dapat digolongkan ke dalam kesalahan tekstual.



E.       KESALAHAN PENERIMAAN
Kesalahan penerimaan biasanya berhubungan dengan keterampilan menyimak atau membaca. Dihubungkan dengan menyimak kesalahan penerimaan disebabkan oleh, (i) pendengar yang kurang memperhatikan pesan yang disampaikan oleh pembicara, (ii) alat dengar pendengar, (iii) suasana hati pendengar, (iv) lingkungan pendengar, misalnya kebisingan, rebut, (v) ujaran yang disampaikan tidak jelas, (vi) kata atau kalimat yang digunakan pembicara mempunyai makna ganda, (vii) antara pembicara dan pendengar tidak saling menegrti, (viii) terlalu banyak pesan yang disampaikan sehingga sulit diingat oleh si pendengar.

F.        KESALAHAN PENGUNGKAPAN
Kesalahan pengungkapan berkaitan dengan pembicara. Pembicara atau penulis salah mengungkapkan atau menyampaikan apa yang dipikirkannya, yang dirasakannya atau yang diinginkan. Misalnya petugas Bandar udara mengucapkan fifteen, padahal yang dimaksud fifty. Akibat salah pengungkapan itu kapten kapal (pilot) segera menukikkan pesawatnya dan tentu saja kecelakaan tak dapat dihindari.

G.      KESALAHAN PERORANGAN
Kesalahan perorangan jelas menggambarkan yang dibuat oleh seseorang di antara kawan-kawannya sekelas. Kalau kita mengajar, pelajaran yang kita berikan tentunya ditujukan untuk sekelompok terdidik yang terdapat di dalam sebuah kelas, namun yang belajar sesungguhnya individu-individu itu sendiri.

H.      KESALAHAN KELOMPOK
Kelompok merupakan bagian dari murid-murid sekelas yang sifatnya klasikal. Sekelompok boleh saja hanya 3 orang, 5 orang, tetapi barangkali pula sampai 10 orang. Mempelajari kesalahan kelompok itu homogeny berarti apabila kelompok itu homogeny, misalnya menggunakan bahasa ibu yang sama dan semuanya mempunyai latar belakang yang sama, baik intelektual maupun sosial. Murid yang menggunakan bahasa yang berbeda-beda, kesalahannya lebih banyak jika dibandingkan dengan murid-murid yang homogen.


I.         KESALAHAN MENGANALOGI
Kesalahan menganalogi adalah sejenis kesalahan pada si terdidik yang menguasai suatu bentuk bahasa yang dipelajari lalu menerapkannya dalam konteks, padahal bentuk itu tidak dapat diterapkan. Si terdidik melakukan proses pemukulrataan, tetapi proses pemukulrataan yang berlebihan. Si terdidik menggunakan kata atau kalimat yang berpola pada kata atau kalimat yang didengarnya padahal bentuk itu tidak dapat diterapkan.

J.         KESALAHAN TRANSFER
Kesalahan transfer terjadi apabila kebiasaan-kebiasaan pada bahasa pertama diterapkan pada bahasa yang dipelajari. Apabila sistem bahasa pertama mirip dengan bahasa kedua, transfer seperti ini disebut fasilitas atau transfer positif, atau interlingual, dan apabila transfer yang disebabkan oleh sistem bahasa yang berbeda, disebut interferensi atau intralingual.

K.      KESALAHAN GURU
Kesalahan guru sebenarnya berhubungan dengan teknik dan metode pengajaran yang dilakukan guru di dalam kelas. Kesalahan guru adalah kesalahan yang dibuat si terdidik karena metode atau bahan yang diajarkan salah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat sisipan –el- dan –er-. Grur yang kurang berhati-hati mengatakan, sisipan –el- dan –er- dapat dilekatkan pada beberapa kata yang dikiranya mungkin. Itu sebabnya Ia berkata sisipan –el- terdapat pada kata belebas dan gelas, sisipan –er- terdapat pada kata beras, dan sisipan –em- terdapat pada pemakai.

L.       KESALAHAN LOKAL
Kesalahan lokal adalah kesalahan yang tidak menghambat komunikasi yang pesannya diungkapkan dalam sebuah kalimat. Kesalahan lokal dapat juga dikatakan kesalahan yang disebabkann oleh penggunaan bahasa yang biasa di daerah tertentu kemudian digunakan untuk berkomunikasi dengan orang dari daerah lain.

M.     KESALAHAN GLOBAL
Kesalahan global adalah kesalahan karena efek makna seluruh kalimat. Kesalahan jenis ini menyebabkan pendengar atau pembaca salah mengerti suatu pesan atau menganggap bahwa suatu kalimat tidak dapat dimengerti. Valdaman (1975) yang dikutip Ruru dan Ruru mengadakan modifikasi terhadap batasan yang dikemukakan di atas. Valdman mendefinisikan kesalahan global sebagai kesalahan komunikatif yang menyebabkan seorang penutur yang mahir dalam suatu bahasa asing, salah tafsir terhadap pesan lisan atau tertulis.

            Dalam bab 2 buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa karya Markhamah, dkk dijelaskan mengenai kalimat efektif yaitu kalimat yang kita tulis atau kita ucapkan hendaknya menggunakan bahasa secara resmi dan bahasa yang efektif. Kalimat efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
A.      Ciri Gramatikal Kalimat Efektif
Ciri gramatikal efektif adalah ciri yang harus dipenuhi oleh pemakai bahasa dalam kaitan dengan ketatabahasaan. Ciri-ciri ini dapat dilihat dari bidangn Morfologi dan bidang Sintaksis. Ciri gramatikal morfologis adalah ciri-ciri yang sesuai dengan kaidah morfologis. Sedangkan ciri gramatikal sintaksis adalah ciri gramatikal yang berkenaan dengan kaidah sintaksis.
B.       Ciri Diktis Kalimat Efektif
Ciri diktis adalah ciri kalimat efektif yang berkaitan dengan pemilihan kata. Kata yang dirangkai menjadi suatu kalimat merupakan kata-kata yang: (1) tepat bentuknya, (2) seksama (sesuai), da (3) lazim. Menurut Soedjito (1988) kalimat yang efektif adalah kalimat yang memenuhi pedoman pemilihan kata yang tepat. Pedoman pemilihan kata yang tepat meliputi: (1) pemakaian kata tutur, (2) pemakaian kata-kata bersinonim, (3) pemakaian kata yang bernilai rasa, (4) pemakaian kata-kata/ istilah asing, (5) pemakaian kata-kata kongkret dan abstrak, (6) pemakaian kata umum dan khusus, (7) pemakaian kata ideomatik, dan (8) pemakaian kata-kata yang lugas.
C.       Penalaran
Kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi penalaran. Kalimat yang memenuhi penalaran artinya kalimat yang secara nalar dapat diterima; kalimat yang diterima oleh akal sehat. Kalimat ini juga tidak menimbulkan keraguan bagi pembaca atau pendengarnya. Kalimat ini juga disebut kalimat yang logis.
Tercapainya kalimat yang logis didukung oleh beberapa komponen. Komponen yang dimaksud: kelogisan hubungan makna antara subjek dengan predikat, kelogisan hubungan makna antara subjek dengan predikat dan pelaku, kelogisan antara predikat dengan pelengkap atau objek.
D.      Keserasian
Kalimat efektif juga harus memenuhi keserasian. Serasi artinya selaras, sesuai, atau cocok. Keserasian yang dimaksud di sini adalah keselarasan atau kesesuaian situasi dengan ragam yang digunakan. Keserasian ini bisa mengacu kepada bahasa yang baik. Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi. Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketetapan pemilihan ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi.

            Sedangkan Henry Guntur Tarigan di dalam bukunya Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa membahas mengenai kontratif atau Anakon adalah kegiatan memperbandingkan  struktur B1 dan B2 untuk mengidentifikasikan perbedaan kedua bahasa itu. sebagai prosedur kerja, Anakon mempunyai langkah-langkah yang harus dituruti seperti membandingkan struktur B1 dan B2, memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
            Teori belajar yang berdasarkan psikologi behavioris mendominasi Anakon. Menurut teori ini kesalahan berbahasa kedua disebabkan oleh transfer negatif atau interferensi B1 siswa terhadap B2 yang sedang dipelajarinya. Dua butir penting sebagai inti teori belajar behavioris adalah kebiasaan dan kesalahan.
            Hasil pengajaran B2 atau pengajaran bahasa asing belum memuaskan. Anakon muncul sebagai suatu suara untuk menanggulangi permasalahan untuk menanggulangi permasalahan yang ada dalam pengajaran B2. Perlu diingat bahwa kemunculan Anakon dalam situasi tradisional, yakni pada saat bahasa Inggris dianggap sebagai B1 dan bahasa-bahasa Eropa sebagai B2.
            Bila diperhatikan langkah kerja Anakon maka dapatlah disimpulkan bahwa langkah pertama berkaitan dengan teori linguistik, langkah-langkah kedua berkaitan dengan psikologi, langkah ketiga berkaitan dengan teori linguistik dan psikologi, sedangkan langkah keempat juga berkaitan dengan psikologi. Dengan perkataan lain, Anakon mempunyai dua aspek, yakni aspek linguistik dan aspek psikologis.
            Aspek linguistik berkaitan dengan  masalah perbandingan: apa yang diperbandingkan, dan bagaimana cara memperbandingkannya. Aspek psikologis menyangkut kesukaran belajar, kesalahan berbahasa, dan penyusunan bahan ajar, cara penyampaian bahan pengajaran dan penataan kelas.
            Nanik Setyawati di dalam bukunya, Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik, pada bab 2 di bawa mengenai pengertian kesalahan berbahasa yaitu merupakan kesalahan penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktof-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia. Tiga kemungkinan penyebab seseorang dapat salah dalam berbahasa yaitu pertama, terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Kedua, kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya. Ketiga, pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna.
            Kesalahan berbahasa dianggap sebagai bagian dari proses belajar-mengajar, baik belajar secara formal maupun secara tidak formal. Kesalahan berbahasa yang terjadi atau dilakukan oleh siswa dalam suatu proses belajar-mengajar mengimplikasikan tujuan pengajaran bahasa belum tercapai secara maksimal. Semakin tinggi kuantitas kesalahan berbahasa itu semakin sedikit tujuan pengajaran berbahasa yang tercapai.  Maka dari itu, dapat disusun pengertia dari analisis kesalahan berbahasa. Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa, yang meliputi: kegiatan mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahanyang terdapat dalam sampel, menjelaskan kesalahan tersebut, mengklarifikasi kesalahan itu, dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan itu (Tarigan. Djago & Lilis Siti Sulistyaningsih, 1996/1997 : 25).
            Analisis kesalahan terhadap belajar bahasa mempunyai dampak positif. Bahasa sebagai perangkat kebiasaan dimiliki setiap orang sebagai media komunikasi. Ada kecendurangan setiap pemakai bahasa lebih sering mengikuti jalan pikirannya tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah yang ada dalam tata bahasa. Sebaliknya, pemakai bahasa yang selalu mempertimbangkan kaidah-kaidah tata bahasa berupaya menghasilkan konsep sesuai dengan struktur bahasa yang dipelajari.

BAB III

Dalam buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa, karya Markhamah dkk, bab 3 pada buku membahas mengenai kepaduan dan ketepatan makna. Ciri kalimat efektif seperti yang sudah dijabarkan dalam bab 2 yaitu adanya kepaduan unsur-unsur yang ada pada suatu kalimat. Kepaduan artinya keadaan padu, kesatuan pikiran, kebulatan pendapat (Tim Penyusun KBBI, 2007: 810). Yang dimaksud kepaduan di sini adalah adanya hubungan makna antara satu unsur kalimat dengan unsur kalimat lain. Kepaduan ini dapat disejajarkan dengan koherensi dalam paragraf. Ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan supaya pemakain bahasa dapat menyusun kalimat yang padu yaitu sebagai berikut.
1.        Tidak meletakkan keterangan yang berupa klausa di antara S (subjek) dan P (predikat)
2.        Tidak meletakkan asspek di depan S
3.        Tidak menempatkan keterangan aspek di antara pelaku dan pokok kata kerja yang merupakan kata kerja pasif bentuk diri
4.        Tidak menyisipkan kata depan di antara P dan O (objek)

Selain kepaduan, kalimat efektif adalah kalimat yang tepat maknanya. Ketetapan makna, di sampan ditentukan oleh ketetapan letak unsur-unsur kalimat yang akan memantapkan makna, bisa juga ditentukan oleh ketiadaan kata yang mubazir (kalimat hemat).
1.        Kemantapan makna kalimat
Kalimat yang maknanya mantap sama dengan kalimat yang tidak goyah maknanya. Kalimat yang mantap maknanya merupakan kalimat yang maknanya tidak mendu (ambigu) termasuk kalimat yang efektif.
2.        Kalimat Hemat
Kalimat hemat merupakan kalimat yang tidak menggunakan kata-kata yang mubazir atau kalimat yang tidak mengandung unsur-unsur yang tidak diperlukan.
          Berbeda halnya bab 3 dalam buku Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik karya Nanik Setyawati. Pada buku ini, bab 3 tidak membahas tentang kepaduan dan ketetapan makna kalimat efektif, melainkan membahas mengenai kesalahan berbahasa pada tataran fonologi.
          Kesalahan berbahasa Indonesia dalam tataran fonologi dapat terjadi baik penggunaan bahasa secara lisan maupun secara tertulis. Sebagian besar kesalahan berbahasa Indonesia dalam tataran fonologi berkaitan dengan pelafalan. Bila kesalahan pelafalan tersebut dituliskan, maka terjadilah kesalahan berbahasa dalam ragam tulis. Beberapa gambaran kesalahan pelafalan yang meliputi: (a) perubahan fonem, (b) penghilangan fonem, dan (c) penambahan fonem.
a)        Kesalahan Pelafalan karena Perubahan Fonem
   Terdapat banyak contoh kesalahan pelafalan karena pelafalan foenm-fonem tertentu berubah atau tidak diucapkan sesuai kaidah. Kesalahan pelafalan karena perubahan fonem dapat dibagi menjadi tiga, yaitu perubahan fonem vokal, perubahan fonem konsonan, dan perubahan pelafalan kata atau singkatan.
b)        Kesalahan Pelafalan karena Penghilangan Fonem
   Pemakai bahasa sering menghilangkan bunyi tertentu pada sebuah kata, yang mengakibatkan justru pelafalan tersebut menjadi salah atau tidak benar. Penhilangan tersebut terjadi menjadi lima, yaitu penghilangan fonem vokal, penghilangan fonem konsonan, penghilangan fonem vokal rangkap menjadi vokal tunggal, penghilangan deret vokal menjadi vokal tunggal dan terakhir, penghilangan gugus konsonan.
c)        Kesalahan Pelafalan karena Penambahan Fonem
   Terdapat pula kesalahan pelafalan dikarenakan pemakai bahasa tersebut menambahkan fonem tertentu pada kata-kata yang diucapkan. Kesalahan-kesahan itu terjadi pada bagian fonem vokal, penambahan fonem konsonan, pembentukan derert vokal, dan pembentukan gabungan atau gugus konsonan dari fonem konsonan tunggal.

Sedangkan pada bab 3 buku Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa membahas mengenai teori analis kesalahan. Kesalahan yang sering dibuat oleh siswa harus dikurangi dan kalau dapat dihapuskan sama sekali. Hal ini baru dapat tercapai kalau seluk beluk kesalahan itu dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan itulah yang disebut analisis kesalahan. Analisis Kesalahan (Anakes) mempunyai langkah-langkah kerja:
(1)     Pengumpulan sampel kesalahan
(2)     Pengidentifikasian kesalahan
(3)     Penjelasan kesalahan
(4)     Pengklasifikasian kesalahan
(5)     Pengevaluasian kesalahan

Tujuan Analisis Kesalahan adalah untuk:
(a)      Menentukan urutan bahan ajaran
(b)     Menentukan urutan jenjang penekanan bahan ajaran
(c)      Merencanakan latihan dan pengajaran remedial
(d)     Memilih butir pengujian kemahiran siswa

Metodologi Analisis Kesalahan yang ideal mencakup:
(1)     Mengumpulkan data kesalahan
(2)     Mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan
(3)     Memperingkat kesalahan
(4)     Menjelaskan kesalahan
(5)     Memprakirakan daerah rawan kesalahan
(6)     Mengoreksi kesalahan

Analisis Kesalahan mendasarkan prosedur kerja kepada data yang actual dan masalah yang nyata. Anakes dianggap lebih efisien dan ekonomis dalam penyusunan rencana strategi pengajaran. Anakes dapat berfungsi sebagai dasar pengajian prediksi Anakon dan sekaligus sebagai pelengkap hasil Anakon.
Untuk memperoleh hasil yang lebih memuaskan dari Analisis Kesalahan maka para pendukungnya pernah mengadakan reoreintasi, khusunya mengenai:
a)        Penegrtian kesalahan
b)        Perbedaan antara kesalahan dan kekeliruan
c)        Tujuan Anakes
d)       Data dan metode Anakes
e)        Sumber, sebab, signifikasi Anakes

Ada kaitan antara “dialek sosial” dan “dialek idiosinkratik”. Dialek idiosinkratik disebut juga “dialek transisi” atau “antarbahasa”. Idisinkratik dapat pula dibedakan atas:
a)        Idiosinkratik samar (covertly idiosyncratic)
b)        Idiosinkratik jelas (overtly idiosyncratics)

Ada beberapa “keunggulan” Anakes, yaitu:
(i)       Dapat menjelaskan kesalahan siswa
(ii)     Mengangkat martabat linguistik terapan
(iii)   Mengankat status kesalahan (yang selama ini tidak disenangi) menjadi obejk penelitian khusus.
     Adapun beberapa “kelemahan” Anakes, yakni:
(i)       Adanya kekacauan antara aspek proses dan aspek produjk Anakes (antara pemerian kesalahan dengan penjelasan kesalahan);
(ii)     Kurangnya/ tiadanya ketpatan, dan kekhususan dalam definisi kategori-kategori kesalahan;
(iii)   Penyederhanaan kategorisasi penyebab kesalahan para siswa.

Berbeda pula dengan ban 3 pada buku Analisis Kesalahan karya Mansoer Pateda. Pada bab ini Mansoer Pateda membahas mengenai daerah dan sifat kesalahan. Bahasa merupakan objek linguistik. Kita mengetahui linguistik terbagi atas tataran-tatarannya yaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
A.      Daerah Kesalahan Fonologi
Kesalahan fonologi berhubungan dengan pelafalan dan penulisan bunyi bahasa. Dahulu dalam bahasa Indonesia tidak dikenal fonem /v/, sehinga kata vak di lafalkan pak. Padahal makna kata vak berbeda debgab makna kata pak, seperti yang tampak pada kalimat:
-          Ambillah dua pak karcis.
-          Sekarang vak matematika di kelas V.
B.       Daerah Kesalahan Morfologi
Kesalahan pada bidang morfolgi berhubungan dengan tata bentuk kata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan pada bidang morfologi akan menyangkut derivasi, diksi, kontaminasi, dan pleonasme. Ini semua berhubungan pula dengan kosa kata.

C.       Daerah Kesalahan Sintaksis
   Kesalahan pada daerah sintaksis berhubungan erat dengan kesalahan pada daerah morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata. Itu sebabnya daerah kesalahan sintaksis berhubungan misalnya dengan (i) kalimat yang berstruktur tidak baku, (ii) kalimat yang ambigu, (iii) kalimat yang tidak jelas, (iv) diksi yang tidak tepat yang membentuk kalimat (v) kontaminasi kalimat, (vi) koherensi, (vii) kalimat mubazir, (viii) kata serapan yang digunakan di dalam kalimat, dan (ix) logika kalimat.
D.      Daerah Kesalahan Semantis
Untuk dapat menentukan kesalahan yang berhubungan dengan sematik, guru harus menguasai makna kata, pemilihan kata, dan pemakaian kata. Kalau guru tidak menguasai makna kata, pemilihan kata, dan pemakaian kata sesuai dengan makna dan fungsinya jangan harap dapat memeriksa atau menentukan kesalahan si terdidik.
E.       Kesalahan Memfosil
Kesalahan memfosil tidak berkaitan dengan daerah kesalahan tetapi menyangkut sifat kesalahan. Hal ini menunjukan adanya kesalahan yang berhubungan dengan kaidah bahasa dan kesalahan itu sendiri telah tinggal sebagai potensi yang sewaktu-waktu akan muncul dalam performansi. Oleh karena kesalahan itu sudah menjadi potensi, kesalahan tersebut menjadi biasa dan lama-kelamaan tidak dianggap kesalahan lagi. Dapat ditarik kesimpulan bahwa fosilisasi adalah bentuk-bentuk linguistik yang salah, tetapi karna bentuk-bentuk itu selalu digunakan, kesalahan seperti itu dianggap biasa.
BAB IV
Pada bab ke 4 ini, Henry Guntur Tarigan dalam bukunya Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa membahas mengenai Antarbahasa atau Interlanguange. Pada dasarnya Analisis Kontrastif dan Analisis Kesalahan berbeda dengan Antarbahasa dalam hal sebagai berikut, yaitu pada sikap terhadap performansi, terutama sekali terhadap “kesalahan”, dan performansi pembelajar yang dapat dihubungkan dengan ciri-ciri bahasa ibunya.
Istilah “antarbahasa” bersinonim dengan “dialek idiosinkratik” dan “sistem aproksimatif”; tetapi “antarbahasa”lebih mapan dan lebih luas terpakai karena istilah itu:
a)      Lebih netral;
b)      Mencakup status yang tidak menentukan dari sistem sang pembelajar (antara bahasa aslinya dan bahasa sasaran);
c)      Menggambarkan “kecepatan yang tidak normal” yang dapat bertindak sebagai sarana pengubah bahasa pembelajar;
d)     Secara eksplisit mengakui dan menghargai hakikat performansi pembelajar yang sistematis.
Adapun tujuan dari telaah Antarbahasa yaitu untuk:
a.       Memberi informasi perilaku pembelajar bagi perencanaan strategi pedagogik;
b.      Bertindak sebagai prasyarat bagi validasi tuntutan keras dan tuntutan lemah pendekatan kontrastif;
c.       Mencari hubungan antara pembelajaran masa kini, dulu, dan nanti;
d.      Memberi sumbangan bagi teori linguistik umum.
Telaah Antarbahasa memang mengandung implikasi pedagogis; terutama sekali dalam penjernihan hal-hal berikut ini:
(i)       Kriteria untuk membedakan antara kesalahan yang merupakan hipotesis-hipotesis produktif dan kesalahan yang berakibat dari generalisasi-generalisasi yang keliru;
(ii)     Metodologi untuk mengenali secara jelas sumber-sumber kesalahan
(iii)   Suatu hierarki tipe-tipe kesalahan dalam kaitannya dengan komunikasi efektif dan reaksi sikap-sikap;
(iv)   Gagasan “kesalahan” versus “penyimpangan” yang berterima dalam konteks-konteks pembelajaran bahasa kedua atau B2.

Lainhal dengan buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa karya Markhamah, dkk, pada bab 4 dibahasa mengenai kalimat bervariasi. Keefektifan kalimat, selain dilihat dari ciri gramatikal, keselarasan, kepaduan, dan kehematan juga dilihat dari kevariasian. Kevariasian memang tidak langsung berdampak pada kesalahan, tetapi lebih berdampak pada ketpatan, gaya, atau keindahan. Kevariasian dapat menghindarkan pendengar dan atau pembaca dari kebosanan. Artinya seseorang dalam berkomunikasi dituntut memilih kata, klausa, kalimat, bahkan paragraf yang bervariasi.
Soedjito (1988) membedakan variasi berdasarkan urutan dan jenis kalimat. Yang dimaksud variasi urutan adalah urutan unsur-unsur fungsi yang berbeda. Berbeda urutan yang dimaksud adalah urutan biasa dan ururtan inversi. Adapun variasi berdasarkan jenis kalimat dibedakan menjadi dua. Pertama, variasi antara aktif dan pasif yang disebut variasi aktif-pasif. Kedua variasi antara kalimat berita dengan kalimat perintah dan dengan kalimat Tanya. Variasi kedua ini disebut variasi berita-perintah-tanya.
Berbeda lagi, dalam buku Analisis Kesalahan karya Mansoer Pateda. Bab 4 pada bukunya membahas mengenai sumber dan penyebab kesalahan. Pendapat popular menyebutkan kesalahan bersumber pada ketidakhati-hatian si terdidik dan yang lain karena pengetahuan mereka terhadap bahasa yang dipelajari, dan interferensi. Kategori kesalahan ini, ada yang sifatnya prasistematis, sistematis, dan pascasistematis. Sifat kesalahan ini berhubungan dengan kompetensi dan yang mengacu pada kesalahan yang belum mengganggu komunikasi atau sudah dapat menimbulkan salah paham (sistematis), dan sifat kesalahan yang memfosil. Beberapa faktor kesalah ini, yaitu.
1.        Bahasa Ibu
Istilah bahasa ibu biasa dipadankan dengan istilah first language, native laguange, mother tounge, dan bagi orang Indonesia biasa dipadankan dengan istilah daerah. Berdasarkan temuan tetntang pengaruh bahasa ibu, penganut analisis kontrastif menghipotesiskan bahwa ada petunjuk keras bahasa ibu mempengaruhi akusisi bahasa yang sedang dipelajari. Di Indonesia terasa pengaruh bahasa ibu atau bahasa daerah.
2.        Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan yang turut mempengaruhi penguasaan bahasa si terdidik. Lingkungan ini meliputi lingkungan di rumah, di sekolah, dan lingkungan di masyarakat. Melihat kenyataan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari, kesalahan yang bersumber dari lingkungan disebabkan oleh, (i) penggunaan bahasa di lingkungan keluarga seisi rumah, (ii) teman sekolah, (iii) teman sepermainan, (iv) pemimpin di masyarakat, (v) siaran radio, (vi) siaran televise, (vii) surat kabar/ majalah, dan (viii) kegiatan yang menggunakan kebahasaan, misalnya spanduk, selebaran.
3.        Kebiasaan
Kebiasaan bertalian dengan pengaruh bahasa ibu dan lingkungan. Si terdidik terbiasa dengan pola-pola bahasa yang didengarnya. Oleh karena pola atau bentuk sudah menjadi kebiasaan, kesalahan sulit dihilangkan.
4.        Interlingual
Untuk menerangkan gejala interlingual kita hanya daoat mengobservasinya melalui data performansi dalam berbagai situasi dan mengidentifikasi interlingual itu melalui (i) ujaran si terdidik atau pembicara dalam bahasa pertama, (ii) interlingual yang diujarkan oelh si terdidik, dan (iii) bahasa kedua atau bahasa yang sedang dipelajari yang diujarkan oleh si terdidik. Dengan mengobservasi dan mengidentifikasi proses interlingual, kita dapat mempelajari proses psikolinguistik melalui 5 proses, yakni:
a.       Transfer bahasa
b.      Transfer latihan
c.       Strategi belajar bahasa kedua
d.      Strategi komunikasi bahasa kedua
e.       Pemukulrataan materi linguistik bahasa yang sedang dipelajari

5.        Interferensi
Memahami pengertian interferensi terdapat prinsip, (i) terdapat pengaruh, (ii) pengaruh itu berasal dari bahasa pertama atau bahasa ibu, (iii) bahasa pertama itu sistemnya berbeda dengan bahasa yang sedang dipelajari, dan (iv) bahasa pertama mempengaruhi si terdidik ketika ia mempelajari bahasa kedua. Dengan kata lain interferensi ialah adanya tuturan seseorang yang menyimpang dari norma-norma L1, sebagai akibat dari perkenalannya dengan L2 atau sebaliknya, yaitu menyimpang dari L2 sebagia akibat dari kuatnya daya tarik pola-pola yang terdapat pada L1.
Sedangkan pada buku Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik karya Nanik Setyawati, bab 4 membahas mengenai kesalahan berbahasa pada tataran morfologi. Kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi disebabkan oleh berbagai hal. Klasifikasi kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi antara lain: (a) penghilangan afiks, (b) bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak diluluhkan, (c) peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh, (d) penggantian morf, (e) penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, (f) pemakaiana afiks yang tidak tepat, (g) penentuan bentuk dasar yang tidak tepat, (h) penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan (i) pengulangan kata majemuk yang tidak tepat.