Selasa, 12 Januari 2016

Ika Muspikawati. 7A - Hasil Perbandingan 4 Sumber Buku yang Berbeda


BAB I
Buku pertama yang dibaca yaitu buku karangan Nanik Setyawati, M. Hum dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”. Bab I pada buku ini membahas tentang  ragam bahasa dan membahas mengenai bahasa Indonesia sebagai ragam bahasa. Selain itu hal lainnya yang dibahas dalam bab ini yaitu penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pembahasan pertama mengenai ragam bahasa. ragam bahasa menurut Setyawati (2010: 1-2) menerangkan bahwa “dengan kata lain, bahasa itu dalam praktik pemakaiannya pada dasarnya beranekaragam. Keanekaragaman itulah yang dinamakan ragam bahasa”.
Ragam bahasa atau variasi pemakaiannya dapat dibedakan berdasarkan sarananya yaitu ragam lisan dan tulis. Menurut segi susunannya yaitu ragam resmi dan ragam tak resmi. Menurut ragam bahasa berdasarkan norma pemakainnya yaitu ragam baku dan ragam tidak baku. Selanjutnya ragam bahasa berdasarkan tempat atau daerahnya terdiri beberapa dialek. Ragam bahasa terakhir yaitu berdasarkan penggunaannya, ragam bahasa dapat dibedakan atas bahasa ilmu, sastra, hukum, jurnalistik dan sebagainya.
Hal yang harus dibenahi dari pemikiran masyarakat Indonesia adalah penggunaan slogan “berbahasa Indonesia lah yang baik dan benar” karena sesungguhnya bahasa Indonesia itu tidak ada yang baik atau tidak ada yang tidak benar, yang ada ialah bahasa Indonesia yang baku atau resmi dan yang tidak baku atau tidak resmi. Jadi gunakanlah slogan “berbahasa Indonesia lah dengan baik dan benar”. Untuk dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar, harus diperhatikan situasi pemakaian dan kaidah yang digunakan.
Selain dari buku karya Nanik Setyawati, M. Hum Tidak ada lagi yang membahas mengenai ragam bahasa. sama halnya dengan Markhamah, dkk dengan judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”. Bab I pada buku tersebut tidak dibahas juga oleh buku lainnya karena pada buku karya Markhamah, dkk ini membahas mengenai maksud dari penulisan buku tersebut yakni penulis tertarik untuk mengkaji kesantunan berbahasa pada Al-Quran.
Berbeda dengan kedua buku sebelumnya, buku yang diciptakan oleh Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dan Drs. Djago Tarigan dengan judul “Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa” justru memulai pengajaran analisis kesalahan berbahasa dimulai dari pembahasan mengenai pemerolehan bahasa lalu kedwibahasawan dan interferensi.
Adanya pengajaran bahasa yang dilakukan oleh manusia baik secara formal (sekolah) maupun informal (rumah) memberikan peluang adanya pemerolehan bahasa yang terjadi. Pemerolehan bahasa ini akan menyebabkan kedwibahasaan. Hal itu terjadi karena sebagian besar masyarakat dunia memiliki bahasa ibu (bahasa daerah). Contohnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang penduduknya merupakan kedwibahasawan, karena masyarakat indonesia menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa kedua (B2) setelah bahasa daerah (B1). Kedwibahasaan juga mengakibatkan adanya interferensi, yakni kekeliruan yang diterjadi akibat dari produk transfer negative yang mengacaukan karena memiliki perbedaan sistem antara B1 dengan B2. Dari interferensi itulah maka terjadinya kesalahan berbahasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk memahami kesalahan berbahasa diperlukan pemahaman tentang pemerolehan bahasa, kedwibahasaan, dan interfereni.
Dr. Mansoer Pateda dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan” membahas mengenai teori dari kesalahan berbahasa itu sendiri. Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Tarigan dan Tarigan (1989) yang membahas mengenai teori untuk mempersiapkan langsung praktik analisis kesalahan berbahasa yang terlebih dulu dimulai pada pembahasan pemerolehan bahasa hingga pada interferensi yang mengakibatkan kesalahan berbahasa. Pada bab I buku Pateda (1989) justru memulai pembahasannya pada teori dasar seperti analisis kesalahan  sebagai bagian linguistik, analisis konstraktif dan analisis kesalahan.
BAB II
·         Nanik Setyawati, M. Hum dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Pembahasan bab II dalam buku ini memiliki kesamaan dalam pembahasan bab I dari buku “Analisis Kesalahan” (Pateda, 1989) yaitu sama-sama membahas mengenai analisis kesalahan berbahasa. Hanya saja pembahasan pada kedua buku tersebut sangatlah berbeda. Pada Setyawati (2010) pembahasan mengenai analisis kesalahan berbahasa lebih berpusat pada teori dasar seperti membahas mengenai pengertian kesalahan berbahasa, penyebab kesalahan berbahasa, pengertian analisis kesalahan berbahasa, alasan analisis kesalahan berbahasa dilakukan, klasifikasi kesalahan berbahasa, dan kaitan mata kuliah analisis kesalahan berbahasa dengan mata kuliah lain. Sedangkan pembahasan analisis kesalahan berbahasa menurut Pateda (1989) terdiri dari pengantar, persoalan, batasan, lingkupan, objek, dan tujuan analisis kesalahan. Jadi dapat dikatakan pembahasan bab II pada kedua buku tesrebut sesungguhnya saling melengkapi.
Terdapat perbedaan pada pembahasan bab II antara Setyawati (2010) dengan Pateda (1989) yakni:
Dalam Pateda (1989) yang dikutip dari Corder (dalam Richards. Ed. 1974: 25) membedakan pengertian kekeliruan ‘mistakes’ dan kesalahan ‘error’. Kekeliruan mengacu pada performansi dan kesalahan mengacu pada kompetensi. Sedangkan pada Setyawati (2010) dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa kata yang artinya bernuansa dengan kesalahan yaitu; penyimpangan, pelanggaran, dan kekhiafan. Yang masing-masing didefinsikan sebagai berikut.
a.       Kata ‘salah’ diantonimkan dengan kata ‘betul’, artinyaapa yang dilakuakn tidak betul, tidak menurut norma, dan tidak menurut aturan yang ditentukan.
b.      ‘penyimpangan’ dapat diartikan menyimpang dari norma yang telah ditetapkan.
c.       ‘pelanggaran’ terkesan negatif karena pemakai bahasa dengan penuh kesadaran tidak mau menurut norma yang telah ditentukan, sekalipun dia mengetahui bahwa yang dilakukan berakibat tidak baik.
d.      ‘kekhilafan’ merupakan proses psikologis yang dalam hal ini menandai seseorang khilaf menerapkan teori atau norma bahasa yang ada pada dirinya, kholaf mengakibatkan sikap keliru memakai.
Selain itu, ada perbedaan lainnya yakni terletak pada langkah kerja analisis kesalahan berbahasa. Setyawati (2010) mengutip dari Ellis dalam (Tarigan & Tarigan, 1989) menyatakan bahwa terdapat lima langkah kerja analisis bahasa, yaitu:
1.      Mengumpulkan sampel kesalahan
2.      Mengidentifikasi kesalahan
3.      Menjelaskan kesalahan
4.      Mengklasifikasikan kesalahan
5.      Mengevaluasi kesalahan
Sedangkan pada Pateda (1989) yang mengadaptasi dari Ruru dan Ruru (1985: 2) menguti pendapat Crysel (1980) yang menyatakan ada tiga langkah dalam menganalisis kesalahan yaitu mengidentifikasikan, mengklasifikasikan dan menginterpretasikan.
·         Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dan Drs. Djago Tarigan dengan judul “Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa”
Sama halnya dengan Setyawati (2010) yang pembahasannya terdapat pada bab I dalam Pateda (1989). Hal serupa juga terjadi pada Tarigan & Tarigan (1989). Pada pembahasan bab II yang dikemukakan oleh kedua buku tersebut terdapat persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah keduanya sama-sama meyakini hipotesis analisis konstraktif dibagi atas dua versi yaitu hipotesis analisis kontrastif aliran keras ‘the strong contrastive analysis hypothesis’ dan hipotesis kontrastif aliran lunak ‘the weak contrastive-analysis hypotheisis’.
Sedangkan perbedaannya terletak pada krtitikan terhadap analisis kontrastif. Jika menurut Pateda (1989) terdapat tiga kritikan yang ditujukan pada analisis kontrastif yaitu dua kritikan dari para sarjana linguistik yang tergolong penganut aliran transformasi-generatif dan Dardjowidjojo (1979: xiv). Kritikan yang dilontarkan oleh para sarjana linguistik yang tergolong penganut aliran transformasi-generatif yakni bahasa tidak boleh hanya dipelajari sebagai perubahan tingkah laku manusia saja, karena tingkah laku manusia hanyalah manifestasi lahiriah dari sesuatu yang lebih dalam yang disebut pengetahuan. Kritikan lain yaitu penganut analisis kontrastif terlalu banyak menyandarkan diri pada pandangan kesejagatan ‘universal’ yang diformulasikan dalam teori komprehensif.
Kritikan yang berbeda dari aneka kritikan terhadap analisis kontrastif menurut Tarigan & Tarigan (1989) yakni sebagian besar kritikan dilontarkan oleh para pendukung analisis kesalahan yang akan dijabarkan sebagai berikut.
1.      Perbedaan tidak selalu menimbulkan kesukaran, kesukaran tidak identik dengan perbedaan;
2.      Kesukaran dan kesalahan berbahasa tidak selalu dapat diprediksi atau diramalkan;
3.      Interferensi bukan merupakan penyebab utama kesalahan berbahasa;
4.      Bahan pengajaran tidak utuh dan menyeluruh, hanya bersifat fragmen saja;
5.      Kurang memperhatikan faktor-faktor non-struktural;
6.      Aspek linguistik terlalu bersifat teoritis;
7.      Teori linguistic struktural kurang memuaskan; dan
8.      Aspek bahasa yang diperbandingkan belum menyeluruh(baru tertuju pada fonologi, semantik dianaktirikan.
·         Markhamah, dkk dengan judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Pembahasan bab II dalam buku  Markhamah, dkk (2009) mengenai kalimat efektif. Pada kalimat efektif terdapat ciri gramatikal, ciri diktis kalimat efektif, penalaran, dan keserasian.
Ciri gramatikal adalah ciri yang harus dipenuhi oleh pemakai bahasa dalam kaitan dengan ketatabahasaan. ciri ini dapat dilihat dari bidang morfologi dan bidang sintaksis. Ciri gramatikal morfologis adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan kaidah morfologis.
Contoh:
Kalimat tidak gramatikal:
(1)   Serena adalah orang asing yang pandai bicara bahasa Indonesia
Kalimat gramatikal:
(1)   Serena adalah orang asing yang pandai berbicara bahasa Indonesia
Ciri gramatikal sintaksis adalah ciri yang berkenaan dengan kaidah sintaksis.
Contoh:
Kalimat tidak gramatikal:
(2)   Dia pergi Jakarta kemarin.
Kalimat gramatikal:
(2)   Dia pergi ke Jakarta kemarin.
Ciri diktis adalah ciri kalimat efektif yang berkaitan dengan pemilihan kata. Kata yang dirangkai menjadi suatu kalimat merupakan kata-kata yang:
1.      Tepat bentuknya;
2.      Seksama (sesuai); dan
3.      lazim
Menurut Soedjito (1988) dalam Markhamah, dkk (2009: 15) kalimat yang efektif adalah kalimat yang memenuhi pedoman pemilihan kata yang tepat. Pedoman pemilihan kata yang tepat meliputi:
1.      pemakaian kata tutur;
2.      pemakaian kata-kata bersinonim;
3.      pemakaian kata yang bernilai rasa;
4.      pemakaian kata-kata atau istilah asing;
5.      pemakaian kata-kata kongkret dan abstrak;
6.      pemakaian kata umum dan khusus;
7.      pemakaian kata ideomatik; dan
8.      pemakaian kata-kata yang lugas.
Kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi penalaran. Kalimat yang memenuhi penalaran artinya kalimat yang secara nalar dapat diterima; kalimat yang diterima oleh akal sehat. Kalimat seperti ini adalah kalimat yang dapat dipahami dengan mudah, cepat, tepat, dan tidak menimbulkan salah pengertian. Kalimat ini juga tidak menimbulkan keraguan bagi pembaca atau pendengarnya. Kalimat ini disebut juga kalimat logis.
Kalimat yang efekif juga harus memenuhi keserasian. Serasi artinya selaras, sesuai, atau cocok. Keserasian yang dimaksud di sini adalah keselarasan atau kesesuaian situasi dengan ragam bahasa yang digunakan.
·         Dr. Mansoer Pateda dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan
Pada bab II dalam Pateda (1989) membahas mengenai jenis kesalahan. Jenis kesalahan ini terbagi atas 13 jenis kesalahan, yaitu:
1.      Kesalahan acuan. Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi apa yang diambil, dibawa, ditunjuk, dan dibayangkan tidak sesuai dengan acuan yang dimaksud oleh pembicara.
2.      Kesalahan register. Kesalahan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan seseorang.
3.      Kesalahan sosial. Kesalahan memilih kata yang dikaitkan dengan status sosial orang yang diajak berbicara.
4.      Kesalahan tekstual. Akibat salah menafsirkan pesan yang tersirat dalam kalimat atau wacana.
5.      Kesalahan penerimaan. Kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan menyimak atau membaca.
6.      Kesalahan pengungkapan. Berkaitan dengan pembicara.
7.      Kesalahan perorangan
8.      Kesalahan kelompok
9.      Kesalahan menganalogi. Sejenis kesalahan pada si terdidik yang menguasai suatu bentuk bahasa yang dipelajari lalu menerapkannya dalam konteks, padahal bentuk itu tidak dapat diterapkan.
10.  Kesalahan transfer. Terjadi apabila kebiasaan-kebiasaan pada bahasa pertama diterapkan pada bahasa yang dipelajari.
11.  Kesalahan guru
12.  Kesalahan lokal
13.  Kesalahan global. Kesalahan karena makna seluruh kalimat.
BAB III
·         Nanik Setyawati, M. Hum dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Pembahasan bab III dalam Setyawati (2010) ini masih berhubungan dengan bab sebelumnya (bab II). Bisa dibilang ini adalah lanjutan dari bab II yang sudah dibahas di atas. Untuk pembahasan dalam bab III ini yaitu mengenai kesalahan berbahasa tataran fonologi. Kesalahan ini diantaranya:
1.      Kesalahan pelafalan karena perubahan fonem
a)      Perubahan fonem vokal
b)      Perubahan fonem konsonan
c)      Perubahan fonem vokal menjadi fonem konsonan
d)     Perubahan fonem konsonan menjadi fonem vokal
e)      Perubahan pelafalan kata atau singkatan
2.      Kesalahan pelafalan karena penghilangan fonem
a)      Penghilangan fonem vokal
b)      Penghilangan fonem konsonan
c)      Penghilangan fonem vokal rangkap menjadi vokal tunggal
d)     Penghilangan deret vokal menjadi vokal tunggal
e)      Penghilang gugus konsonan
3.      Kesalahan pelafalan karena penambahan fonem
a)      Penambahan fonem vokal
b)      Penambahan fonem konsonan
c)      Pembentukan deret vokal
d)     Pembentukan gabungan atau gugus konsonan dari fonem konsonan tunggal

·         Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dan Drs. Djago Tarigan dengan judul “Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa”
Pembahasan bab III kali ini yaitu mengenai teori analisis kesalahan. Teori ini pernah dibahas sebelumnya pada bab I oleh Pateda (1989). Teori analisis kesalahan menurut Pateda (1989) ialah terdiri dari pengantar, persoalan, batasan, lingkungan, objek dan tujuan analisis kesalahan. Sedangkan menurut Tarigan & Tarigan (1989) jauh lebih menyeluruh yaitu pembahasannya mulai dari:
1.      Pengantar
2.      Pengertian dan batasan analisis kesalahan
3.      Tujuan dan metodologi analisis kesalahan
4.      Resurgensi minat terhadap analisis kesalahan
5.      Reorientasi analisis kesalahan
6.      Sumber, sebab, signifikasi analisis kesalahan
7.      Dialek indiosinkratik dan analisis kesalahan
8.      Pendekatan nonkontrasif terhadap analisis kesalahan
9.      Gerakan dan kelemahan analisis kesalahan
Dilihat dari pencantuman pembahasan tersebut, maka dapat dilihat perbedaan analisis kesalahan menurut Pateda dengan Tarigan & Tarigan. Perbedaannya, jika pada Pateda pembahasan tidak menyeluruh seperti yang dibahas oleh Tarigan & Tarigan yang lebih menyeluruh dan terperinci. Selain itu terdapat juga perbedaan lainnya ialah pada pembahasan mengenai analisis kesalahan biak menurut Pateda maupun menurut Tarigan & Tarigan keduanya memiliki batasan analisis kesalahan. Hanya saja, batasan menurut Tarigan & Tarigan (1989) ialah terdiri lima langkah analisis kesalahan yaitu mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, mengklasifikasikan kesalahan, dan mengevaluasi kesalahan. Sedangkan pada Pateda hanya membatasi tiga langkah analisis kesalahan yaitu mengidentifikasi, mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan.
Selain perbedaan yang ada, kedua buku pembahasan tersebut juga memiliki perssamaan, yaitu pada pembahasan tujuan analisis kesalahan. Tujuan analisis kesalahan berbahasa baik menurut Tarigan & Tarigan dengan Pateda yaitu terdiri atas empat tujuan yaitu:
1.      Menentukan urutan penyajian butir-butir yang diajarkan dalam kelas dan buku teks;
2.      Menentukan penekanan-penekanan dalam hal penjelasan dan latihan;
3.      Memperbaiki pengajaran remedial; dan
4.      Memilih butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa si terdidik.

·         Markhamah, dkk dengan judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Pembahasan bab III menurut Markhamah, dkk (2009) yaitu mengenai kepaduan dan ketepatan makna.
Ciri kalimat efektif yang lain selain yang sudah isebutkan di muka adalah adanya kepaduan unsure-unsur yang ada pada suatu kalimat. Ada beberapa ketentuan yang perllu diperhatikan supaya pemakai bahasa dapat menyusun kalimat yang padu.
1.      Tidak meletakkan keterangan yang berupa klausa antara S (subjek) dan P (predikat);
2.      Tidak meletakkan keterangan aspek di depan S;
3.      Tidak menempatkan keterangan aspek di antara pelaku dan pokok kata kerja yang merupakan kata kerja pasif bentuk diri; dan
4.      Tidak menyisipkan kata depan di antara P dan O (objek).
Kalimat efektif adalah kalimat yang tepatmaknanya. Ketepatan makna, di samping ditentukan oleh ketepatan letak unsure-unsur kalimat yang akan memantapkan makna, bisa juga ditentukan oleh ketiadaan kata mubazir (kalimat hemat).
·         Dr. Mansoer Pateda dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan”
Penjelasan Bab III dalam bukunya Pateda membahas tentang daerah dan sifat kesalahan. Daerah dan sifat kesalahan ini terdiri atas daerah kesalahan fonologi, morfologi, sintaksis, semantis, dan kesalahan memfosil. Berbeda dengan Setyawati (2010) yang menerangkan daerah kesalahan secara luas dan mendalam, Pateda justru membahas daerah kesalahan secara singkat. Dalam satu bab (bab III) Pateda membahas empat daerah kesalahan sekaligus sedangkan Setyawati membahas daerah kesalahan secara bab per bab.

BAB IV
·         Nanik Setyawati, M. Hum dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Pembahasan mengenai analisis berbahasa pada tataran morfologi tidak hanya diterangkan oleh Setyawati (2010), melainkan juga diterangkan oleh Pateda (1989). Sama halnya dengan tataran fonologi sebelumnya, yang memiliki perbedaan pembahasaan. Pada tataran fonologi juga Pateda tidak secara terperinci membahas mengenai analisis kesalahan pada tataran morfologi, beliau hanya menerangkan poin pentingnya saja. Sedangkan pada Setyawati pembahasan mengenai analisis kesalahan pada tataran morfologis lebih terperinci lagi.
Contohnya, pada Pateda analisis kesalahan pada tataran morfologi sekedar membahas pemilihan kata baku dan non baku dalam bahsa sehari-hari. Sedangkan menurut pembahasan Setyawati lebih dari itu, yakni pembahasannya dimulai dari
1.      Penghilangan afiks,
2.      Bunyi yang seharusnya luluh tidak diluluhkan
3.      Peluluhan bunyi ynag seharusnya tidak luluh
4.      Penggantian morf
5.      Penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-
6.      Penggunaan afiks yang tepat
7.      Penentuan bentuk dasar yang tidak tepat
8.      Penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata
9.      Pengulangan kata majemuk yang tidak tepat

·         Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dan Drs. Djago Tarigan dengan judul “Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa”
Antar bahasa atau interlanguage adalah pembahasan bab IV dalam buku Tarigan & Tarigan (1989). Dijelaskan bahwa analisis kontrastif dan analisis kesalahan berbeda dengan antarbahasa dalam hal:
1)      Sikap terhadap performansi pembelajar
2)      Performansi pembelajar yang dapat dihubungkan dengan ciri-ciri bahasa.
Istilah “antarbahasa” bersinonim dengan “dialek idiosinkratik” dan “sistem aproksimatif”, tetapi “antarbahasa” lebih mapan dan lebih luas terpakai.
Proses dalam antarbahasa mencakup transfer bahasa, transfer latihan, siasat pembelajaran B2, siasat komunikasi B2, dan overgeneralisasi kaidah-kaidah bahasa sasaran.
Dala antarbahasa terdapat beraneka masalah yaitu maasalah metodologis dan masalah teoritis. Selain itu terdapat juga variabilitas dalam antarbahasa yaitu variabilitas bersistem dan variabilitas tidak bersistem.
Tataran antarbahasa bertujuan untuk:
1.      Memberi informasi perilaku pembelajar bagi perencanaan strategi pedagogik;
2.      Bertindak sebagai prasyarat bagi validasi tuntunan keras dan tuntunan lemah pendekatan kontrastif;
3.      Mencari hubungan antara pembelajaran masa kini, dulu, dan nanti; dan
4.      Memberi sumbangan bagi teori linguistic umum.
·         Markhamah, dkk dengan judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Kalimat bervariasi adalah pembahasan dalam bab IV menurut Markhamah, dkk (2009). Keefktifan kalimat, selain dilihat dari ciri gramatikal, keselarasan, kepaduan, dan kehematan juga dilihat dari kevariasian. Kevariasian memang tidak secara langsung berdampak pada kesalahan, tetapi lebih berdampak pada ketepatan, gaya, atau keindahan.
Kalimat bervariasi terbagi atas empat, yaitu:
1.      Kalimat bervariasi urutan
2.      Kalimat bervariasi aktif-pasif
3.      Kalimat bervariasi berita-perintah-tanya
4.      Kalimat bervariasi panjang-pendek
·         Dr. Mansoer Pateda dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan
Sumber dan penyebab kesalahan adalah pembahasan bab IV menurut Pateda (1989). Penyebab kesalahan perlu diketahui untuk keperluan penanganannya dan sekaligus perencanaan pengajaran remedial. Sumber dan penyebab kesalahan banyak, tetapi yang terpenting datangnya dari bahasa ibu, lingkungan, kebiasaan, interlingual, interferensi, dan tidak kalh pentingya adalah kesadaran penutur bahasa.
a)      Pendapat populer
Pendapat popular menyebutkan kesalahan bersumber pada kehati-hatian si terdidik  dan yang lain karena pengetahuannya terhadap bahasa yang dipelajari, dan interferensi.
b)      Bahasa ibu
Istilah bahasa ibu biasa dipadankan menjadi istilah first language, dan bagi orang Indonesia dipadankan dengan bahasa daerah. Bahasa ibu meruapakan salah satu sumber dan penyebab kesalahan. Karena penggunaan bahasa ibu dapat mempengaruhi B2 sehingga terjadilah suatu kesalahan.
c)      Lingkungan
Lingkunganm yang dimaksud di sini adalah lingkungan yang mempengaruhi penguasaan bahasa si terdidik seperti di rumah, sekolah, dan lingkungan di masyarakat.
d)     Kebiasaan
Kebiasaan bertalian dengan pengaruh bahasa ibu dan lingkungan. Si terdidik terbiasa dengan pola-pola bahasa yang didengarnya. Oleh karena pola atau bentuk sudah menjadi kebiasaan, kesalahan sulit dihilangkan.
e)      Interlingual
Untuk menerankan gejala interlingual si terdidik kita hanya dapat mengobservasinya melalui data performansi dalam berbagai situasi dan mengidentifikasi interlingual melalaui ujaran si terdidik, interlingual yang diujarkan, dan bahasa kedua atau bahasa yang sedang dipelajari.
f)       Interferensi
Interferensi ialah adanya tuturan seseorang yang menyimpang dari norma-norma l1 sebagai akibat dari perkenalannya dengan l2 atau sebaliknya.
BAB V
·      Nanik Setyawati, M. Hum dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Pada bab VI dalam Setyawati (2010) membahas kelanjutan dari bab sebelumnya mengenai kesalahan berbahasa. Namun, pada bab ini kesalahan berbahasa khusus pada tataran sintaksis berupa kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat.
Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa sering dijumpai dalam bahasa lisan maupun bahasa tertulis. Artinya, kesalahan berbahasa dalam bidang frasa ini sering terjadi dalam kegiatan bercerita maupun kegiatan menulis. Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:
1.    Adanya pengaruh bahasa daerah
2.    Penggunaan preposisi yang tidak tepat
3.    Kesalahan susunan kata
4.    Penggunaan unsur yang berlebihan dan mubazir
5.    Penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan
6.    Penjamakan yang ganda
7.    Penggunaan bentuk resiprokal yang tidak tepat.
Kesalahan berbahasa dalam bidang kalimat terdiri atas:
1.    Kalimat tidak bersubjek
2.    Kalimat tidak berpredikat
3.    Kalimat tidak bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat buntung)
4.    Penggandaan subjek
5.    Antara predikat dan objek yang tersisipi
6.    Kalimat yang tidak logis
7.    Kalimat yang ambiguitas
8.    Penghilangan konjungsi
9.    Penggunaan konjungsi  yang berlebihan
10.     Urutan yang tidak pararel
11.     Penggunaan istilah asing
12.     Penggunaan kata tanya yanag tidak perlu
·      Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dan Drs. Djago Tarigan dengan judul “Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa”
Bab V dalam buku Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa ini membahas mengenai kesalahan berbahasa bedasarkan pengklasifikasian atau taksonominya yang terdiri atas:
1.    Taksonomi kategori linguistik
Ada beberapa taksonomi kesalahan berbahasa yang telah didasarkan pada butir linguistik yang dipengaruhi oleh kesalahan. Taksonomi-taksonomi kategori linguistik tersebut mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa berdasarkan komponen linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi oleh kesalahan, atau berasarkan kedua-duanya.
2.    Taksonomi siasat permukaan
Taksonomi siasat permukaan menyoroti bagaimana cara-caranya struktur-struktur permukaan berubah. Secara garis besarnya, kesalahan-kesalahan yang terkandung dalam taksonomi siasat permukaan ini adalah:
a)    Penghilangan (omission)
b)   Penambahan (addition)
c)    Salah formasi (misformation)
d)   Salah susun (misodering)
3.    Taksonomi komparatif
Kesalahan taksonomi komparatif didasarkan pada perbandingan-perbandingan antara struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe konstruksi tertentu lainnya.
4.    Taksonomi efek komunikatif
Taksonomi efekkomunikatif memandang serta menghadapi kesalahan-kesalahan perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca.
Selain membahas mengenai kesalahan berdasarkan klasifikasi atau taksonominya, dalam bab ini juga dibahas mengenai tahapan analisis kesalahan berbahasa, yaitu:
1.    Memilih korpus bahasa
2.    Mengenali kesalahan dalam korpus
3.    Mengklasifikasikan kesalahan
4.    Menjelaskan kesalahan
5.    Mengevaluasi kesalahan
·      Markhamah, dkk dengan judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Kesalahan berbahasa yang dibahas oleh Markhamah (2009) mengenai kesalahan berdasarkan struktur yang dibagi menjadi 5 yaitu.
1.      Kesalahan struktur karena kerancuan aktif-pasif
2.      Kesalahan struktur karena subjek dan keterangan
3.      Kesalahan struktur karena pengantar kalimat
4.      Kesalahan struktur karena penghubung terbagi yang kurang tepat
5.      Kesalahan struktur karena ketiadaan induk kalimat
·      Dr. Mansoer Pateda dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan
Jika Tarigan membahas kesalahan berdasarkan taksonomi atau pengklasifikasian, Markhamah membahas kesalahan berdasarkan struktur, dan Setyawati membahas kesalahan berdasarkan tataran linguistiknya. Berbeda pula dengan Pateda. Pateda membahas kesalahan berbahasa berdasarkan empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dan pada bab V ini, akan dibahas terlebih dahulu yaitu mengenai kesalahan berbahasa menyimak dan berbicara.
Kesalahan menyimak berkisar pada kesalahan mengidentifikasi bunyi-bunyi bahasa. Kesalahan ini berupa susah membedakan fonem, tekaanan kata, intonasi, bentuk-bentuk lafal menurun, pengungkapan gagasan, dan lain sebagainya.
Sedangkan pada kesalahan berbicara berupa kesalahan melafalkan bunyi-bunyi bahasa dan kesalahan memilih kata-kata atau istilah yang tepat.
BAB VI
·      Nanik Setyawati, M. Hum dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Jika pada bab sebelumnya membahas mengenai kesalahan pada bidang sintaksis, maka pada VI ini Setyawati (2010) membahas mengenai kesalahan berbahasa pada tataran semantik.
Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik dapat berkaitan dengan bahasa tulis maupun bahasa lisan. Kesalahan berbahasa ini dapat terjadi pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik ini penekanannya pada penyimpangan makna, baik berkaitan dengan fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat yang maknanya menyimpang dari makna yang seharusnya, maka tergolong ke dalam kesalahan berbahasa jenis ini.
Kesalahan berbahasa pada tataran semantik tergolong menjadi dua yaitu kesalahan penggunaan kata-kata yang mirip dan kesalahan pemilihan kata atau diksi.
·      Markhamah, dkk dengan judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Bab VI dalam buku Markhamah (2009) membahas mengenai kesantunan sosiolinguistik dalam teks keagamaan. Hal yang dibahas pertama pada buku ini yaitu pengertian mengenai definisi dari santun. Dalam islam santun adalah bagian dari akhlak. Akhlak adlah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang dari keadaan itu lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui pemikiran, pertimbang, atau penelitian.
Pembahasan selanjutnya yaitu mengenai kesantunan sosiolinguistik dalam teks terjemahan Al Quran. Dijelaskan bahwa terjemahan Al-Quran yang mengandung etika berbahasa terdapat macam-macam kesantunan sosiolinguistik. Kesantunan yang dimaksud adalah merendahkan diri sendiri, menanyakan secara lebih rinci pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan sebagai bentuk penolakan terhadap perintah, menggunakan sindiran untuk meminang secara halus, mengucapkan san menjawab salam,menggunakan eufemisme, mengucapkan ‘hiththah’ sambil membungkukan badan, menggunakan panggilan kehormatan, berbicara dengan suara lunak, mengucapkan kata-kata yang baik, berbicara dengan sabar, mengucapkan kalimat doa, menyelamatkan muka mitra bicara, memberi keputusan dengan adil, dan mematuhi penggilan danperintah.
·      Dr. Mansoer Pateda dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan
Jika sebelumnya membahas mengenai kesalahan menyimak dan bicara, maka pada bab ini Pateda berlanjut pada pembahasan mengenai kesalahan membacadan menulis.
Sebelum membahas mengenai kesalahan membaca, Pateda menjelaskan terlebih dahulu pengertian membaca, proses membaca, motivasi membaca, model membaca, dan metode membaca. Setelah itu barulah dijelaskan kesalahan membaca yang berupa lafal yang sangat dipengaruhi oleh lafal dalam bahasa ibu, salah membaca kelompok kata, penggunaan unsur suprasegmental yang tidak tepat, pungtuasi belum dikuasai.
Kesalahan berikutnya yaitu kesalahan menulis. Kesalahan ini berhubungan dengan kemampuan menulis seseorang, sehingga kesalahan yang terjadi berdasarkan kesalahan kalimat, kesalahan kata, kesalahan ejaan dan tanda baca, serta kesalahan dalam alinea.
BAB VII
·      Nanik Setyawati, M. Hum dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Kesalahan berbahasa selanjutnya menurut Setyawati yaitu kesalahan berbahasa tataran wacana. Ruang lingkup kesalahan pada tataran wacana dapat meliputi kesalahan kohesi dan kesalahan dalam koherensi.
Kesalahan kohesi berdasarkan kesalahan penggunaan pengacuan, kesalahan penggunaan penyulihan, kekurangefektifan wacana karena tidak ada pelepasan, dan kesalahan penggunaan konjungsi.
·      Markhamah, dkk dengan judul buku “Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa”
Pembahasan pada bab VII dalam Markhamah, dkk yaitu mengenai kesantunan linguistik dalam terjemahan Al Quran.  Pertama dibahas terlebih dahulu mengenai pengertian kesantunan linguistik. kesantunan lingusitik yang dimaksud adalah kesantunan berbahasa yang merupakan cara yang ditempuh oleh penutur di dalam berkomunikasi agar penutur tidak merasa tertekan, tersudut, atau tersinggung.
Selanjutnya, pembahasan mengenai kesantunan linguistik dalam terjemahan Al Quran yang mengandug pola-pola konstruksi yang terdiri dari konstruksi deklaratif, konstruksi imperatif, konstruksi interogratif,  dan konstruksi pengandaian.
Kesantunan lingusitik dalam konstruksi deklaratif terletak pada ketersiratan makna, baik perintah, larangan, peringatan, ajakan, maupun sindiran yang dinyatakan tidak secara langsung.
Konstruksi imperatif yang mengandung kesantunan linguistik dalam AL Quran ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) penonjolan pelaku, (2) bermakna antonim, (3) bermakna peringatan, dan (4) penonjolan penderita.
Kesantunan linguistik dalam konstruksi interogatif ditemukan dalam konstruksi interogatif yang bermakna perintah dan peringatan dengan karakteristik sebagai berikut: (1) berpemarkah kata tanya, (2) mengandung perbandingan, dan  (3) digabung dengan deklaratif.
Kesantunan linguistik juga ditemukan dalam konstruksi pengandaian yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) bermakna perintah dengan penonjolan pelaku, dan (2) bermakna larangan dalam gabungan dengan konstruksi interogatif-deklaratif.
·      Dr. Mansoer Pateda dalam karyanya yang berjudul “Analisis Kesalahan
Berbeda dengan pembahasan pada bab-bab sebelumnya yang menjelaskan mengenai teori, pada bab VII ini Pateda menjelaskan mengenai penerapan analisis kesalahan.
Tahapan pertama yaitu teknik analisis. Terdapat dua mekanisme menganalisis kesalahan yakni membuat kategori kesalahan dan mengelompokkan jenis kesalahan itu berdasarkan daerahnya. Secara teknis mekanisme ini dilaksanakan dengan cara seleksi awal, menentukan kategori kesalahan, daan mencek cepat. Tahapan kedua implikasi pedagogis. Ketiga, dukungan terhadap analisis kesalahan yaitu dukungan yang dimaksud adalah kita harus memahami terlebih dahulu apa yang harus kita analisis. Keempat yaitu prosedur analisis kesalahan yang teridi atas pengenalan, pemerian, dan penjelasan. kelima, format analisis kesalahan. Setiap tataran kesalahan memiliki format analisis kesalahan yang berbeda-beda. Keenam, kesulitan menerapkan analisis kesalahan. Dan terakhir yaitu analisis.
BAB VIII
·      Nanik Setyawati, M. Hum dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik”
Kesalahan berbahasa dalam penerapan kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan adalah tema dari bab VIII dalam Setyawati (2010). Kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan yang berhubungan dengan ejaan bahasa bahasa Indonesia seperti kesalahan penulisan huruf besar atau huruf kapital, kesalahan penulisan huruf miring, kesalahan penulisan kata, kesalahan memenggal kata, kesalahan penulisan lambang bilangan, kesalahan penulisan unsur serapan, dan kesalahan penulisan tanda baca.
Sumber:
Markhamah, dkk. 2009. Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa. Surakarta: Muhammadiyan University Press.
Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Gorontalo: Penerbit Nusa Indah
Setyawatin Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik. Surakarta: Yuma Pressindo
Tarigan, Henry Guntur & Djago Tarigan. 1989. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.