BAB I
Oleh
Merry Christin Sirait
2222120191
Dalam
bukunya Analisis Kesalahan Berbahasa
Indonesia: Teori dan Praktik, Nanik Setyawati mengatakan bahwa bahasa
Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai (1) bahasa nasional dan (2)
bahasa Negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa, bahasa Indonesia memiliki
beberapa fungsi, antara lain sebagai: (a) lambang kebangsaan nasional, (b)
lambang identitas nasional, (c) alat pemersatu berbagai masyarakat yang
berbeda-beda latar belakang sosial, budaya, dan bahasa, dan (d) alat
perhubungan antarbudaya dan daerah.
Bahasa
Indonesia dalam praktik pemakaiannya pada dasarnya beranekaragaman.
Keanekaragaman pemakaian bahasa itulah yang dinamakan ragam bahasa. Ragam
bahasa atau variasi pemakaian bahasa dapat diamati berdasarkan sarananya,
suasananya, norma pemakaiannya, tempat atau daerahnya, bidang penggunaannya,
dan lain-lain.
Dilihat
dari segi sarananya pemakaiannya, ragam bahasa dapat dibedakan atas ragam lisan
dan tulis. Jika dilihatnya dari segi suasananya, ragam bahasa Indonesia dapat
dibedakan menjadi ragam resmi atau ragam formal dan ragam tidak resmi atau
ragam tidak formal. Bila ragam bahasa ditinjau dari segi sarananya dan segi
suasananya tersebut dipadukan; maka akan ditemukan ragam lisan resmi dan ragam lisan
yang tidak resmi. Di samping itu ada juga ragam tulis resmi dan ragam tulis
tidak resmi. Selain dilihat dari segi sarana pemakaian dan suasananya, ragam
bahasa juga ditinjau berdasarkan norma pemakaiannya dapat dibedakan atas ragam
baku dan ragam tidak baku. Lebih lanjut, ragam bahasa dapat pula dibedakan
berdasarkan bidang penggunaannya. Berdasarkan bidang penggunaannya, ragam
bahasa dapat dibedakan atas ragam bahasa ilmu, sastra, hukum, jurnalistik, dan
sebagainya.
Selain
itu,bahasa Indonesia juga digubakan sebagai ragam bahasa ilmu. Ragam bahasa
ilmu adalah ragam bahasa yang digunakan oleh para cerdik pandai dan oleh kaum
terpelajar di seluruh pelosok tanah air. Sifat bahasa indoneisa sebagai ragam
bahasa ilmu antara lain sebagai (1) ragam bahasa ilmu bukan dialek yang sedapat
mungkin menghindarkan diri dari penggunaan kata-kata dan struktur dialek. (2)
ragam bahasa ilmu merupakan ragam bahasa resmi yang pada umumnya patuh
mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku. (3) ragam bahasa ilmu digunakan para cendekiawan
untuk mengomunikasikan ilmu. (4) Lebih diutamakan penggunaan kalimat pasif. (5)
banyak menggunakan kata-kata istilah. Kata-kata digunakan dalam arti denotative
bukan dalam arti konotatif. (6) dan terakhir, konsisten dalam segala hal.
Berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar adalah berbahasa Indonesia yang sesuai dengan
faktor-faktor penentu berkomunikasi dan
benar dalam penerapan aturan kebahasaannya. Penentuan atau kriteria berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar itu tidak jauh berbeda dengan yang dikatakan
sebagai berbahasa baku. Kebakuan suatu bahasa sudah menunjukan masalah “baik”
dan “benar” bahasa itu.
Sedangkan
dalam Bab 1 buku Analisis Kesalahan dan
Kesantunan Berbahasa karya Markhamah, dkk. Mengatakan bahwa manusia adalah
makhluk yang berbudaya. Sebagai makhluk yang berbudaya, manusia perlu
berinteraksi dengan sama manusia. Dalam berinteraksi dibutuhkan norma-norma dan
etika agar hubungan harmonis, tidak terganggu, dan tidak ada masalah.
Ada
dua sisi yang perlu mendapatkan perhatian ketika seorang berkomunikasi. Pertama, bahasanya sendiri. Kedua, sikap atau perilaku ketika
berkomunikasi. Terkait dengan bahasanya terdapat kaidah kebahasaan yang perlu
ditaati, termasuk di dalam kaidah kebahasaan ini adalah kaidah fonologi,
morfologi, sintaksis dan semantik yang berlaku pada bahasa yang dipilihnya
sebagai alat untuk berkomunikasi. Selain itu, seseorang yang berkomunikasi
perlu memperhatikan etika berbahasa. Hal-hal yang berhubungan dengan etika
berbahasa ini diantaranya kaidah-kaidah dan norma sosial yang berlaku pada
masyarakat tempat seorang berkomunikasi dengan oranglain, sistem kekerabatan
yang berlaku pada masyarakat itu, norma-norma keagamaan yang dianut oleh
masyarakat yang bersangkutan, dan sistem-sistem kultural lainnya yang berpengaruh
dalam pemakaian bahasa seeorang dalam suatu masyarakat.
Sikap
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
selanjutnya disingkat KBBI berarti: (1) kokoh atau bentuk tubuh, (2) cara
berdiri tegak, teratur, atau dipersiapkan untuk bertindak, (3) perbuatan sebagainya
yang berdasarkan pada pendirian (pendapat, keyakinan), (4) perilaku,
gerak-gerik (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997: 938). Sikap dalam
berbahasa di sini yang dimaksudkan adalah perilaku atau gerak-gerik ketika
seseorang menggunakan bahasa atau berkomunikasi dengan oranglain.
Etika
adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997: 270). Jika
etika komunikasi dikesampingkan, orang akan dirugikan oleh hadirnya komunikasi.
Pada buku ini, seluruh isi bab 1 merupakan penjabaran maksud ditulisnya buku
serta sistematika di dalam buku.
Lainhal dalam buku Analisis Kesalahan, Mansoer Pateda pada
bab pertama dalam bukunya membahas
mengenai analisis kesalahan sebagai bagian linguistik. Kita mengetahui bahwa
linguistik dapat dilihat dari berbagai segi. Dengan kata lain linguistik dapat
dipelajari berdasarkan:
·
Pembidangannya
·
Sifat telaahnya
·
Pendekataan
objeknya
·
Alat analisisnya
·
Hubungan dengan
ilmu lain
·
Penerapannya
·
Teori atau
aliran yang mendasarinyanya (Pateda, 1982; 83-98).
Dengan kata lain, analisis kesalahan merupakan
bagian dari linguistik, dan juga bagian linguistik terapan. Dalam bab 1 ini
juga, pateda membahas mengenai analisis kontratif dan analisis kesalahan.
Perkembangan linguistik kontrastif yang menghasilkan analisis kontrastif
bermula dari pendapat bahwa perlu adanya perbandingan kebudayaan pemakai bahasa
yang dipelajari. Perbandingan bahasa dilaksanakan karena bahasa merupakan media
kebudayaan. Dengan membandingkan budaya si terdidik dengan budaya asing, akan
diperoleh gambaran yang sering menyebabkan kesalahan antara kedua budaya
tersebut.
Analisis kontrastif bertujuan adalah (i)
menganalisis perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari
agar pengajaran berbahasa berhasil baik. (ii) menganalisis perbedaan antara
bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari agar kesalahan berbahasa si
terdidik dapat diramalkan yang pada gilirannya kesalahan yang diakibatkan oleh
pengaruh bahasa ibu itu dapat diperbaiki. (iii) hasil analisis digunakan untuk
menuntaskan keterampilan berbahasa terdidik. (iv) membantu si terdidik untuk
menyadari kesalahan berbahasa sehingga dengan demikian si terdidik diharapkan
dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajari dalam waktu tidak lama.
Di Indonesia dan di Negara-negara mana pun di dunia
ini telah dikembangkan hipotesis-hipotesis pemerolehan bahasa kedua. Bagi kita
di Indonesia yang sebagian besar penduduknya masih menggunakan bahasa daerah
tertentu, maka yang dimaksud dengan bahasa kedua adalah bahasa Indonesia. Pada
waktu guru menyuruh si terdidik menyimak, berbicara, membaca atau menulis,
pasti guru menemukan kesalahan-kesalahan yang dibuat murid. Analisis kesalahan
dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah
kesalahan, sifat kesalahan, dan sumber serta penyebab kesalahan.
Apabila guru telah menemukan aneka kesalahan, maka
guru dapat mengubah metode dan teknik pengajaran yang ia gunakan, dapat
menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat membuat rencana pengajaran
remedial (untuk program perorangan, kelompok atau klasikal), dan sekaligus
sangat berguna dalam perencanaan pengajaran bahasa itu sendiri.
Analisis kesalahan dapat dibagi atas analisis
kesalahan tradisional dan analisis kesalahan yang disempurnakan. Menurut
Sridhar (1975) yang dikutip oleh Baradja (1981: 11) analisis kesalahan
tradisional jelas-jelas pragmatis, yaitu memperoleh balikan untuk keperluan
penyusunan buku teks dan penyempurnaan strategi pengajaran. Sedangkan analisis
kesalahan yang disempurnakan menurut Corder yang dikutip Baradja (1981: 12)
mempunyai dua tujuan, yaitu yang sifatnya lebih teoretis, dan yang sifatnya
lebih praktis.
Analisis kesalahan bertujuan untuk menemukan
kesalahan, mengklasifikasikan, dan terutama untuk melakukan tindakan perbaikan.
Kesalahan si terdidik mungkin saja disebabkan oleh si terdidik sendiri, tetapi
mungkin pula disebabkan oleh guru, bahan, metode atau barangkali teknik
mengajar guru. Dengan analisis kesalahan, guru dapat merencanakan pengajaran
remedial dan dengan demikian dapat pula menentukan bahan yang akan diujikannya.
Dalam
buku Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa karya Henry Guntur Tarigan, bab 1 membahas mengenai tinjauan umum
tentang pengajaran bahasa, pemerolehan bahasa, kedwibahasaan, interfensi, dan
kesalahan berbahasa. Lebih dari separuh penduduk bumi ini adalah
kedwibahasawan. Kedwibahasawan terdapat di setiap Negara. Kedwibahasan adalah
hasil dari pemorelahan bahasa. Ini berarti bahwa sebagian besar manusia di bumi
ini menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Orang yang biasa
menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian untuk tujuan yang berbeda
pada hakikatnya merupakan agen pengontak dua bahasa. Semakin besar jumlah orang
yang seperti ini maka semakin intensif pula kontak antara dua bahasa yang
mereka gunakan. Kontak ini menimbulkan saling pengaruh, yang manifestasinya
menjelma di dalam penerapan kaidah bahasa pertama (B1) di dalam penggunaan
bahasa kedua (B2). Keadaan sebaliknya pun dapat terjadi di dalam pemakaian
sistem B2 pada saat menggunakan B1. Salah satu dampak negatif dari praktek
penggunaan dua bahasa secara bergantian adalaah terjadinya kekacuan pemakaian
bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah interfensi.
Memahami kesalahan berbahasa berarti
juga memahami pengajaran bahasa, pemerolehan bahasa, kedwibahasaan, dan
interfensi. Kelima hal itu saling berkaitan baik langsung atau tidak langsung.
Pemerolehan bahasa pertama adalah segala kegiatan seseorang dalam rangka
menguasai bahasa ibu. Pemerolehan bahasa kedua adalah proses yang disadari atau
tidak disadari dalam rangka menguasai bahasa kedua setelah seseorang menguasai
bahasa ibunya; proses belajar dapat bersifat alamiah ataupun ilmiah.
Pengertian kedwibahasaan tidak bersifat
mutlak hitam atau putih tetapi bersifat relative, bersifat kira-kira atau
kurang lebih. Kedwibahasaan merupakan fenomena yang menggejala di setiap Negara
di dunia ini. Pengertian kedwibahasaan berkembang dan berubah mengikuti tuntutan
situasi dan kondisi. Pada gilirannya akan terlihat dampaknya dalam
pendefenisian kedwibahasaan itu dengan cara dan isi yang berbeda-beda.
Kedwibahasaan dapat diklasifikasikan dengan berbagai sudut pandangan. Oleh
karena itu, dalam kenyataan sehari-hari kita temui berbagai jenis
kedwibahasaan.
Kontak bahasa yang terjadi di dalam diri
dwibahasawan menyebabkan saling pengaruh antara B1 dan B2. Saling-pengaruh ini
apat terjadi pada setiap unsur bahasa, seperti fonologi, morfologi, dan
sintaksis. Penggunaan sistem bahasa tertentu pada bahasa lainnya disebut
transfer. Bila sistem yang digunakan itu bersamaan maka transfer itu disebut
transfer positif. Sebaliknya, bila sistem yang digunakan itu berlainan atau
bertentangan disebut transfer negatif. Transfer negatif menyebabkab timbulnya
kesulitan dalam pengajaran B2 dan sekaligus merupakan salah satu sumber
kesalahan berbahasa. Transfer negatif lebih dikenal dengan istilah
interferensi. Interferensi dapat diartikan sebagai penggunaan sistem B1 dalam
menggunakan B2, sedangkan sistem tersebut tidak sama dalam kedua bahasa itu.
BAB II
Dalam bukunya Analisis Kesalahan, Mansoer Pateda mengatakan bahwa kesalahan
adalah penyimpangan-penyimpangan yang bersifat sistematis yang dilakukan si
terdidik ketika ia menggunakan bahasa. Telah dijelaskan pula bahwa kesalahan
yang bersifat sistematis berhubungan dengan kompetensi.
Kesalahan berbahasa itu banyak jenisnya,
namun tidak semuanya dapat dikategorikan pada kesalahan yang berhubungan dengan
kompetensi. Disadari pula bahwa pada mulanya analisis kesalahan hanya digunakan
untuk bahasa Inggris sebagai bahasa kedua yang diajarkan di Negara-negara di
dunia ini. Guru bahasa Inggris yang mengajar si terdidik yang berlatar belakang
bahasa bukan bahasa Inggris menjumpai banyak kesulitan dan menemui bahwa si
terdidik yang mempelajari bahasa Inggris tersebut membuat kesalahan. Salah satu
usaha untuk mendeskripsi kesalahan ini, ialah menerapkan analisis kesalahan.
Berikut ini adalah beberapa konsep jenis
kesalahan yang diharapkan dengan diketahuinya jenis kesalahan ini oleh guru,
guru dapat menganalisisnya sehingga diperoleh data dari si terdidik.
A.
KESALAHAN ACUAN
Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi apa yang
diambil, dibawa, ditunjuk, dibayangkan, tidak sesuai dengan acuan yang dimaksud
oleh pembicara. Misalnya kita menyuruh seseorang, “Bawalah kursi kuliah”, lalu
yang dibawa hanya kursi biasa. Pada kesempatan lain kita menyuruh seorang anak,
“Pergilah kau ke pasar, belilah bawang putih”. Setelah beberapa lama anak tadi
kembali, dan berkata, “Ini Kak” (sambil menyerahkan apa yang dibelinya). Serta
merta timbul kejengkelan, sebab yang dibeli bukan bawang putih, realisasinya
bawang merah. Benda yang diacu tidak sesuai dengan yang dikehendaki.
Kesalahan acuan banyak dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Pada kesempatan tertentu kita meminta ini, yang dibawa itu, kita
meminta dibelikan celan apanjang yang dibeli celana pendek. Singkatnya,
kesalahan acuan berkaitan dengan realisasi benda, proses, atau peristiwa yang
tidak sesuai dengan acuan yang dikehendaki pembicara atau penulis. Untuk
menghindari agar kesalahan acuan tidak terjadi, sebaiknya pesan yang kita
sampaikan harus jelas dan tidak menimbulkan berbagai tafsiran.
B.
KESALAHAN
REGISTER
Register berhubungan dengan variasi bahasa yang
berkaitan dengan pekerjaan seseorang. Dengan demikian kesalahan register adalah
kesalahan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan seseorang. Dalam bahasa
Indonesia terdapat kata operasi. Bagi seorang dokter, kata operasi selalu
dihubungkan dengan usaha menyelamatkan nyawa seseorang dengan jalan membedah
tubuh atau bagian tubuh. Misalnya, kita dengar dari kalimat dokter yang
berbunyi, “Operasi usus buntu anak Bapak, Insya Allah akan dilaksanakan besok”.
Terdengar pula kalimat, “Operasi jantung Pak Koko berjalan lancar”. Bagi
seorang petugas pemerintahan, kata operasi biasanya dihubungkan dengan
pemungutan pajak, penertiban keamanan, ajakan membersihkan selokan sehingga
muncul kalimat, “Operasi IPEDA akan dilaksanakan hari Jumat”.
C.
KESALAHAN SOSIAL
Manusia adalah mahkluk sosial. Ia tidak mungkin
hidup sendiri. Dalam kenyataan seperti itu, ia harus berkomunikasi dengan orang
lain. Dalam sosiolinguistik dikenal variasi bahasa yang dikaitkan dengan latar
belakang sosial pembicara dan pendengar. Yang dimaksud dengan latar belakang
sosial di sini, misalnya yang berhubungan dengan jenis kelamin, pendidikan,
umur, tempat tinggal, dan jabatan. Latar belakang sosial ini mengharuskan kita
untuk pandai-pandai memilih kata kalimat yang sesuai dengan latar belakang
orang yang diajak bicara. Kesalahan memilih kata yang dikaitkan dengan status sosial
orang yang diajak berbicara menimbulkan kesalahan yang disebut kesalahan
sosial.
D.
KESALAHAN
TEKSTUAL
Kesalahan tekstual mengacu pada jenis kesalahan yang
disebabkan oleh tafsiran yang keliru terhadap kalimat atau wacana yang kita
dengar atau yang kit abaca. Misalnya kalimat, “Anak dokter Ahmad Ali sakit”,
memperlihatkan berbagai kemungkinan tafsiran. Seandainya yang saya maksud hanya
ada dua orang yang sakit dan sahabat saya berpendapat bahwa ada empat orang
yang sakit, maka tafsiran sahabat saya itu dapat digolongkan ke dalam kesalahan
tekstual.
E.
KESALAHAN
PENERIMAAN
Kesalahan penerimaan biasanya berhubungan dengan
keterampilan menyimak atau membaca. Dihubungkan dengan menyimak kesalahan
penerimaan disebabkan oleh, (i) pendengar yang kurang memperhatikan pesan yang
disampaikan oleh pembicara, (ii) alat dengar pendengar, (iii) suasana hati
pendengar, (iv) lingkungan pendengar, misalnya kebisingan, rebut, (v) ujaran
yang disampaikan tidak jelas, (vi) kata atau kalimat yang digunakan pembicara
mempunyai makna ganda, (vii) antara pembicara dan pendengar tidak saling
menegrti, (viii) terlalu banyak pesan yang disampaikan sehingga sulit diingat
oleh si pendengar.
F.
KESALAHAN
PENGUNGKAPAN
Kesalahan pengungkapan berkaitan dengan pembicara.
Pembicara atau penulis salah mengungkapkan atau menyampaikan apa yang
dipikirkannya, yang dirasakannya atau yang diinginkan. Misalnya petugas Bandar
udara mengucapkan fifteen, padahal yang dimaksud fifty. Akibat salah
pengungkapan itu kapten kapal (pilot) segera menukikkan pesawatnya dan tentu
saja kecelakaan tak dapat dihindari.
G.
KESALAHAN
PERORANGAN
Kesalahan perorangan jelas menggambarkan yang dibuat
oleh seseorang di antara kawan-kawannya sekelas. Kalau kita mengajar, pelajaran
yang kita berikan tentunya ditujukan untuk sekelompok terdidik yang terdapat di
dalam sebuah kelas, namun yang belajar sesungguhnya individu-individu itu
sendiri.
H.
KESALAHAN
KELOMPOK
Kelompok merupakan bagian dari murid-murid sekelas
yang sifatnya klasikal. Sekelompok boleh saja hanya 3 orang, 5 orang, tetapi
barangkali pula sampai 10 orang. Mempelajari kesalahan kelompok itu homogeny
berarti apabila kelompok itu homogeny, misalnya menggunakan bahasa ibu yang
sama dan semuanya mempunyai latar belakang yang sama, baik intelektual maupun
sosial. Murid yang menggunakan bahasa yang berbeda-beda, kesalahannya lebih
banyak jika dibandingkan dengan murid-murid yang homogen.
I.
KESALAHAN
MENGANALOGI
Kesalahan menganalogi adalah sejenis kesalahan pada
si terdidik yang menguasai suatu bentuk bahasa yang dipelajari lalu
menerapkannya dalam konteks, padahal bentuk itu tidak dapat diterapkan. Si
terdidik melakukan proses pemukulrataan, tetapi proses pemukulrataan yang
berlebihan. Si terdidik menggunakan kata atau kalimat yang berpola pada kata
atau kalimat yang didengarnya padahal bentuk itu tidak dapat diterapkan.
J.
KESALAHAN
TRANSFER
Kesalahan transfer terjadi apabila
kebiasaan-kebiasaan pada bahasa pertama diterapkan pada bahasa yang dipelajari.
Apabila sistem bahasa pertama mirip dengan bahasa kedua, transfer seperti ini
disebut fasilitas atau transfer positif, atau interlingual, dan apabila
transfer yang disebabkan oleh sistem bahasa yang berbeda, disebut interferensi
atau intralingual.
K.
KESALAHAN GURU
Kesalahan guru sebenarnya berhubungan dengan teknik
dan metode pengajaran yang dilakukan guru di dalam kelas. Kesalahan guru adalah
kesalahan yang dibuat si terdidik karena metode atau bahan yang diajarkan
salah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat sisipan –el- dan –er-. Grur
yang kurang berhati-hati mengatakan, sisipan –el- dan –er- dapat dilekatkan
pada beberapa kata yang dikiranya mungkin. Itu sebabnya Ia berkata sisipan –el-
terdapat pada kata belebas dan gelas, sisipan –er- terdapat pada kata beras,
dan sisipan –em- terdapat pada pemakai.
L.
KESALAHAN LOKAL
Kesalahan lokal adalah kesalahan yang tidak
menghambat komunikasi yang pesannya diungkapkan dalam sebuah kalimat. Kesalahan
lokal dapat juga dikatakan kesalahan yang disebabkann oleh penggunaan bahasa
yang biasa di daerah tertentu kemudian digunakan untuk berkomunikasi dengan
orang dari daerah lain.
M.
KESALAHAN GLOBAL
Kesalahan global adalah kesalahan karena efek makna
seluruh kalimat. Kesalahan jenis ini menyebabkan pendengar atau pembaca salah
mengerti suatu pesan atau menganggap bahwa suatu kalimat tidak dapat dimengerti.
Valdaman (1975) yang dikutip Ruru dan Ruru mengadakan modifikasi terhadap
batasan yang dikemukakan di atas. Valdman mendefinisikan kesalahan global
sebagai kesalahan komunikatif yang menyebabkan seorang penutur yang mahir dalam
suatu bahasa asing, salah tafsir terhadap pesan lisan atau tertulis.
Dalam bab 2 buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa
karya Markhamah, dkk dijelaskan mengenai kalimat efektif yaitu kalimat yang
kita tulis atau kita ucapkan hendaknya menggunakan bahasa secara resmi dan
bahasa yang efektif. Kalimat efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
A.
Ciri Gramatikal
Kalimat Efektif
Ciri gramatikal efektif adalah ciri yang harus
dipenuhi oleh pemakai bahasa dalam kaitan dengan ketatabahasaan. Ciri-ciri ini
dapat dilihat dari bidangn Morfologi dan bidang Sintaksis. Ciri gramatikal
morfologis adalah ciri-ciri yang sesuai dengan kaidah morfologis. Sedangkan
ciri gramatikal sintaksis adalah ciri gramatikal yang berkenaan dengan kaidah
sintaksis.
B.
Ciri Diktis
Kalimat Efektif
Ciri diktis adalah ciri kalimat efektif yang
berkaitan dengan pemilihan kata. Kata yang dirangkai menjadi suatu kalimat
merupakan kata-kata yang: (1) tepat bentuknya, (2) seksama (sesuai), da (3)
lazim. Menurut Soedjito (1988) kalimat yang efektif adalah kalimat yang
memenuhi pedoman pemilihan kata yang tepat. Pedoman pemilihan kata yang tepat
meliputi: (1) pemakaian kata tutur, (2) pemakaian kata-kata bersinonim, (3)
pemakaian kata yang bernilai rasa, (4) pemakaian kata-kata/ istilah asing, (5)
pemakaian kata-kata kongkret dan abstrak, (6) pemakaian kata umum dan khusus,
(7) pemakaian kata ideomatik, dan (8) pemakaian kata-kata yang lugas.
C.
Penalaran
Kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi
penalaran. Kalimat yang memenuhi penalaran artinya kalimat yang secara nalar
dapat diterima; kalimat yang diterima oleh akal sehat. Kalimat ini juga tidak
menimbulkan keraguan bagi pembaca atau pendengarnya. Kalimat ini juga disebut
kalimat yang logis.
Tercapainya kalimat yang logis didukung oleh
beberapa komponen. Komponen yang dimaksud: kelogisan hubungan makna antara
subjek dengan predikat, kelogisan hubungan makna antara subjek dengan predikat
dan pelaku, kelogisan antara predikat dengan pelengkap atau objek.
D.
Keserasian
Kalimat efektif juga harus memenuhi keserasian.
Serasi artinya selaras, sesuai, atau cocok. Keserasian yang dimaksud di sini
adalah keselarasan atau kesesuaian situasi dengan ragam yang digunakan.
Keserasian ini bisa mengacu kepada bahasa yang baik. Bahasa yang baik adalah
bahasa yang sesuai dengan situasi. Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah
ketetapan pemilihan ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi.
Sedangkan Henry Guntur Tarigan di
dalam bukunya Pengajaran Analisis
Kesalahan Berbahasa membahas mengenai kontratif atau Anakon adalah kegiatan
memperbandingkan struktur B1 dan B2
untuk mengidentifikasikan perbedaan kedua bahasa itu. sebagai prosedur kerja,
Anakon mempunyai langkah-langkah yang harus dituruti seperti membandingkan
struktur B1 dan B2, memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar,
menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan
pengajaran.
Teori belajar yang berdasarkan
psikologi behavioris mendominasi Anakon. Menurut teori ini kesalahan berbahasa
kedua disebabkan oleh transfer negatif atau interferensi B1 siswa terhadap B2
yang sedang dipelajarinya. Dua butir penting sebagai inti teori belajar
behavioris adalah kebiasaan dan kesalahan.
Hasil pengajaran B2 atau pengajaran
bahasa asing belum memuaskan. Anakon muncul sebagai suatu suara untuk
menanggulangi permasalahan untuk menanggulangi permasalahan yang ada dalam
pengajaran B2. Perlu diingat bahwa kemunculan Anakon dalam situasi tradisional,
yakni pada saat bahasa Inggris dianggap sebagai B1 dan bahasa-bahasa Eropa
sebagai B2.
Bila diperhatikan langkah kerja
Anakon maka dapatlah disimpulkan bahwa langkah pertama berkaitan dengan teori
linguistik, langkah-langkah kedua berkaitan dengan psikologi, langkah ketiga
berkaitan dengan teori linguistik dan psikologi, sedangkan langkah keempat juga
berkaitan dengan psikologi. Dengan perkataan lain, Anakon mempunyai dua aspek,
yakni aspek linguistik dan aspek psikologis.
Aspek linguistik berkaitan
dengan masalah perbandingan: apa yang
diperbandingkan, dan bagaimana cara memperbandingkannya. Aspek psikologis
menyangkut kesukaran belajar, kesalahan berbahasa, dan penyusunan bahan ajar,
cara penyampaian bahan pengajaran dan penataan kelas.
Nanik Setyawati di dalam bukunya, Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia:
Teori dan Praktik, pada bab 2 di bawa mengenai pengertian kesalahan
berbahasa yaitu merupakan kesalahan penggunaan bahasa baik secara lisan maupun
tertulis yang menyimpang dari faktof-faktor penentu berkomunikasi atau
menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa
Indonesia. Tiga kemungkinan penyebab seseorang dapat salah dalam berbahasa
yaitu pertama, terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Kedua,
kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya. Ketiga,
pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna.
Kesalahan berbahasa dianggap sebagai
bagian dari proses belajar-mengajar, baik belajar secara formal maupun secara
tidak formal. Kesalahan berbahasa yang terjadi atau dilakukan oleh siswa dalam
suatu proses belajar-mengajar mengimplikasikan tujuan pengajaran bahasa belum
tercapai secara maksimal. Semakin tinggi kuantitas kesalahan berbahasa itu
semakin sedikit tujuan pengajaran berbahasa yang tercapai. Maka dari itu, dapat disusun pengertia dari
analisis kesalahan berbahasa. Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu
prosedur kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa, yang
meliputi: kegiatan mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi
kesalahanyang terdapat dalam sampel, menjelaskan kesalahan tersebut, mengklarifikasi
kesalahan itu, dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan itu (Tarigan. Djago
& Lilis Siti Sulistyaningsih, 1996/1997 : 25).
Analisis kesalahan terhadap belajar
bahasa mempunyai dampak positif. Bahasa sebagai perangkat kebiasaan dimiliki
setiap orang sebagai media komunikasi. Ada kecendurangan setiap pemakai bahasa
lebih sering mengikuti jalan pikirannya tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah
yang ada dalam tata bahasa. Sebaliknya, pemakai bahasa yang selalu
mempertimbangkan kaidah-kaidah tata bahasa berupaya menghasilkan konsep sesuai
dengan struktur bahasa yang dipelajari.
BAB III
Dalam buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa, karya Markhamah dkk,
bab 3 pada buku membahas mengenai kepaduan dan ketepatan makna. Ciri kalimat
efektif seperti yang sudah dijabarkan dalam bab 2 yaitu adanya kepaduan
unsur-unsur yang ada pada suatu kalimat. Kepaduan artinya keadaan padu,
kesatuan pikiran, kebulatan pendapat (Tim Penyusun KBBI, 2007: 810). Yang
dimaksud kepaduan di sini adalah adanya hubungan makna antara satu unsur
kalimat dengan unsur kalimat lain. Kepaduan ini dapat disejajarkan dengan
koherensi dalam paragraf. Ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan supaya
pemakain bahasa dapat menyusun kalimat yang padu yaitu sebagai berikut.
1.
Tidak meletakkan
keterangan yang berupa klausa di antara S (subjek) dan P (predikat)
2.
Tidak meletakkan
asspek di depan S
3.
Tidak
menempatkan keterangan aspek di antara pelaku dan pokok kata kerja yang
merupakan kata kerja pasif bentuk diri
4.
Tidak
menyisipkan kata depan di antara P dan O (objek)
Selain kepaduan, kalimat efektif adalah kalimat yang
tepat maknanya. Ketetapan makna, di sampan ditentukan oleh ketetapan letak
unsur-unsur kalimat yang akan memantapkan makna, bisa juga ditentukan oleh
ketiadaan kata yang mubazir (kalimat hemat).
1.
Kemantapan makna
kalimat
Kalimat
yang maknanya mantap sama dengan kalimat yang tidak goyah maknanya. Kalimat
yang mantap maknanya merupakan kalimat yang maknanya tidak mendu (ambigu)
termasuk kalimat yang efektif.
2.
Kalimat Hemat
Kalimat hemat
merupakan kalimat yang tidak menggunakan kata-kata yang mubazir atau kalimat
yang tidak mengandung unsur-unsur yang tidak diperlukan.
Berbeda halnya bab 3 dalam buku Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia:
Teori dan Praktik karya Nanik Setyawati. Pada buku ini, bab 3 tidak
membahas tentang kepaduan dan ketetapan makna kalimat efektif, melainkan
membahas mengenai kesalahan berbahasa pada tataran fonologi.
Kesalahan
berbahasa Indonesia dalam tataran fonologi dapat terjadi baik penggunaan bahasa
secara lisan maupun secara tertulis. Sebagian besar kesalahan berbahasa
Indonesia dalam tataran fonologi berkaitan dengan pelafalan. Bila kesalahan
pelafalan tersebut dituliskan, maka terjadilah kesalahan berbahasa dalam ragam
tulis. Beberapa gambaran kesalahan pelafalan yang meliputi: (a) perubahan
fonem, (b) penghilangan fonem, dan (c) penambahan fonem.
a)
Kesalahan
Pelafalan karena Perubahan Fonem
Terdapat
banyak contoh kesalahan pelafalan karena pelafalan foenm-fonem tertentu berubah
atau tidak diucapkan sesuai kaidah. Kesalahan pelafalan karena perubahan fonem
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu perubahan fonem vokal, perubahan fonem
konsonan, dan perubahan pelafalan kata atau singkatan.
b)
Kesalahan
Pelafalan karena Penghilangan Fonem
Pemakai
bahasa sering menghilangkan bunyi tertentu pada sebuah kata, yang mengakibatkan
justru pelafalan tersebut menjadi salah atau tidak benar. Penhilangan tersebut
terjadi menjadi lima, yaitu penghilangan fonem vokal, penghilangan fonem
konsonan, penghilangan fonem vokal rangkap menjadi vokal tunggal, penghilangan
deret vokal menjadi vokal tunggal dan terakhir, penghilangan gugus konsonan.
c)
Kesalahan
Pelafalan karena Penambahan Fonem
Terdapat
pula kesalahan pelafalan dikarenakan pemakai bahasa tersebut menambahkan fonem
tertentu pada kata-kata yang diucapkan. Kesalahan-kesahan itu terjadi pada
bagian fonem vokal, penambahan fonem konsonan, pembentukan derert vokal, dan
pembentukan gabungan atau gugus konsonan dari fonem konsonan tunggal.
Sedangkan pada bab 3 buku Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa
membahas mengenai teori analis kesalahan. Kesalahan yang sering dibuat oleh
siswa harus dikurangi dan kalau dapat dihapuskan sama sekali. Hal ini baru
dapat tercapai kalau seluk beluk kesalahan itu dikaji secara mendalam.
Pengkajian segala aspek kesalahan itulah yang disebut analisis kesalahan.
Analisis Kesalahan (Anakes) mempunyai langkah-langkah kerja:
(1)
Pengumpulan
sampel kesalahan
(2)
Pengidentifikasian
kesalahan
(3)
Penjelasan
kesalahan
(4)
Pengklasifikasian
kesalahan
(5)
Pengevaluasian
kesalahan
Tujuan
Analisis Kesalahan adalah untuk:
(a)
Menentukan
urutan bahan ajaran
(b)
Menentukan
urutan jenjang penekanan bahan ajaran
(c)
Merencanakan
latihan dan pengajaran remedial
(d)
Memilih butir
pengujian kemahiran siswa
Metodologi
Analisis Kesalahan yang ideal mencakup:
(1)
Mengumpulkan
data kesalahan
(2)
Mengidentifikasi
dan mengklasifikasi kesalahan
(3)
Memperingkat
kesalahan
(4)
Menjelaskan
kesalahan
(5)
Memprakirakan
daerah rawan kesalahan
(6)
Mengoreksi
kesalahan
Analisis Kesalahan mendasarkan prosedur kerja kepada
data yang actual dan masalah yang nyata. Anakes dianggap lebih efisien dan
ekonomis dalam penyusunan rencana strategi pengajaran. Anakes dapat berfungsi
sebagai dasar pengajian prediksi Anakon dan sekaligus sebagai pelengkap hasil
Anakon.
Untuk memperoleh hasil yang lebih memuaskan dari
Analisis Kesalahan maka para pendukungnya pernah mengadakan reoreintasi,
khusunya mengenai:
a)
Penegrtian
kesalahan
b)
Perbedaan antara
kesalahan dan kekeliruan
c)
Tujuan Anakes
d)
Data dan metode
Anakes
e)
Sumber, sebab,
signifikasi Anakes
Ada kaitan antara “dialek sosial” dan “dialek
idiosinkratik”. Dialek idiosinkratik disebut juga “dialek transisi” atau
“antarbahasa”. Idisinkratik dapat pula dibedakan atas:
a)
Idiosinkratik samar
(covertly idiosyncratic)
b)
Idiosinkratik
jelas (overtly idiosyncratics)
Ada
beberapa “keunggulan” Anakes, yaitu:
(i)
Dapat
menjelaskan kesalahan siswa
(ii)
Mengangkat
martabat linguistik terapan
(iii)
Mengankat status
kesalahan (yang selama ini tidak disenangi) menjadi obejk penelitian khusus.
Adapun beberapa “kelemahan” Anakes, yakni:
(i)
Adanya kekacauan
antara aspek proses dan aspek produjk Anakes (antara pemerian kesalahan dengan
penjelasan kesalahan);
(ii)
Kurangnya/
tiadanya ketpatan, dan kekhususan dalam definisi kategori-kategori kesalahan;
(iii)
Penyederhanaan
kategorisasi penyebab kesalahan para siswa.
Berbeda pula dengan ban 3 pada buku Analisis
Kesalahan karya Mansoer Pateda. Pada bab ini Mansoer Pateda membahas mengenai
daerah dan sifat kesalahan. Bahasa merupakan objek linguistik. Kita mengetahui
linguistik terbagi atas tataran-tatarannya yaitu fonologi, morfologi, sintaksis
dan semantik.
A.
Daerah Kesalahan
Fonologi
Kesalahan fonologi berhubungan dengan pelafalan dan
penulisan bunyi bahasa. Dahulu dalam bahasa Indonesia tidak dikenal fonem /v/,
sehinga kata vak di lafalkan pak. Padahal makna kata vak berbeda debgab makna
kata pak, seperti yang tampak pada kalimat:
-
Ambillah dua pak
karcis.
-
Sekarang vak
matematika di kelas V.
B.
Daerah Kesalahan
Morfologi
Kesalahan pada bidang morfolgi berhubungan dengan
tata bentuk kata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan pada bidang morfologi akan
menyangkut derivasi, diksi, kontaminasi, dan pleonasme. Ini semua berhubungan
pula dengan kosa kata.
C.
Daerah Kesalahan
Sintaksis
Kesalahan
pada daerah sintaksis berhubungan erat dengan kesalahan pada daerah morfologi,
karena kalimat berunsurkan kata-kata. Itu sebabnya daerah kesalahan sintaksis
berhubungan misalnya dengan (i) kalimat yang berstruktur tidak baku, (ii)
kalimat yang ambigu, (iii) kalimat yang tidak jelas, (iv) diksi yang tidak
tepat yang membentuk kalimat (v) kontaminasi kalimat, (vi) koherensi, (vii)
kalimat mubazir, (viii) kata serapan yang digunakan di dalam kalimat, dan (ix)
logika kalimat.
D.
Daerah Kesalahan
Semantis
Untuk dapat menentukan kesalahan yang berhubungan
dengan sematik, guru harus menguasai makna kata, pemilihan kata, dan pemakaian
kata. Kalau guru tidak menguasai makna kata, pemilihan kata, dan pemakaian kata
sesuai dengan makna dan fungsinya jangan harap dapat memeriksa atau menentukan
kesalahan si terdidik.
E.
Kesalahan
Memfosil
Kesalahan memfosil tidak berkaitan dengan daerah
kesalahan tetapi menyangkut sifat kesalahan. Hal ini menunjukan adanya
kesalahan yang berhubungan dengan kaidah bahasa dan kesalahan itu sendiri telah
tinggal sebagai potensi yang sewaktu-waktu akan muncul dalam performansi. Oleh
karena kesalahan itu sudah menjadi potensi, kesalahan tersebut menjadi biasa
dan lama-kelamaan tidak dianggap kesalahan lagi. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
fosilisasi adalah bentuk-bentuk linguistik yang salah, tetapi karna
bentuk-bentuk itu selalu digunakan, kesalahan seperti itu dianggap biasa.
BAB IV
Pada
bab ke 4 ini, Henry Guntur Tarigan dalam bukunya Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa membahas mengenai
Antarbahasa atau Interlanguange. Pada dasarnya Analisis Kontrastif dan Analisis
Kesalahan berbeda dengan Antarbahasa dalam hal sebagai berikut, yaitu pada
sikap terhadap performansi, terutama sekali terhadap “kesalahan”, dan
performansi pembelajar yang dapat dihubungkan dengan ciri-ciri bahasa ibunya.
Istilah
“antarbahasa” bersinonim dengan “dialek idiosinkratik” dan “sistem
aproksimatif”; tetapi “antarbahasa”lebih mapan dan lebih luas terpakai karena
istilah itu:
a) Lebih
netral;
b) Mencakup
status yang tidak menentukan dari sistem sang pembelajar (antara bahasa aslinya
dan bahasa sasaran);
c) Menggambarkan
“kecepatan yang tidak normal” yang dapat bertindak sebagai sarana pengubah
bahasa pembelajar;
d) Secara
eksplisit mengakui dan menghargai hakikat performansi pembelajar yang
sistematis.
Adapun
tujuan dari telaah Antarbahasa yaitu untuk:
a. Memberi
informasi perilaku pembelajar bagi perencanaan strategi pedagogik;
b. Bertindak
sebagai prasyarat bagi validasi tuntutan keras dan tuntutan lemah pendekatan
kontrastif;
c. Mencari
hubungan antara pembelajaran masa kini, dulu, dan nanti;
d. Memberi
sumbangan bagi teori linguistik umum.
Telaah
Antarbahasa memang mengandung implikasi pedagogis; terutama sekali dalam
penjernihan hal-hal berikut ini:
(i) Kriteria
untuk membedakan antara kesalahan yang merupakan hipotesis-hipotesis produktif
dan kesalahan yang berakibat dari generalisasi-generalisasi yang keliru;
(ii) Metodologi
untuk mengenali secara jelas sumber-sumber kesalahan
(iii) Suatu
hierarki tipe-tipe kesalahan dalam kaitannya dengan komunikasi efektif dan
reaksi sikap-sikap;
(iv) Gagasan
“kesalahan” versus “penyimpangan” yang berterima dalam konteks-konteks
pembelajaran bahasa kedua atau B2.
Lainhal
dengan buku Analisis Kesalahan dan
Kesantunan Berbahasa karya Markhamah, dkk, pada bab 4 dibahasa mengenai
kalimat bervariasi. Keefektifan kalimat, selain dilihat dari ciri gramatikal,
keselarasan, kepaduan, dan kehematan juga dilihat dari kevariasian. Kevariasian
memang tidak langsung berdampak pada kesalahan, tetapi lebih berdampak pada
ketpatan, gaya, atau keindahan. Kevariasian dapat menghindarkan pendengar dan
atau pembaca dari kebosanan. Artinya seseorang dalam berkomunikasi dituntut
memilih kata, klausa, kalimat, bahkan paragraf yang bervariasi.
Soedjito
(1988) membedakan variasi berdasarkan urutan dan jenis kalimat. Yang dimaksud
variasi urutan adalah urutan unsur-unsur fungsi yang berbeda. Berbeda urutan
yang dimaksud adalah urutan biasa dan ururtan inversi. Adapun variasi
berdasarkan jenis kalimat dibedakan menjadi dua. Pertama, variasi antara aktif dan pasif yang disebut variasi
aktif-pasif. Kedua variasi antara
kalimat berita dengan kalimat perintah dan dengan kalimat Tanya. Variasi kedua
ini disebut variasi berita-perintah-tanya.
Berbeda
lagi, dalam buku Analisis Kesalahan
karya Mansoer Pateda. Bab 4 pada bukunya membahas mengenai sumber dan penyebab
kesalahan. Pendapat popular menyebutkan kesalahan bersumber pada
ketidakhati-hatian si terdidik dan yang lain karena pengetahuan mereka terhadap
bahasa yang dipelajari, dan interferensi. Kategori kesalahan ini, ada yang
sifatnya prasistematis, sistematis, dan pascasistematis. Sifat kesalahan ini
berhubungan dengan kompetensi dan yang mengacu pada kesalahan yang belum
mengganggu komunikasi atau sudah dapat menimbulkan salah paham (sistematis),
dan sifat kesalahan yang memfosil. Beberapa faktor kesalah ini, yaitu.
1.
Bahasa Ibu
Istilah
bahasa ibu biasa dipadankan dengan istilah first
language, native laguange, mother tounge, dan bagi orang Indonesia
biasa dipadankan dengan istilah daerah. Berdasarkan temuan tetntang pengaruh
bahasa ibu, penganut analisis kontrastif menghipotesiskan bahwa ada petunjuk
keras bahasa ibu mempengaruhi akusisi bahasa yang sedang dipelajari. Di
Indonesia terasa pengaruh bahasa ibu atau bahasa daerah.
2.
Lingkungan
Lingkungan
yang dimaksud disini adalah lingkungan yang turut mempengaruhi penguasaan
bahasa si terdidik. Lingkungan ini meliputi lingkungan di rumah, di sekolah,
dan lingkungan di masyarakat. Melihat kenyataan yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari, kesalahan yang bersumber dari lingkungan disebabkan oleh, (i)
penggunaan bahasa di lingkungan keluarga seisi rumah, (ii) teman sekolah, (iii)
teman sepermainan, (iv) pemimpin di masyarakat, (v) siaran radio, (vi) siaran
televise, (vii) surat kabar/ majalah, dan (viii) kegiatan yang menggunakan
kebahasaan, misalnya spanduk, selebaran.
3.
Kebiasaan
Kebiasaan
bertalian dengan pengaruh bahasa ibu dan lingkungan. Si terdidik terbiasa
dengan pola-pola bahasa yang didengarnya. Oleh karena pola atau bentuk sudah
menjadi kebiasaan, kesalahan sulit dihilangkan.
4.
Interlingual
Untuk
menerangkan gejala interlingual kita hanya daoat mengobservasinya melalui data
performansi dalam berbagai situasi dan mengidentifikasi interlingual itu
melalui (i) ujaran si terdidik atau pembicara dalam bahasa pertama, (ii)
interlingual yang diujarkan oelh si terdidik, dan (iii) bahasa kedua atau
bahasa yang sedang dipelajari yang diujarkan oleh si terdidik. Dengan
mengobservasi dan mengidentifikasi proses interlingual, kita dapat mempelajari
proses psikolinguistik melalui 5 proses, yakni:
a. Transfer
bahasa
b. Transfer
latihan
c. Strategi
belajar bahasa kedua
d. Strategi
komunikasi bahasa kedua
e. Pemukulrataan
materi linguistik bahasa yang sedang dipelajari
5.
Interferensi
Memahami
pengertian interferensi terdapat prinsip, (i) terdapat pengaruh, (ii) pengaruh
itu berasal dari bahasa pertama atau bahasa ibu, (iii) bahasa pertama itu
sistemnya berbeda dengan bahasa yang sedang dipelajari, dan (iv) bahasa pertama
mempengaruhi si terdidik ketika ia mempelajari bahasa kedua. Dengan kata lain
interferensi ialah adanya tuturan seseorang yang menyimpang dari norma-norma
L1, sebagai akibat dari perkenalannya dengan L2 atau sebaliknya, yaitu
menyimpang dari L2 sebagia akibat dari kuatnya daya tarik pola-pola yang
terdapat pada L1.
Sedangkan
pada buku Analisis Kesalahan Berbahasa
Indonesia: Teori dan Praktik karya Nanik Setyawati, bab 4 membahas mengenai
kesalahan berbahasa pada tataran morfologi. Kesalahan berbahasa dalam tataran
morfologi disebabkan oleh berbagai hal. Klasifikasi kesalahan berbahasa dalam
tataran morfologi antara lain: (a) penghilangan afiks, (b) bunyi yang
seharusnya luluh tetapi tidak diluluhkan, (c) peluluhan bunyi yang seharusnya
tidak luluh, (d) penggantian morf, (e) penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, (f)
pemakaiana afiks yang tidak tepat, (g) penentuan bentuk dasar yang tidak tepat,
(h) penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan (i) pengulangan
kata majemuk yang tidak tepat.