Nama : Lilis Marliah
NIM :
2222120528
Kelas : 7A, PBI.
Mata Kulaiah : Analisis Kesalahan
Berbahasa
Analisis Kesalahan Bahasa
BAB
I
Menurut
Markhamah, dkk (2009) manusia adalah hamba allah yang termulia yang melebihi
makhluk apa pun di dunia ini. Akan tetapi, perkembangan teknologi dan industry
semakin pesat hingga keadaan merubah segalannya, kini manusia menjadi hamba
teknologi seperti kata Sartono “dehumanisasi”. Kasus seperti ini menurut Lury
(Markhamah, dkk 2009:2) disebut sebagai masyarakat yang berbudaya materi.
Dalam
berkomunikasi dengan berbagai bahasa tidak hanya sekadar memahami dan bisa
berbicara dalam bahasa apa saja, tetapi ada prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan. Prinsip-prinsinya yaitu prinsip kerukunan dan prinsip kehormatan.
Ada dua sisi yang perlu mendapatkan perhatian ketika berkomunikasi, pertama bahasannya sendiri, kedua sikap atau prilaku ketika
berkomunikasi.
Menurut Tarigan
dan Tarigan (1988). Lebih dari sepuluh penduduk di bumi ini adalah
dwibahasawan. Kedewibahasaawan terdapat didunia, yaitu hasil dari pemerolehan
bahasa yang menimbulkan interferensi atau penyebab kesalahan berbahasa.
Kesalahan berbahasa berarti memahami pengajaran bahasa, pemerolehan bahasa,
kedwibahasaan dan interferensi atau bisa disebut dengan langsung atau tidak
langsung. Pengajaran bahasa menghasulkan PBI 1 dan PBI 2.
Di Indonesia
sendiri, bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan , yaitu sebagai bahasa
nasional, dan bahasa Negara (Setyawati, 2010: 1). Sesuai dengan kedudukannya
tidak heran jika bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang gunakan sebagai
keperluan sehari-hari dan beranekaragam. Ragam bahasa dapat diamati berdasarkan
sarananya, suasananya, norma pemakaiannya, tempat atau daerahnya, bidang
penggunaanya, dan lain-lain.
A. Sifat
bahasa Indonesia sebagai ragam bahasa ilmu antara lain sebagai berikut :
1. Ragam
bahasa ilmu bukan dialek
Dialek
adalah suatu sistem kebahasaan yang digunakan oleh satu masyarakat untuk
membedakannya dari masyarakat yang lain yang berlainan walau pun erat hubungannya
(Ayatrohaedi, 1979 :1).
2. Ragam
bahasa ilmu merupakan ragam resmi
Ragam
bahasa resmi yang mengikuti aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang baku.
3. Ragam
bahasa imu digunakan para cendikiawan untuk mengkomunikasikan ilmunya.
Uraian
ilmiah baik tertulis mau pun lisan merupakan uraian yang mengandung hasil
penyelidikan ilmiah, baik yang baru saja dilakukan atau pun yang telah lama
digunakan. Menurut Johanes (0Setyawaty,
2010: 8) penyelidikan ilmiah itu dilakukan dengan penalaran yang logis dengan
metode ilmiah.
Dalam situasi apapun baik langsung
atau tidak langsung, resmi atau resmi dalam bekomunikasi haru berbahasa baik
dan benar agar apa yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami.
A.
Analisis
Kesalahan sebagai Bagian Linguistik
Menurut Lyaons (Pateda, 1989: 13) mengatakan
linguistik adalah studi bahasa secar ilmiah. Seperti yang telah dikatakan
Pateda (1989:13) Linguistik dapat dillihat dari berbagai seni sebagai berikut :
-
Pembidangan
-
Sifat telaahnya
-
Pendekatan objeknya
-
Alat analisisnya
-
Hubungannya dengan ilmu
lain
-
Penerapannya
-
Teori atau aliran yang
mendasarinya
B.
Analisis
Kontrasif dan Analisis Kesalahan
Analisis Konstrasif yaitu permasalahan
dalam kebahasaan yang menyebabkan permasalahan konstatif yaitu adannya
kedwibahasaan yakni bahasa pertama yang mereka pelajari adalah bahasa ibu
(PBI1) dan bahasa yang masyarakat pelajari adalah bahasa Indonesia (PBI2).
Ketika seorang anak yang masih belajar di sekolah dasar ia akan mendapatkan
atau mempelajari bahasa Indonesia namun bahasa Ibunya mempengaruhi proses
pembelajaran Bahasa Indonesia, pengaruhnya pada fonologi, morfologi, dan
sintaksis.
Analisis Kesalahan yaitu menganalisis
kesalahan atau ketidak tepatan seseoran dalam mengucapakan sebuah kalimat
contoh guru bahasa memerintahakan kepada siswannya untuk membuat kalimat dari
kata “Pembangunan”, kalimat siswa “Pembangunan rumah kami hamper selesai” jika
di lihat dari makna kalimat ini tidak tepat dalam penggunaan kata pembangunanya, maka kesalahan tersebut
dapat dianalisis dengan mengunakan Analisis Kesalahan.
Analisis
Kesalahan Bahasa
BAB
II
A.
Pengertian kesalahan
berbahasa.
Menurut Setyawati (2010: 16) Dalam
bahasa Indonesia terdapat beberapa kata yang artinya bernuansa dengan kesalahan
yaitu, penympangan, pelanggaran, dan kehilafan.
1. Penyebab
kesalahan-kesalahan berbahasa
a.
Interferesensi bahasa
Ibu atau bahasa pertama (B1)
b.
Kekuranganpahaman
pemakaian bahasa terhadap bahasa yang dipakainya
c.
Pengajaran bahasa yang
kurang tepat atau kurang sempurna
Sedangkan menurut
menurut Tarigan (dalam Setyawan 2010 :19) menyebutkan beberapa kesalahan
berbahasa dalam bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Berdasarkan
tataran Lingustik
2. Berdasarkan
kegiatan/keterampilan berbahasa
3. Berdassarkan
sarana atau jenis bahasa (lisan dan tulisan)
4. Interferensi
Ada pun jenis-jenis
kesalahan berbahasa yaitu : kesalahan acuan, kesalahan register, kesalahan
sosial, kesalahan tekstual, kesalahan pengungkapan, kesalahan perorangan,
kesalahan kelompok, kesalahan menganalogi, kesalahan transfer, kesalahan guru,
kesalahan global.
Menurut Ellis (dalam,
Setyawan, 2010 : 17) menyatakan bahwa
terdapat lima langkah kerja analisis bahasa yaitu
1. Mengumpulkan
sampel kesalhan
2. Mengidentifikasi
kesalahan
3. Menjelasakan
kesalahan
4. Mengklasifikasikan
kesalahan
5. Mengevaluasi
kesalahan.
Analisis kesalahan
berbahasa merupakan sebuah proses yang didasarka pada analisis kesalahan
seseorang yang sedang belajar dengan bahasa (objek).
Kaitan Mata Kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa dengan
Mata Kuliah Lain yaitu memperhatikan jenis-jenis kesalahan berbahasa yang
dikaitkan dengan linguistic dan tataran linguistik, kesalahan berbahasa
dikaitkan dengan teori belajar berbahasa, dengan kegiatan/keterampilan
berbahasa,
B.
Analisis Kontrasif
Menurut James (dalam, Tarigan dan
Tarigan 1988: 22) Dasar psikologis analisis kontrasif adalah teori transfer
yang diuraikan dan difornulasikan di dalam suatu teori psikologis
Stimilus-Responsi kaum Behavioris dengan kata lain yaitu ilmu jiwa merupakan
dasar analisis kontrasif. Ada dua butir pentiting dalam teori bejara ilmu jiwa
dan dikaitkan dengan pemerolehan bahasa:
1. Kebiasaan
berbahasa
2. kesalahan
berbahasa
kebiasaan
berbahasa mempunyai dua karakter utama. Pertama dapat diamati (berupa benda dan
kegiatan) yang dapat dilihat. Kedia kebiasaan bersifat mkanisme atau otomatis,
kebiasaan itu terjadi dengan spontan sangat sukar dihilangkan. Sedangkan
kesalahan berbahasa terjai karena transfer negative. Transfer negative itu sendiri merupakan
akibat pnggunaan system yang berbedayang terdapat pada PBI1 dan PBI2. Kesalahan
berbahasa dapat dihilangkan dengan cara menanamkan kebiasaan melalui latihan
(Tarigan dan Tarigan, 1988 : 22-23)
Analisis kontrastif, berupa prosedur
kerja, adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1
dengan struktur B2 untuk mengidentifikasikan perbedaan-perbedaan di antara
kedua bahasa. Hasil Analisis kontrastif dapat digunakan sebagai landasan dalam
meramakan kesulitan belajar berbahasa.
Kembali pada tujuan awal bahasa digunakan untuk mmepermudah
komunikasi dan sifat bahasa itu harus komunikatif yang artinya dapat
menyampaikan gagasan dan maksud dari seorang komunikator kepada komunikan.
Bahasa yang komunikatif tersusun dari kalimat yang efektif.
Kelengkapan unsur kalimat menentukan kejelasannya.
Setidaknya sebuah kalimat memilki unsur fungsi dan predikat. kalimat yang
lengkap juga harus ditulis sesuai dengan ejaan yang berlaku, disamping pilihan
kata-katanya juga harus tepat. Kalimat yang jelas dan baik akan mudah difahami
oleh orang secara tepat. Kalimat yang demikian itu disebut kalimat efektif,
yang secara tepat dapat mewakili pikiran dan keinginan penulisnya.
Kelimat efektif juga diartikan sebagai kalimat yang memilki
kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan dalam pikiran pembaca atau
penulis. Hal ini berarti bahwa kalimat efektif harus disusun secara sadar untuk
mencapai daya informasi yang diinginkan penulis terhadap pembacanya. Bila hal
ini tercapai diharapkan pembaca akan tetarik kepada apa yang dibicarakan dan
tergerak hatinya oleh apa yang disampaiakn itu.
1.
Ciri Gramatikal Kalimat Efektif
Ciri ini dapat dilihaT dari bidang
morfologi dan bidang sintaksis. Ciri gramatikal morfologis adalah ciri-ciri
yang sesuaia dengan kaidah morfologis. Misalnya ciri-ciri yang berkaitan dengan
penggunaan bentuk kata.
Kalimat tidak gramatikal
|
Kalimat gramatikal
|
Abel sedang nyanyi dengan adiknya.
|
Abel sedang bernyanyi dengan
adiknya.
|
Kalimat tidak gramatikalnya terletak
pada kata nyanyi. Kata nyanyi termasuk kata yang tidak baku kata yang baku
adalah bernyanyi. Hilangnya afiks ber-menyebabkan kata tersebut kurang
gramatikal.
Ciri gramatikal sintaksis adalah
ciri gramatikal yang berkenaan dengan kaidah sintaksis. Kaidah sintaksis
berkaitan dengan struktur kata dalam kalimat, tanda baca, dan ejaan. Perbedaan
kegramatikalan secara morfologis dan sintaksis adalah dalam ketidakgramatikalan
secara sintaksis tidak terdapat kata yang salah atau tidak tepat secara
mofologis. Semua kat asecara morfolgis sudah tepat. Tetapi terdapat urutan atau
kaidah sintaksiis yang dilanggar atau tidak dipenuhi.
Kalimat tidak gramatikal
|
Kalimat gramatikal
|
Kunci loker itu belum ditemukan
oleh kita
|
Kunci loker itu belum kita temukan
|
Kaliamt ditas merupakan kalimat
aktif bentuk diri. Kalimat ini menggunakan bentuk diri seperti saya, kita,
anda, engkau, kamu ditambah pokok kata kerja. Karea itu predikat tidak
menggunakan verba berimbuhan di- tetapi menggunakan verba bentuk diri kita
temukan. Hungan antara kita dan temukan sangat erat . demikian eratnya hubnugan
kedua kata ini sehingga tidak bisa disisipi oleh kata lain.
2. Ciri Diktis Kalimat Efektif
Ciri diktis adalah ciri kalimat
efektif yang berkaitan dengan pemilihan kata. Kata-kata ini memiliki kriteria
tepat bentuknya, ketepatan bentuk berhubungan dengan kebakuan pemakaian.
Seksama (sesuai), kesesuaian berhubungan
dengan logika dan letaknya dalam struktur kalimat, dan lazim, kelaziman
berhubungan dengan kebiasaan pemakain kata dalam bahasa Indonesia.
a.
Rambu lalu
lintas (dibuat, dibikin, diciptakan,
dikreasikan) untuk dipasang ditempat-tempat yang rawan.
b. Seni tari ini (dibuat, dibikin,
diciptakan, dikreasikan) oleh para
seniman tari.
Dalam kurung diats terdapat
kata-kata yang mempunyai makna umum yang sama, tapai secar strulktural
kata-kata tersebut tidak semunya tepat. Kalimat a lebih tepat menggunakan kata
dibuat. Kata dibikin merupakan kata yang tidak baku sedangkan kata diciptakan
dan dikreasikan kurang tepat dengan konteksnya. Kata dikreasikan lebih tepat
digunakan untuk kalimat b.
Menurut Soedjito (1988) kalimat
efektif adalah kalimta yang emmenuhi pedoman pemilihan kata yang tepat. Pedoman
pemilihan kata yang epat meliputi : (1) Pemakain kata tutur, (2) Pemakain
kata-kata bersinonim, (3) Pemakain kata yang bernilai rasa, ( 4) Pemakain
kata-kata atau istilah asing, (5) Pemakain kata-kata kongret atau abstrak, (6)
Pemakain kata-kata umum dan khusus, (7) Pemakain kata-kata ideomatik, dan (8)
Pemakain kata-kata yang lugas.
1. Pemakain kata-kata tutur
Kata tutur adalah kata yang biasanya bukan kata baku dan
sering dipakai dalam kaliamta yang sering diucapakn dalam omunikasi
sehari-hari. Maka dalam suatu penulisan karya ilmiah maupun dalam bahasa
perkuliahan kalimta tersebut hendaknya dihindari. Contohnya adalah : tentunya,
dianya, bapaknya, bilang, makanya,dan lain-lain.
2. Pemakian kata-kata bersinonim
Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama
denganbentuk bahsa lain ( Tim Penyususn KBBI, 2002:1072). Walauapun maknanya
sama tetapi tidak semua kata-kata yang bersinonim bisa salaing menggantikan.
Namun adaapula kata kata bersinonim yang dapat saling menggantikan.
3. Pemakain kata yang bernilai rasa
Nilai rasa adalah kandungan makna yang terdapat pada suatu
kata yang secara social berhubungan denag moral atau etika; kata-kata yang
berhubungan dengan halus atau kasar. Kata-kata ini sangat berhubungan dengan
sopan santun atau norma berkomunikasi didalam masyarakat. Kata-kata ini harus
menyesuaiakan dengan subyek yang dituju.
a. Kepala sekolah memohon kedatang
walimurid dalam acara rapat persiapan UNAS.
Kata
memohon diats kurang te[at karean yang meminta adalah keplaa sekolah yang
kedudukannya lebih tinggi dari wali murid sehingga kata yang tepat untuk
pengganti kata memohon adalah meminta.
4. Pemakaian kata-kata atau istilah
asing.
4.1 Kata-kata asing adalah kata-kata
yang diambil dari bahasa asing. Kata-kata tersebut biasanya masuk karena dibawa
oleh pengaruh IPTEK. Dalam perkembangannya ada kata-kata asing yang sudah
memiliki padanan katanya dalam bahasa Indonesia namaun ada pula yang masih
belum memilki oadanan kata. Untuk kata-kata serapan yang sudah memilki padanan
kata dalam bahasa Indonesia sebaiknya digunakan padanan katanya.
4.2 Kata-kata asing yang belum ada
padanann katanya dalam bahasa Indonesia boleh digunakna dengan sarat sebagai
berikut ( Soedjoto, 1988: 4):
a.
Lebih
cocok karena konotasinya
Konotasi halus
|
Konotasinya kurang halus
|
Professional
|
Bayaran
|
b. Lebih singkat daripada
terjemahannya.
Pendek
|
Terjemahan lebih panjang
|
Imunisasi
|
Pengebalab terhadap penyakit
|
c.
Lebih
bersifat internasional daripada padanannya.
Istilah internasional
|
Istilah dalam bahsa indonesia
|
Sintaksis
|
Tata kalimat
|
5. Pemakain kata-kata kongret dan
abstrak
Kata kongret adalha kata yang menunjuk kepada objek yang
dapat diindera, seperti diraba, dibau, dilihat, dirasakan atau didengar. Contoh
kata kongret adalah meja, kursi, bunga dll. Kata abstrak adalah kata yang
menunjuk kepda konsep, gagasan, pemikiran, perasaan, atau sifat. Contoh kata
abstrak: senang, ideology, rasional dll.
6. Pemakaian kata umum dan kata khusus
Kata umum adalh kata-kata yang luas ruanglingkupnya,
sementara kata-kata khusus merupakan kata-kata yang ruang lingkupnya sempit.
Kata-kata umum lebih kabur bayangannya dalam angan-angan. Kata-kata khususs
lebih jelas dan terbatas gambarannya dalam benak pembaca.
Seorang pemulis atau penutur sebaiknya menggunakna kata
katakhusus jika hal yang akan diungkapkan memang spesifik atau terbatas dan
menggunakan kata umum jika sesuatau yang dimaksud bersifat umum.
Kata umum
|
Kata khusus
|
Buha-buahan
|
Apel, semangka, jeruk, papaya,
strowberi
|
7. Pamakain kata yang bersifat
idiomatic
Idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan
gabungan makna anggota-anggotanya. Misalnya : hansip menjadi kambing hitam
dalam peristiwa kebakaran tersebut, padahal mereka tidak tahu apa-apa. Makna kambing hitam secara keseluruhan tidak
sama dengan makna kambing dan hitam ( Kridalaksana, 1993: 82 )
8. Pemakain kata-kata lugas
Kata lugas adalah kata yang bersahaja, apa adanya,
sederhana, yang bukan merupakan ungkapan yang panjang. Swupaya tidak menylitkan pembaca atau pendengar, seorang
penulis sebaiknya memilih kata atau ungkapan ayng sederhana , lebih pendek,
lebih mudah dioahami, dan lebih mengena. Contoh kata-kata yanglugas adalah
dibawah ini.
Kata / ungkapan/ frase yang
panjang
|
Kata / ungkapan lugas
|
Sepanjang sepngetahuan saya
|
Setahu saya
|
Analisis
Kesalahan Berbahasa
BAB
III
Teori Analisis kesalahan memiliki
butir-butir yang penting sebagai landasan pemahaman analisis kesalahan antara
lain:
-
Batasan atau pengertian
analisis kesalahan
-
Tujuan dan metodologi
analisis kesalahan
-
Kebangkitan kembali
minat terhadap analisis kesalahan
-
Reorientasi analisis
kesalahan, yang mencakup uraian atau penjelasan mengenai: pengertian
kekeliruan, perbedaan kekeliruan dan kesalahan, tujuan, data dan metode.
-
Sumber, sebab, dan
signifikasi analisis kesalahan
-
Pendekatan
nonkontrastif terhadap analisis kesehatan
-
Gerakan analisis
kesehatan
-
Kelemahan analisis
kesehatan.
Daerah kesalahan berbahasa
1. Daerah
kesalahan fonologi
Dalam
pateda (1989:50) kesalahan fonologi berhubungan dengan pelafalan dan penulisan
bunyi bahasa. Dahulu dalam bahasa Indonesia tidak dikenal fonem /v/, sehingga
kata vak dilafalkan pak. Sama dalam bukunnya setyawan (2010:25-47).
2. Daerah
kesalahan morfologi
Kesalahan
pada bidang morfologi berhubungan dengan tata bentuk kata. Dalam bahasa
Indonesia dalam tataran morfologi antara lain : Penghilangan afiks, bunyi yang
seharusnnya luluh tetapi tidak diluluhkan, peluluhan bunyi yang seharusnnya
tidak luluh, penggantian morf, penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan
menge-., pemakaiiian afik yang tidak tepat, penentuan bentuk dasar yang tidak
tepat, penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan
kata majemuk yang tidak tepat. dalam buku Setyadi (2010:49) dan dijelaskan juga
pada buku Tarigan & Tarigan (1989: 53)
3. Daerah
kesalahan sintaksis
Menurut
Body dalam (Tarigan & Tarigan, 1989:58) kesalahan pada daerah sintaksis
berhubungan erat dengan kesalahan pada daerah morfologi, karena kalimat
berunsurkan kata-kata. Misalnnya kalimat dengan (i) kalimat yang berstruktur
tidak baku, (ii) kalimat yang ambigu, (iii) kalimat yang tidak jelas, (vi) diksi
yang tidak tepat yang membentuk kalimat, (v) kontaminasi kalimat, (vi)
koherensi, (vii) kalimat mubazir, (viii) kata serapan yang digunakan di dalam
kalimat, (ix) logika kalimat. Sedangkan
pada bukunnya Setyadi (2010: 75) mengatakan kesalahan dalam bidang frasa dan
kesalahan dalam bidang kalimat.
4. Daerah
kesalahan semantic
Menurut
Setyadi (2010:103-104) kesalahan berbahasa dalam tataran semantic dapat
berkaitan dengan bahasa tulis maupun bahasa lisan. Kesalahan ini dapat terjadi
pada tataran, fonologi, morfologi, dan sintaksis. Penekanan kesalaha berbahasa
dalam tataran semantic ini yaitu pada penyimpangan makna yang berkaitan dengan
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Adapun makna yang tidak tidak tepat
diantarannya :
a.
Kesalahan penggunaan
kata-kata yang mirip
b.
Kesalahan pilihan kata
atau diksi
Sedangkan menurut Tarigan & Tarigan
(1989: 62) daerah kesalahan semantic terdapat pada pemahaman makna kata dan
ketepatan pemakaian kata tu dalam bertutur.
5. Kesalahan
memfosil
Menurut
Selinker (dalam Tarigan & Tarigan, 1989: 63) mengatakan kesalahan memfosil
tidak berkaitan dengan daerah kesalahan, tetapi menyangkut sifat kesalahan. Menurut
Purwadarmita (Tarigan & Tarigan 1989:64) fosilisasi adalah bentuk –bentuk
linguistik yang salah, tetapi karena bentuk-bentuk itu selalu digunakan
kesalahan seperti itu dianggap biasa. Dalam bahasa Jawa disebut salah kaprah.
6. Kesalahan
berbahasa tataran wacana
Menurut
Setyadi (2010: 145) Wacana merupana satuan linguistic tertinggi. Sedangkan
menurut Kridalaksana (Setyadi, 2010: 145) dalam Wacana dapat direalisasikan
dalam bentuk karangan yang utuh (Novel, buku, seriensklopedia, dan sebagainya),
paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amat yang lengkap. Pernyataan
gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana itu sudah terbina
kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam
wacana tersebt atau adannya hubungan bentuk.
Menurut
Setyadi (2010: 147-147) mengatakan ruang lingkup kesalahan dalam tataran wacana
adalah kesalahan dalam kohesi dan kesalahan dalam koherensi.
7. Kesalahan
berbahasa dalam penerapan kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan.
a.
Ejaan dalam ejaan
memiliki cakupan kesalahan yang meliputi:
-
Kesalahan penulisan
huruf besar dan huruf capital
-
Kesalahan penulisan
huruf miring
-
Kesalahan penulisan
kata
-
Kesalahan memenggal
kata
-
Kesalahan penulisan
lambang bilangan
-
Kesalahan penulisan
unsur serapan
-
Kesalahan penulisan
tanda baca
Analisis
Kesalahan Bahasa
BAB
IV
Pada
empat buku tentaang Materi Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia
Kesalahan berbahasa pada tataran
linguistik bidang morfologi dijelaskan pada bab IV dalam buku Setyawati
(2010:49). Klasifikasi kesalahan berbahasa bidang morfologi yaitu meliputi
penghilangan afiks, bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak luluh, peluluhan
bunyi yang seharusnya tidak luluh, penggantian morf, penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, pemakaian afiks yang tidak tepat, penempatan afiks yang
tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan kata majemuk yang tidak tepat. Kemudian
pada bab IV, dalam bukunya Tarigan dan Tarigan menjelaskan tentang antarbahasa
atau interlanguage. Istilah antarbahasa mengacu pada seperangkat sistem yang
saling berpautan yang member ciri pada pemerolehan, sistem yang dapat diwasi
atau dapat diobservasi pada perkembangan, dan kombinasi bahasa ibu atau bahasa
sasaran tertentu. Proses antarbahasa mencakup transfer bahasa, transfer
latihan, siasat pembelajaran B2, siasat komunikasi B2, dan overgeneralisasi
kaidah-kaidah bahasa sasaran.
Dalam
antarbahasa terdapat berbagai permasalahan yaitu masalah metodologis dan
masalah teoretis. Masalah metodologis itu meliputi analisis kesalahan, telaah
lintas sektoral, telaah longitudinal, asal-usul “antarbahasa”, pengabaian faktor
eksternal, dan masalah variabilitas. Telaah antarbahasa bertujuan untuk memberi
informasi perilaku pembelajar bagi perencanaan strategi pedagodik, bertindak
sebagai prasyarat bagi validasi tuntutan keras dan tuntutan lemah pendekatan
kontrastif, mencari hubungan antara pembelajaran masa kini, dulu, dan nanti,
dan membri sumbangan bagi teori linguistik umum.
Berbeda
dengan buku karya Dr. Mansoer Pateda yang berjudul Analisis Kesalahan, pada bab
I dibahas mengenai analisis kesalahan yang merupakan bagian dari linguistik dan
juga bagian dari linguistik terapan. Selain itu, dibahas juga mengenai analisis
kontrastif.
Analisis
kontrastif adalah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik
perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa kedua atau bahasa yang sedang
dipelajari sehingga guru dapat meramalkan kesalahan peserta didik dan peserta
didik segera menguasai bahasa yang bukan bahasa ibunya yang sedang dipelajari.
Tujuan dari analisis kontrastif adalah menganalisis perbedaan antara bahasa ibu
dengan bahasa yang sedang dipelajari agar pengajaran berbahasa berhasil dengan
baik, menganalisis perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang
dipelajari agar kesalahan berbahasa peserta didik dapat diramalkan yang pada
gilirannya kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh bahasa ibu itu dapat
diperbaiki, kemudian hasil analisis itu digunakan untuk menuntaskan
keterampilan berbahasa terdidik, dan analisis kontrastif juga dapat membantu
peserta didik untuk menyadari kesalahan berbahasa sehingga diharapkan dapat
menguasai bahasa yang sedang dipelajari dalam waktu yang tidak lama.
Prosedur
penerapan analisis kontrastif menurut Whitman (dalam Brown, 1980:150 dalam
Pateda, 1989: 21), yaitu yang pertama, ahli bahasa atau guru bahasa berusaha
mendeskripsikan sistem bahasa yang diperbandingkan. Kedua, ahli bahasa atau
guru bahasa menentukan unsur kebahasaan yang berbeda, baik yang berhubungan
dengan fonologi, morfologi maupun sintaksis. Ketiga, mengkontraskan unsur-unsur
itu. Dan keempat, menentukan kesalahan yang dibuat si terdidik terhadap bahasa
yang sedang dipelajari atau bahasa kedua karena pengaruh bahasa pertama. Guru
yang telah membuat deskripsi dan kemudian membandingkan bahasa ibu si terdidik
dengan bahasa yang sedang diajarkan akan dapar meramalkan penyebab yang
menghambat si terdidik belajar bahasa kedua.
Dalam
hipotesis analisis kontrastif terdapat dua versi yaitu hipotesis analisis
kontrastif aliran keras dan hipotesis kontrastif aliran lunak. Penganut
analisis kontrastif haluan keras berpendapat bahwa kesulitan terbesar akan
timbul apabila terdapat perbedaan besar antara bahasa ibu dengan bahasa yang
dipelajari si terdidik, sedangkan penganut analisis kontarstif haluan lunak
berpendapat bahwa bahasa ibu tidak terlalu menghambat proses belajar bahasa
yang sedang dipelajari si terdidik.
Terdapat
beberapa kritikan terhadap analisis kontrastif yaitu yang pertama kritikan dari
penganut aliran transformasi-generatif. Penganut aliran ini berpendapat bahwa
bahasa tidak boleh hanya dipelajari sebagai perubahan tingkah laku manusia
saja, karena tingkah laku manusia hanyalah manifestasi lahiriah dari sesuatu
yang lebih dalam yang disebut penngetahuan. Apa yang dikontraskan hanyalah
struktur lahir saja, sedangkan struktur dalamnya diabaikan. Tidak hanya itu,
penganut analisis kontrastif terlalu banyak menyandarkan diri pada pandangan
kesejagatan universal yang diformulasikan dalam teori yang komprehensif.
Dardjowidjojo
(dalam Pateda, 1989:25) juga mengkritik penganut analisis kontrastif. Ia
berpendapat bahwa analisis kontrastif hanya dapat menerangkan
kesalahan-kesalahan yang dibuat si terdidik di kelas dan tidak dapat
meramalkannya.
Ada
empat model metodologi yang dikembangkan oleh Prajapati (1981: 105-108 dalam
Pateda 1989: 26) yaitu yang pertama model prediksi sederhana. Pada model ini
kompetensi si terdidik baik bahasa pertama atau bahasa kedua dibandingkan.
Berdasarkan perbandingan itu, dapat diramalkan kesalahan yang dapat menghambat
proses belajar bahasa si terdidik. Guru dapat meramalkan kesalahan yang akan
muncul berkat perbandingan bahasa-bahasa pertama dengan bahasa yang sedang
dipelajari.
Kedua,
metode analisis kesalahan. Pada metode ini diberikan kompetensi si terdidik,
baik kompetensinya pada bahasa bahasa pertama maupun pada bahasa kedua. Kemudian
didapatkan kesalahan-kesalahan yang akan dijelaskan sehingga peserta didik
tidak mngulangi kesalahan itu. Ketiga, model penjelasan sederhana yaitu
kompetensi si terdidik diperbandingkan antara bahasa pertama dan bahasa yang
sedang dipelajari. Hasilnya memuat tentang unsur yang sama dan unsur yang
berbeda. Perbandingan tersebut akan menunjukkan apakah terdapat bukti bahwa
kompetensi bahasa pertama memengaruhi kompetensi terhadap bahasa yang sedang
dipelajari atau tidak. Keempat, model prediksi eksplanatoris yaitu
membandingkan kompetensi si terdidik, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua.
Pada saat belajar bahasa kedua terdapat kompetensi transisi. Kompetensi
transisi akan berwujud performansi yang salah dan yang tidak. Performansi ini
dikumpulkan di dalam data performansi berupa performansi yang salah maupun yang
benar. Data tersebut dijelaskan kepada si terdidik. Penjelasan tersebut harus
didukung oleh teori linguistik dan teori belajar bahasa kedua sehingga
diharapkan ketuntasan berbahasa si terdidik akan lebih baik, karena si terdidik
telah mengetahui kesalahannya.
Menurut
Baradja (1981:8 dalam Pateda 1989: 30) sumbangan analisis kontrastif bagi
pengajaran bahasa meliputi dua hal yaitu sumbangan pada penulis buku teks dan
sumbangan pada guru kelas. Data yang diperoleh sebagai hasil analisis
kontrastif sangat membantu penulis buku teks, karena penulis buku teks akan
mudah menyesuaikan isi bukunya dengan tuntutan sekolah dan si terdidik. Bagi
guru kelas, pemahaman terhadap analisis kontrastis akan membantu pekerjaannya
sebagai guru bahasa.
Kemudian
dalam bukunya, pateda menjelaskan mengenai analisis kesalahan. Batasan dalam
analisis kesalahan yaitu menganalisis kesalahan dengan cara
mengkategorisasikan, menentukan sifat, jenis, dan daerah kesalahan. Kesalahan
yang perlu dianalisis melingkupi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik. Objek yang dianalisis adalah bahasa kedua atau bahasa asing yang
berbentuk formal.
Kemudian
pada bab IV dalam buku Pateda (1989:67) menjelaskan tentang sumber dan penyebab
dalam kesalahan berbahasa. Ada beberapa hal yang menjadi sumber dan penyebab
kesalahan. Menurut pendapat popular, kesalahan bersumber pada
ketidakhati-hatian si terdidik dan yang lain karena pengetahuan mereka terhadap
bahasa yang dipelajari dan interferensi. Pengaruh bahasa ibu, lingkungan,
kebiasaan, interlingual dan interferensi
juga dapat menjadi sumber dan penyebab kesalahan berbahasa.
Kemudian
kesalahan berbahasa pada tataran linguistik bidang morfologi dijelaskan pada
bab IV dalam buku Setyawati (2010:49). Klasifikasi kesalahan berbahasa bidang
morfologi yaitu meliputi penghilangan afiks, bunyi yang seharusnya luluh tetapi
tidak luluh, peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh, penggantian morf,
penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, pemakaian afiks yang tidak
tepat, penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan
kata majemuk yang tidak tepat.
Analisis
Kesalahan Bahasa
BAB
V
Kesalahan
Menyimak dan Berbicara pada buku Pateda
Menyimak
adalah proses mendengar dengan pemahaman dan pengertian. Proses menyimak
melalui empat tahap meliputi; (a) tahap identifikasi, (b) tahap identifikasi
dan seleksi tanpa retensi, (c) tahap identifikasi dan seleksi terpimpin dengan
retensi jangka pendek, dan (d) tahap identifikasi yang diikuti dengan seleksi
dan retensi jangka panjang.
Kesalahan
menyimak pada dasarnya dapat terjadi karena ada faktor yang mengganggunya,
antara lain; (a) kejelasan pesan yang berasal dari pembicara, (b) bahasa yang
digunakan, (c) alat dengar penyimak, (d) suasana kejiwaan pembicara dan
penyimak, dan (e) gangguan dari luar, misalnya kebisingan dan keributan. Hal
itu menyebabkan terjadinya kesalahan menyimak. Kesalahan itu diantaranya; (a)
susah untuk membedakan fonem, (b) tekanan kata, (c) intonasi, (d) bentuk-bentuk
lafal menurun, (e) pelafalan cepat silabi tidak bertekanan, (f) pengungkapan
komunikasi yang fungsinya berbeda karena intonasi, (g) menyimpulkan, memahami
dan mengantisipasi isi ujaran, (h) keluar dari masaah yang diketengahkan di
dalam ujaran, (i) belum lancar menggunakan kata atau kalimat bahasa Inggris
dengan kecepatan biasa, (j) penggunaan aksen, dan (k) adanya kata-kata homonim.
Berbicara
adalah aktivitas manusia menggunakan bahasa secara lisan. Kesalahan berbicara
dapat disebabkan antara lain; (a) kesalahan melafalkan bunyi-bunyi bahasa, (b)
kesalahan memilih kata-kata atau istilah yang tepat, (c) penggunaan kalimat
yang samar-samar, tidak jelas atau menimbulkan penafsiran yang berbeda, (d)
pengungkapan pikiran yang tidak jelas, (e) kesalahan karena struktur kalimat,
dan (f) menggunakan kata-kata mubazir.
Buku
Nanik
Selain
kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi, Setyawati juga menjelaskan tentang
kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis pada bab V (Setyawati,2010:75).
Setyawati menjelaskan bahwa kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis antara
lain berupa kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat.
Kesalahan dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adanya
pengaruh bahasa daerah, penggunaan preposisi yang tidak tepat, kesalahan
susunan kata, penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, penggunaan bentuk
superlatif yang berlebihan, penjamakan yang ganda, dan penggunaan bentuk
resiprokal yang tidak tepat.
Buku
Tarigan
Henry Guntur
Tarigan dalam bukunya Pengajaran Analisis
Kesalahan Berbahasa pada BAB V mengenai analisis kesalahan berbahasa, ia
membahas dengan jelas materi tersebut. Ia membahas kesalahan berbahasa menurut
beberapa pakar. Ada yang membagi kesalahan berbahasa menjadi dua, yaitu
kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan
kurangnya perhatian, yang disebut faktor performansi. Kesalahan yang kedua
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa, disebut
faktor kompetensi. Ada pula pakar yang membagi kesalahan berbahasa menjadi
empat, yaitu interference-like goofs,
LI developmental goofs, ambiguous goofs, dan unique goofs.
Terdapat pula
empat taksonomi dalam kesalahan berbahasa, 1) taksonomi kategori linguistik,
yaitu mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa berdasarkan komponen
linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi oleh kesalahan,
ataupun berdasarkan kedua-duanya yang mencaup tataran fonologi, morfologi,
semantik dan leksikon, serta wacana; 2) taksonomi siasat permukaan, yaitu
menyoroti bagaimana cara-caranya struktur-struktur permukaan berubah berupa
penghilangan, penambahan, salah formasi, dan salah susun; 3) taksonomi
komparatif, yaitu kesalahan bersadarkan pada perbandingan-perbndingan antara
struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe konstruksi tertentu lainnya
berupa kesalahan perkembangan, kesalahan antarbahasa, dan kesalahan lainnya; 4)
taksonomi efek komunikatif, yaitu memusatkan perhatian kesalahan dari perspektif
efeknya terhadap penyimak atau pembaca berupa kesalahan global dan lokal.
Tahapan yang
harus dilakukan ketika menganalisis kesalahan berbahasa juga dibahas dalam bab
ini. Tahapan tersebut, yaitu memilih korpus bahasa, mengenali kesalahan dalam
korpus, mengklasifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, dan mengevaluasi
kesalahan. Ketika terjadi kesalahan berbahasa maka perlu dilakukan pengoreksian
baik secara lisan dan secara tertulis.
Buku
Markhamah
KESALAHAN STRUKTUR
A.
Kesalahan
Struktur karena Kerancuan Aktif-Pasif
Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya verba berimbuhan meN- dengan segala kombinasinya dan
subjek tidak diawali oleh kata depan. Kalimat pasif adalah kalimat yang
predikatnya verba berimbuhan di- atau
ter- atau verba pasif pelaku I/II +
pokok kata kerja. Penutur/ penulis sering tidak menyadari bahwa kalimat yang
diucapkannya/ ditulisnya merupakan kalimat yang rancu. Yang dimaksud kalimat
yang rancu adalah kalimat yang sebagian unsurnya milik kalimat aktif, sementara
unsur lainnya milik kalimat pasif.
(a) Saya
telah informasikan bahwa hari ini kita
akan mengunjungi para korban bencana.
Kalimat tersebut sturkturnya rancu yang mengakibatkan makna ganda.
Makna unsur yang merupakan subjek, bahwa
hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana ataukah saya. Jika bahwa hari ini akan mengunjungi para korban bencana sebagai pengisi
fungsi S, predikatnya seharusnya verba pasif telah saya informasikan. Sebaliknya, jikaS-nya saya, predikatnya harusnya verba aktif menginformasikan. dengan begitu, bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana mengisi
fungsi objek (O).
B.
Kesalahan
Struktur karena Subjek dan Keterangan
Sering terjadi seorang pemakai bahasa tidak
menyadari bahwa dirinya telah mencampuradukan komponen lain (misalnya keterangan)
pada subjek. Mislalnya orang yang memulai mengucapkan kalimat dengan keterangan
panjang. Tidak disadari oleh penutur/penulis bahwa komponen yang dianggapnya
subjek ternyata merupakan keterangan. Hal seperti itulah yang sering terjadi
dalam pemakaian bahasa yang kurang cermat.
(a)
Dalam seminar pengajaran
bahasa sebulan yang lalu tidak memutuskan tempat penyelenggaraan seminar pada
tahun yang akan datang.
Pada kalimat tersebut, termasuk kalimat yang
tidak benar karena subjeknya berketerangan. Maksudnya, dalam subjek terdapat
komponen keterangan, sehingga mengaburkan subjek. Ada dua cara untuk
memperbaiki kalimat tersebut. Pertama,
komponen keterangan dihilangkan sehingga muncul subjek.Kedua, komponen keterangan dipertahankan, namun predikat verba
aktif diganti dengan predikat verba pasif.
(1)
Seminar
pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak
memutuskan tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
(2)
Dalam Seminar pengajaran
bahasa sebulan yang lalu tidak diputuskan
tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
C.
Kesalahan
Struktur karena Pengantar Kalimat
Seringkali kita membaca kalimat yang diawali
oleh kata menurut, berdasarkan,
sebagaimana kita ketahui, seperti disebutkan di muka, seperti telah kami
sampaikan sebelumnya. dan sejenisnya. Kata-kata itu merupakan pengantar
kalimat. Jika bagian kalimat itu kemudia diikuti nomina pelaku orang pertama
sering menimbulkan ketaksaan antara ungkapan pengantar kalimat dengan predikat
kalimat (Sugono dalam Markhamah, dkk., 2009: 108). Misalnya, menurut petugas mitigasi bencana menyatakan…
Penulis/ penutur seringkali lupa bahwa subjek kalimat itu belum ada. Adanya
kata menurut mengaburkan subjek.
D.
Kesalahan
Struktur karena Penghubung terbagi yang Kurang Tepat
Seringkali ditemukan kalimat yang menggunakan
penghubung yang berupa pasangan atau dua penghubung. Dua penghubung yang
dimaksud, misalnya:
meskipun. . . .,tetapi. . .
walaupun. . . .,namun. . . .
biarpun. . . ., akan tetapi.
. . .
betapapun. . . ., tapi. . . . (Sugono
dalam Markhamah, dkk., 2009: 109)
(a) Meskipun kalian
tidak ada pekerjaan rumah, tetapi
kalian harus tetap belajar.
Dua informasi tersebut tidak jelas hubungan
maknanya. Hal ini disebabkan oleh hubungan antara dua klausa yang ada pada
kalimat itu tidak jelas. Penggunaan penghubung meskipun dan tetapi
menyebabkan hubungan antara kedua klausa itu tidak jelas. Jika hubungan kedua
klausa itu hubungannya setara, kata penghubung yang digunakan kata tetapi saja. Sebaliknya, jika kata
penghubung meskipun yang digunakan,
berarti hubungan kedua klausa dalam kalimat itu bertingkat.
E.
Kesalahan
Struktur karena Ketiadaan Induk Kalimat
Kalimat yang efektif (baik dan benar)
strukturnya harus tepat. Ketepatan struktur berhubungan dengan ketepatan letak
unsur-unsur kalimat yang berupa S, P, O (Pel), K dan kelengkapannya. Dalam
pemakaian bahasa sering ditemui kalimat yang panjang, tetapi unsur-unsurnya
tidak lengkap. Misalnya, S kalimat tidak ada, atau P-nya tidak ada. Hal itu
terjadi apabila anak kalimat dan induk kalimat sama-sama didahului oleh kata penghubung
atau konjungsi. Konjungsi yang sering mengaburkan makna anak kalimat dan makna
induk kalimat adalah konjungsi yang berupa pasangan, seperti:
karena…,maka…
berhubung…,maka…
karena…,sehingga…
jika…,maka… (Sugono
dalam Markhamah, dkk. 2009:112)
(a)
Karena nilai
yang didapatkan lebih besar daripada yang diharapkan, maka Fitri terkejut.
Kata karena
pada kalimat tersebut menyebabkan klausa pertama merupakan anak kalimat.
Demikian juga kata maka. Kata maka pada klausa pada kalimat tersebut
menempatkan klausa kedua juga sebagai anak kalimat. Jika kedua klausanya
sebagai anak kalimat, berarti tidak ada induk kalimat pada kalimat tersebut.
Supaya ada induk kalimat, salah satu kata penghubung ditanggalkan.
Analisis
Kesalahan Bahasa
BAB
VI
Pada
Buku Pateda
KESALAHAN
MEMBACA DAN MENULIS
Membaca
adalah pengenalan dan persepsi struktur bahasa sebagai keseluruhan untuk
memadukan makna tersurat dan yang tersirat dengan mengomunikasikan
struktur-struktur bahasa itu. Kesalahan membaca diantaranya disebabkan karena
lafal yang sangat dipengaruhi oleh lafal dalam bahasa ibu, salah membaca
kelompok kata, penggunaan unsur suprasegmental yang tidak tepat, dan pungtuasi
belum dikuasai.
Hal
tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan tafsir yang meliputi; (a) tidak
mampu menangkap maksud penulis, (b) sikap kritis terhadap apa yang dibaca
kurang, (c) menghubung-hubungkan tafsiran yang tidak tepat, dan (d) tidak ada
predisposisi kritis antara pembaca dan evaluasi metode menulis.
Menulis
adalah pengalihan bahasa lisan ke dalam bentuk tertulis. Kesalahan menulis
selalu berhubungan dengan:
(a) kesalahan kalimat,
(b) kesalahan kata, meliputi
penggunaan kata dan bentuk kata,
(c) kesalahan ejaan dan tanda baca,
meliputi (i) penulisan kata, (ii) penulisan kata depan di, (iii) penulisan kata
depan ke, (iv) penulisan awalan di-, (v) penulisan partikel pun, (vi) penulisan
angka, (vii) penggunaan tanda baca, dan (viii) penggunaan huruf besar,
(d) kesalahan dalam alinea.
Buku Nanik: Kemudian kesalahan dalam bidang kalimat diantaranya
kalimat tidak bersubjek, kalimat tidak berpredikat, kalimat tidak bersubjek dan
tidak berpredikat, penggandaan subjek, antara predikat dan objek yang
tersisipi, kalimat yang tidak logis, kalimat yang ambiguitas, penghilangan
konjungsi, penggunaan konjungsi yang berlebihan, penggunaan istilah asing dan
penggunaan kata tanya yang tidak perlu.
Selanjutnya
kesalahan berbahasa tataran semantik, menurut Setyawati (2010:103) yang
dijelaskan pada bab VI dapat terjadi pada tataran fonologi, morfologi, dan
sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat yang
maknanya menyimpang dari makna yang seharusnya, maka tergolong ke dalam
kesalahan berbahasa ini.
Buku
Markhamah
KESANTUNAN SOSIOLINGUISTIK DALAM TEKS KEAGAMAAN
A.
Pengertian
Kesantunan Sosiolinguistik
Santun berarti: (1) ‘halus dan baik (budi
bahasanya, tingkah lakunya) sabar dan tenang, sopan, (2) penuh rasa belas
kasihan, suka menolong (Tim Penyusun KBBI dalam Markhamah, dkk., 2009:117). Sopan adalah: (1) hormat dan takzim (akan,
kepada) tertib menurut adat yang baik (2) beradab tentang tingkah laku, tutur
kata, pakaian dsb., (3) baik kelakuannya (tidak lacur, tidak cabul’) (Tim
Penyusun KBBI dalam Markhamah, dkk., 2009:117).
Dalam Islam santun adalah bagian dari akhlak.
Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang dari keadaan
itu lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui pemikiran,
pertimbangan, atau penelitian. Jika keadaan itu melahirkan perbuatan yang baik
dan terpuji menurut pandangan akal dan syarak (hokum Islam) disebut akhlak yang
baik. Sebaliknya, jika keadaan itu menimbulkan perbuatan yang tidak baik atau
tidak terpuji dinamakan akhlak yang buruk atau tidak baik.
Dalam kaitannya dengan komunikasi, beberapa
akhlak Islam dapat disejajaran dengan norma tutur, khusunya norma interaksi
yang dikemukakan oleh Hymes (1975) yang juga dikutip oleh Suwito (1992) dan
Markhamah (2009). Norma tutur adalah aturan-aturan bertutur yang mempengaruhi
alternatif-alternatif pemilihan bentuk tutur. Dengan demikian, norma tutur
bertalian dengan santun bertutur, dan santun itu harus tampak dalam pemilihan
bentuk tutur yang diungkapkan oleh penuturnya (Suwito dalam Markhamah, dkk.
2009: 119).
Dengan adanya norma yang harus diterapkan dalam
berkomunikasi itu sebenarnya menunjukkan bahwa bahasa itu tidak netral, bahwa
bahasa berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa. Bahasa sebenarnya bersifat
netral. Bahasa menjadi baik atau tidak baik dalam penggunaannya oleh pihak tertentu.
B.
Kesantunan
Sosiolinguistik dalam Teks Terjemahan Al Quran
Berdasarkan analisis dalam buku Markhamah,
dalam teks keagamaan khususnya terjemahan Quran yang mengandung etika berbahasa
terdapat bermacam-macam kesantunan sosiolinguistik. Kesantunan yang dimaksud
adalah merendahkan diri sendiri, menanyakan lebih rinci pertanyaan yang
sebenarnya tidak perlu ditanyakan sebagai bentuk penolakan terhadap perintah,
menggunakan sindiran untuk meminang secara halus, mengucapkan salam dan
menjawab salam, menggunakan eufimisme, mengucapkan ‘hiththah’ sambil
meembungkukkan baan, menggunakan panggilan kehormatan, mengucapkan kata-kata
baik. Selain itu, keantunan berbahasa juga ditempuh dengan cara: berbicara
dengan sabar dan berbicara dengan suara lunak. Kesantunan lainnya adalah
mengucapkan kalimat doa, menyelamatkan muka mitra bicara, memberi keputusan
dengan adil, mematuhi perintah dan panggilan.
Analisis
Kesalahan Bahasa
BAB VII
Buku Nanik
Kesalahan Berbahasa
Tataran Wacana
Bahasa meliputi tataran fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantic. Satuan linguistic secara teoritis yang normal adalah
fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Wacana merupakan
satuan lingustik yang tinggi. Menurut kridalaksana (dalam Setyawat. 2010:145)
Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri,
ensiklopedia, dan sebagainya),paragraph, kalimat, atau kata yang membawa amanat
yang lengkapsebagai satuan bahasa yang lengkap,maka dalam wacana itu berarti
terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang data dipahami oleh
pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa
keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar berarti
wacana itu dibentuk dari kalimat atau lalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Alat-alat wacaa yang dapat membuat kekohesia sebuah
wacana antara lain : pengacuan atau referensi, penyulihan atau substitusi,
pelepasan atau ellipsis, dan perangkaian atau konjungsi. Adapun alat wacana
yang membentuk kekohesrensian antara lain: pengulangan atau reptetisi, padan
makna atau sinonim, lawan makna atau antonimi, hubungan atas bawahatau
hiponimi, sanding kata atau kolokasi, dan kesepadanan atau ekuivalensi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dicermati ruang
lingkup kesalahan dalam tataran wacan dapat meliputi:
a. Kesalahan
dalam kohesi
1.
Kesalahan penggunaan
pengacuan
Wacana tidak baku :
a. Rombongan
darmawisata itu mula-mulanmendatangi Pulau Madura. Setelah itu dia melanjutkan perjalanan ke Pulau
Bali.
b.
Karena tidak
berhati-hati, anak kecil itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang penyulihan yang
lewat mencoba menolong mereka.
Kedua wacana di atas salag dalam
menggunakan pengacuan. Penggunaan pengacuan yang tepat dalam wacana di atas
yaitu:
a.
Bukan dia tetapi mereka
b. Bukan
mereka tetapi nya
2.
Kesalahan penggunaan
Contoh :
a. Ibrahim
sekarang sudah berhasil mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Drajat
keserjanaanya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
b. Prima
dan bibi masuk ke warung kopi. Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu.
Keinginan mereka rupanya berbeda.
Penggunaan
kata-kata penyulihan yang tercetak miring dalam kedua wacana di atas tidak
tepat. penyulihan yang tepat untuk wacana ia atas adalah :
a. Adalah
titel
b. sama
3.
Kekurang efektifan
wacana karena tidak ada pelesapan
Contoh:
b. Sudah
seminggu ini Rohman sering ke rumahku,
Rohman kadang-kadan mengantar
jajaanan dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang denganku tentang
cinta. Entah mengapa, aku pun enggan menggiring perbincangan kami kea rah sana.
c.
Pohon-pohon kelapa itu
menyenangkan hati. Pohon-pohon kelapa
itu baru berumur enam tahun. Pohon-pohon
kelapa itu pendek-pendek, rendah,
tetapi sudah berbuah banyak. Buahnya bahkan ada yang mencapai tananh. Hasilnta
memeang di luar dugaan.
Kata-kata
yang tercetak miring dalam kedua wacana di atas merupakan penggunaan yang
kurang efektif. Untuk keefektivitasan peggunaan kalimat, ekonomis dalam
penggunaan bahasa, dan mencapai aspek kepaduan wacana, maka sebaiknya kata-kata
yang tercetak miring tersebut dilepaskan.
d. Kesalahan
dalam koherensi
Perhatikan contoh
berikut:
a. Badannya
terasa kurang enak, dan dia masuk
kantor juga meskipun banyak tugas
yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk dan tidak masuk kantor , pekerjaan harus selesai untuk bulan depan akan diadakan serah
terima jabatan. Karena yang digantikan
dan pengganti harus dipertemukan pada
saat itu.
b. Agak
lama aku merenungkan nasihat orang tuaku tetapi
aku mendapat gagasan baru. Memeang benar nasihat itu, “Aku sebaiknya
melanjutkan ke perguruan tinggi”. Namun
tekadku sudah bulat. Dengan demikian
aku harus meninggalkan tempat ini dan segera berangkat ke Surabaya.
Akan
lebih tepat konjungsi diatas yang bercetak miring dganti seperti ini:
a. - Dan
diganti tetapi
-
Meskipun
diganti karena
-
Dan
diganti atau
-
Untuk
diganti sebab
-
Karena
diganti baik
-
Dan
diganti maupun
b.
- Tetapi diganti lalu
-
Namun diganti akhirnya
-
Dengan demikian diganti
oleh karena.
2. Wacana
tidak koherensi
Perhatikan
contoh:
a. Aku
diam. Diam seribu bahasa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi sebagian besar
penduduk di Indonesia. Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta. Soekarno-Hatta banyak dipakau sebagai nama jalan. Jalan pelan-pelan banyak anak kecil
b. Simanjuntak : kenaikan tarif listrik sekarang merepotkan juga.
Simanulang : listrik kami
sering mengalami gangguan. Ada apa ya? Apa ada yang usil dengan menggaet kabel?
Simanjuntak : kabel dirumah
kami sudah tujuh belas tahun. Bisa korsleting
katanya.
Simanulang : korsleting
terjadi di tetangga kami tadi malam.
Koherensi
tidak kita temukan dalam kedua wacana tersebut. Dalma kedua wacana tersebut
sering menggunakan pengulangan (yang cetak miring), tetappi pengulangan
tersebut tidak mendukung sebuah gagasan. Koherensian sebuah wacana tidak
semata-mata hanya ditentukan oleh bentuk luar saja.
Wacana
yang tidak koherens:
a. Banyak
pahlawan bangsa dimakamkan dipemakaman itu. Mereka tewas dalam pertempuran
melawan penjajah. Sungguh besar jasa para pahlawan itu untuk negeri ini.
Kalimat pertama
dalam wacana diatas: pada kata tewas kurang tepat penggunaanya jika ditunjukan
pada pahlawan, sekalipun frasa meninggal
dunia bersinonim dengan tewas. Sinonim meninggal
dunia yang tepat jika untuk pahlawan adalah
gugur.
Analisis Kesalaha
Bahasa
BAB VIII
Buku Nanik
Kesalahan
Berbahasa Dalam Penerapan Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
1.
Ejaan
Dalam KBBI (1996) ejaan didefinisikan
sebagai kaidah-kadah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan
sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
A. Kesalahan Penulisan
Huruf Besar atau Huruf Kapital
Penulisan huruf capital yang kita jumpai
dalam tulisan-tulisan resmi kadang-kadang menyimpang dari kaidah-kaidah yang
berlaku.
a. Penulisan huruf pertama
petikan langsung
Contoh:
-
Ibu mengingatkan “ jangan lupa dompetmu, Tik”
-
Karolina menjawab “bukan aku yang mengambil baju itu, Bu.”
-
“tadi pagi saya berangkat tergesa-gesa karena bangun kesiangan,”
kata Beki
Sesuai
dengan kaidah tata bahasa yang benar adalah bahwa huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama petikan langsung. Maka pada kalimat diatas merupakan kesalahan
penulisan huruf kapital.
B.
Kesalahan
penulisan huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal
keagamaan (terbatas pada nama diri), kitab suci, dan nama Tuhan.
Contoh:
-
Ya allah, semoga engkau
meneria arwa ayah saya
-
Limpahkanlah rahmatmu kepada kami ya Allah
-
Dalama Al-Quran
terdapat ayat yang menganjurkan manusia berakhlak terpuji.
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan
hal-hal keagamaan (terbatas pada nama diri), kitab suci, dan namu Tuhan
(termasuk kata ganti untuk Tuhan). Huruf pertama ada kata ganti –ku,-mu, dan
–nya, sebagai kata ganti Tuhan harus dituliskan dengan huruf kapital yang
dirangkaikan oleh tanda hubunga (-) dengan kata sebelumnya. Dengan berpedoman
pada kaidah tersebut, kita dapat memperbaiki kalimat-kalimat di atas mejadi:
Kalimat
pertama
-
Ya Allah, semoga Engkau
meneria arwa ayah saya
-
Limpahkanlah rahmatMu kepada kami ya Allah
-
Dalama Alquran terdapat
ayat yang menganjurkan manusia berakhlak terpuji.
C.
Kesalahan
penulisan huruf pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, keagamaan), jabatan,
dan perangkat yang diikuti orang.
Contoh:
1. Pemerintah
baru saja memberikan anugrah kepada mmahaputra
Yamin
2.
Nabi Ismail adalah anak
nabi Ibrahim alaihisalam
3.
Pergerakan itu dipimpin
oleh haji Agus Salim
4.
Siapakah Gubernur yang
baru saja dilatik itu?
5. Letnan
Kolonel Mahsani dilantik menjadi Kolonel
Berdasarkan
pada kaidah tata bahasa Indonesia bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, keagamaan), jabatan, dan pangkat
yang diikuti nama orang, sedangkan jika tidak diikuti nama diri ditulis dengan
huruf kecil. Jadi kalimat di atas dapat diperbaiki.
D.
Kesalahan
penulisan pada kata-kata van, den, der,
da, de, di, bin dan ibnu yang
digunakan sebagai nama orang ditulis dengan huruf besar, padahal kata-kata itu
tidak terletak pada awal kalimat.
Contoh
:
Bentk
Baku
Van den Bosch
Mursid bin Hasan
Rahman ibnu Khaldun
P.B. da Costa
|
Bentuk
Tidak Baku
Van Den Bosch
Mursid Bin Hasan
Rahman Ibnu Khaldun
P.B. Da Costa
|
Seharusnya kata-kata van, den, der, da, de, di, bin
dan ibnu yang digunakan sebagai
nama orang tetap ditulis dengan huruf kecil, kecuali kata-kata itu terletak
pada awal kalimat.
E.
Kesalahan
penulisan huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yan tidak terletak pada
awal kalimat.
Contoh:
-
Di Indonesia terdapat
suku jawa, suku bali, suku batak, dan sebagainya.
-
Kita, Bangsa Indonesia
harus bertekad untuk menyukseskan pembangunan.
-
Bahasa resmi di
Philipina adalah Bahasa Tagalog.
-
Ia masih keJawa-Jawaan dalam segala hal.
-
Kita harus berusaha
mengIndonesiakan kata-kata asing.
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. Jika
bangsa, suku dan bahasa itu sudah diberi awalan sekaligus akhiran, nama-nama
itu harus ditulis huruf kecil.
F. Kesalahan penulisan
huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh:
-
Pada Bulan
agustus terdapat hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia.
-
Setiap Hari Jumat semua instansi di Indonesia menyelenggarakan
senam kesegaran jasmani.
-
Dulu pernah terjadi
perang candu di negeri Cina.
Seharusnya
huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah ditulis
dengan huruf kapital.
G. Kesalahan penulisan
pada huruf pertama nama khas geografi
Contoh:
-
Salah satu daerah
peristiwa di Sumatra adalah danau Toba.
-
Pulau Jawa dan Pulai
Sumatra dihubungkan oleh selat Sunda.
-
Kapal-kapal laut dari
wilayah timur yang akan memasuki perairan Timur Tengah harus melawati terus
Suez.
Sesuai
kaidah yang berlakukalimat diatas salah seharusnya penulisan pertama nama khas
geografi dengan huruf kapital.
H.
Kesalahan
penulisan huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan
ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
-
Presiden dan Wakil
Presidan Republik Indonesia dipilih oleh majelis
permusyawaratan rakyat.
-
Semua anggotan PBB
harus mematuhi piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
-
Pemimpin kerajaan Iran
pada saat itu adalah Syah Reza Pahlevi.
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan
dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
I.
Kesalahan
penulisan huruf pertama pada kata tugas seperti:di, ke, dari, untuk, yang, dan
dalam pada judul buku, majalah,
surat kabar, dan karangan yang tidak terletak pada posisi awal.
Contoh:
-
Buku Pelajaran Sosiologi Untuk Sekolah Lanjutan
Atas akan diterbitkan lagi.
-
Idrus mengarag buku Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma.
-
Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan diterbitkan oleh Balai Pusataka.
Kaidah
tata bahasa Indonesia yang benar adalah huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertaa semua kata di dalam buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan;
kecuali kata tugas seperti: di, ke, dari, untuk, yang, dan, atau, dan dalam yang terletak yang pada posisi
awal.
J. Kesalahan penulisan
singkatan nama gelar dan sapaan
Contoh:
-
Kami berharap hal
tersebut dilaporkan kepada tn. Samuel
-
Proyek itu dipimpin
oleh drs. Tony Hartanto.
-
Penyakitnya sudah dua
kali diperiksa Dr. Siswono.
Kalimat
diatas perlu diperbaiaki karena huruf kapital dipakai dalam singkatan nama
gelar dan sapaan salah, kecuali gelar dokter.
K.
Kesalahan
penulisan huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan, seperti: bapak, ibu, saudara, anda, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau
sapaan.
Contoh:
-
Kapan adik akan datang
lagi ke sini?
-
Surat saudara sudah
saya terima beberapa hari yang lalu
-
Kemarin paman pergi ke
Singapura dengan bibi.
Berdasarkan
kaidah tata bahasa yang benar bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti: bapak, ibu, saudara, anda, kakak, adik, dan paman
yang dipakai sebagai kata ganti atau
sapaan perlu diperbaiaki.
2.
Kesalahan
Penulisan Kata Huruf Miring
A.
Kesalahan
penulisan nama buku, majalag, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Contoh
-
Wanita yang muslimah
banyak yang menyenangi tabloid Nuraini
-
Harian Suara Merdeka
mejadi bacaan warga Jawa Tengan:
-
Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa menerbitkan majalah Bahasa dan Kesusastraan
Seharusnya
penulisan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan
ditulis dengan huruf miring.
B.
Kesalahan
penulisan yang digunakan untuk menegasakan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, atau kelompok kata.
Contoh:
-
Buatlah contoh kalimat
dengan kata bahagian!
-
Kata ubah ditambah
perefiks meng- akan menjadi mengubah bukan merubah
-
Huruf terakgir kata
metropolitan adalah n.
Sesuai
kaidah yang benar untuk menegasakan atau mengkhususkan huruf, bagia kata, atau
kelompok kata dapat tertulis dengan huruf miring.
Perbaikan
kalimat di atas yang harus di cetak miring adalah
-
Bahagia!
-
Ubah
, meng-, mengubah, mmerubah
-
Metropolitan,
n.
C.
Kesalahan
penulisan kata nama-nama ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah
(yang tidak disesuaikan ejaan)
Contoh:
-
Politik devede et
impera pernah meraja lela di negeri ini.
-
Ungkapan Wijeng Sumping
dalam bahasa Sunda berarti “ Selamat Datang”
-
Buah manggis nama
ilmiahnya ialah Garcinia mangestana.
Ungkapan
menulis kata nama-nama ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah
(yang tidak disesuaikan ejaan) diatas seharusnya menggunakan huruf miring.
3.
Kesalahan
Penulisan kata
A.
Kesalahana
Penulisan Kata Dasar Dan Kata Bentuk
Kata dasar ditulis sebagai
satu kesatuan yang berdiri sendari; sedangkan pada kata berafiks, afiks
tersebut ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Kata ulanga ditullis secara
lengkap dengan menggunakan tanda hubunga. Kata majemuk atau gabungan kata yang
mendapat prefix saja atau sufiks saja, maka prefix atau sufiks tersebut
ditulisa serangkai dengan kata yang bersangkutan saja. Akan tetapi jika
gabungan kata tersebut sekaligus mendapat prefix dan sufiks, maka bentuk kata
bentuknya harus ditulis serangkai semuanya. Perhatikan pemakaiann bentuk baku
dan bentuk tidak baku berikut ini.
Bentuk Kata
diminta
kasihan
kemenakan
rumah-rumah
gerak-gerik
dibesar-besarkan
berkejar-kejaran
tata bahasa
rumah sakit
umum
manakala
saputangan
|
Bentuk Tidak Baku
di minta
kasih an
ke menakan
rumah2
gerak gerik
dibesar2kan
berkejar
kejaran
tatabahasa
rumahsakit
umum
mana kala
sapu tangan
|
B.
Kesalahan
Penulisan –ku, -kau, -mu, dan –nya.
Bentuk –ku, -kau, dan -mu, ada pertaliannya dengan pronominal –aku, -engkau, dan kamu ditulis sering ditulis salah yaitu terpisah dengan kata yang
mengikutinya
Contoh :
Bentuk
Baku
Sepatuku
Rumahku
Kauambil
Kauterima cintaku
|
Bentuk
Tidak Baku
Sepatu ku
Rumah ku
Kau ambil
Kau terima cinta ku
|
C.
Kesalahan
Preposisi di, ke, dan dari.
Proposisi
di, ke, dan dari sering ditulis salah oleh pemakai bahasa. Perhatikan contoh
berikut ini.
Bentuk
Baku
Di teras rumah
Ke sana-sini
Lebih sabar daripada
|
Bantuk
Tidak Baku
Diteras rumah
Ke ana-sini
Lebih sabar dari pada
|
D.
Kesalahan
Penulisan Partikel pun
Pemakaian bahasa sering
menulis partikel pun dengan kata yang
mendahuluinya srangkai. Kata pun harus ditulis terpisan. Contoh;
Bentuk Baku
Sekali pun
Apa pun
Dia pun
|
Bentuk Tidak Baku
Sekalipun
Apapun
Diapun
|
E.
Kesalahan
Penulisan per.
Kesalahan per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan
‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya. Akan
tetapi kita masih sering menemukan kesalahan pemakaiannya. Contoh:
Bentuk Baku
Rp 16.000,00 per meter
dibayarkan per mei 2009
|
Bentuk Tidak Baku
Rp 16.000,00 per meter
dibayarkan per-mei 2009
|
4.
Kesalahan
Penulisan Lambang Bilangan
Pemenggalan kata atau persekutuan
diperlukan apabila kata kita harus memenggal sebuak kata dalam tulisanjika
terjadi pergantian baris. Pada kata pergantian baris, tanda hubung harus
dihubungkan dipinggir ujung baris. Perlu juga diketahui, suku kata atau imbuhan
yang terdiri atas sebuah huruf tidak dipenggal agar tidak terdapat satu huruf
pada ujung baris atau pada pangkal baris.
A.
Kesalahan
Pemenggalan Dua Vokal yang Berurutan di Tengan Kata
Contoh:
Bentuk Baku
La-in
Sa-at
da-un
bu-ah
Am-boi
Sau-da-ra
Pan-tai
|
Bentuk Tidak Baku
La - in
Sa - at
da - un
b- uah
Am - boi
Sa – u – da -
ra
Pant - ai
|
Kaidah penggalan yang
benar adalah jika di tengah kata ada dua
vocal yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua vocal tersebutt.
Fonem diftong /ai/, /au/, dan /oi/ tidak pernah siceritakan . apabila memenggal
atau menyukukan sebuah kata.
B.
Kesalahan
Pemenggalan Dua Vokal Mengapit Konsonan di Tengan Kata
Contoh:
Bentuk Baku
se-ret
pa-man
ba-ngun
se-nyum
Ma-sya-ra-kat
|
Bentuk Tidak Baku
ser-et
pam-an
ban-gun
sen-yum
Mas-ya-ra-kat
|
Kaidah
pemenggalan yang benar adalah jika tengah kata ada konsonan di antaran uo
vocal, pemenggalan dilakukan sebelum konsonan tersebut. Selain itu , karena ng,
ny, sy dan kh melambangkan satu
konsona, gabungan huruf tidak pernah dicerakan, sehingga pemenggalan suku kata
terdapat sebelum atau sesudah pasangan huruf itu
C.
Kesalahan
Pemenggalan Dua Konsonan Berurutan di Tengah Kata
Contoh:
Bentuk Baku
Ap-ril
Mer-de-ka
Cap-lok
Swas-ta
|
Bentuk Baku
A-pril
Me-rde-ka
Ca-plok
Swa-sta
|
Kaidah pemenggalan yang
benar adalah jika di tengah kata ada dua konsonan berurutan, pemenggalan
terdapat di antara kedua konsosnan tersebut.
D.
Kesalahan
Pemenggalan Tiga Konsonan atau Lebih di Tengah Kata
Contoh:
Bentuk Baku
Ab-strak
In-fra
Ben-trok
In-stan-si
|
Bentuk Baku
Abs-trak
Inf-ra
Bent-rok
Ins-tan-si
|
Kaidah
pemenggalan yang benar adalah jika di tengan kata da tiga konsonan atau lebih
maka pemenggalan tersebut dilakukan antara konsonan yang pertama termasuk /ng/, /ny/, /sy/ dan /kh/ dengan konsonan yang kedua.
E.
Kesalahan
Pemenggalan Kata Berimbuhan
Contoh:
Bentuk Baku
Pem-ber-da-ya-an
Meng-a-ku-i
Bel-a-jar
Ge-me-ri-cik
|
Bentuk Baku
Pe-mber-da-ya-an
Me-nga-ku-i
Be-la-jar
G-em-eri-cik
|
Kaidah
pemenggalan yang benar adalah imbuhan (perefiks, infiks, sufiks, dan konfiks)
termasuk yang mengalami perubahan bentuk biasannya ditulis serangkai dipisahkan
sebagai satu kesatuan.
F.
Kesalahan
Pemenggalan Nama Diri
Contoh:
Bentuk Baku
Imam
Nursaman
Nur
Komari Saputra
|
Bentuk Baku
I-mam
Nursaman
Nur
Ko-ma-ri Sa-pu-tra
|
Kaidah pemenggalan yang benar adalah
nama orang harus diusahakan tidak dipenggal atau suku-suku katanya dalam
pergantian baris. Yang dibolehkan adalah memisahkan nama orang itu atas unsur
nama pertama dan unsur nama kedua dan seterusnya.
5.
Kesalahan
Penulisan Lambang Penulisan
A.
Kesalahan
penulisan lambang bilangan dengan huruf
Contoh:
Bentuk
Baku
enam ratus lima puluh
seratus dua puluh tiga
|
Bentuk
Tidak Baku
enam ratus limapuluh
seratus duapuluh tiga
|
B.
Kesalahan
penulisan kata bilangan tingkat
Contoh:
Bentuk
Baku
abad XX
abad ke-20
abad kedua puluh
ulang tahun LXIV RI
|
Bentuk
Tidak Baku
abad ke XX
abad ke 20
abad kedu puluh
ulang tahun ke-LXIV RI
|
C.
Kesalahan
penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an.
Contoh:
Bentuk
Baku
pujangga tahun 50-an
lembarn 1000-an
keluaran tahun 80-an
|
Bentuk
Tidak Baku
pujangga 50-an tahun
lembarn 1.000an
keluaran tahun 80 an
|
D.
lambang
bilangan yang dapat menyatakan satu atau dua kata yang ditulis dengan angka dan
kesalahan penulisan lambang bilangan
yang menyatakan beberapa perincian atau pemaparan ditulis dengan huruf.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
- sekitar
60 calon mahasiswa tidak diterima
di akademik itu
- tetanggaku
membeli 4 pohon durian
- ternak
paman terdiri dari dua puluh ekor
kambing, sembilan ekor sapi, lima belas ekor kerbau, dan seratus delapan puluh ekor ayam.
|
Bentuk
Baku
- sekitar
enam puluh calon mahasiswa tidak diterima di akademik
itu
- tetanggaku
membeli empat pohon durian
ternak paman terdiri dari 20 ekor kambing, 9 ekor
sapi, 15 ekor kerbau, dan 180 ekor ayam.
|
E.
kesalahan
penulisan lambang bilangan pada awal kalimat dengan angka dan kesalahan
penulisan lambang bilangan pada awal kalimat dengan huruf.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
- 13
tukang becak itu pawai di jalan raya
- 19
orang di kampung ini menderita gizi buruk
- empat ratus tiga puluh tujuh
pegawai diberi surat pension oleh kepala kantor itu
|
Bentuk
Baku
- Tiga belas tukang becak
itu pawai di jalan raya
- Sembilan belas
orang di kampung ini menderita gizi buruk
- Kepala
kantor itu memberi surat pension kepada 437 pegawai.
|
F.
Kesalahan
penulis angka yang menungjukan jumlah antara ratusan, ribuan, dan seterusnya.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
- Jumlah
peserta ujian seharusnya 3554 orang
- Desa
Sukanandi berpenduduk 1875 jiwa
|
Bentuk
Baku
- Jumlah
peserta ujian seharusnya 3.554 orang
- Desa
Sukanandi berpenduduk 1.875 jiwa
|
G.
Kesalahan
penulisan jumlah uang
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
- Harga
durian itu Rp. 25.000,00 per buah
- Setiap
mahasiswa harus membayar iuran setiap semester Rp 5000.
|
Bentuk
Baku
- Harga
durian itu Rp 25.000,00 per buah
- Setiap
mahasiswa harus membayar iuran setiap semester Rp 5.000,00.
|
H.
Kesalahan
penilisan NIP, NIM/NIS, dan nomor telepon.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
- Nomor
Induk Pegawai ayahku 130 678 987.
- Nomor
Induk Mahasiswa anak itu 09.009.543.
- Silahkan
telpon ke nomor 081 543 6700 325
|
Bentuk
Baku
- Nomor
Induk Pegawai ayahku 130678987.
- Nomor
Induk Mahasiswa anak itu 09009543.
Silahkan telpon ke nomor
0815436700325
|
6.
Kesalahan
Penulisan Ensur Serapan
berdasarkan
taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas:
1. Unsur
yang belum sepenuhnya terserap ke dalam konteks bahasa Indonesia (unsur-unsur
ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi pelafalanya masih mengikuti
cara asing)
2. Unsur
asing yang pelafalanya dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia.
Contoh:
Kata
Asing
Activity
Analysis
Apotheek
Charisma
complex
|
Penyerapan
Baku
Activitas
Analisis
Apotek
Karisma
Kompleks
|
Penyerapan
Tidak Baku
Actifitas
Analisa
Apotik
Harisma
Komplek
|
7.
Kesalahan
Penulisan Tanda Baca
A.
Kesalahan
Penulisan Tanda Titik (.)
a. Penghilangan
tanda titik pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:
Bentuk
Baku
M.Ramlan
W.S. Rendra
E. Zaenal Arifin
|
Bentuk
Tidak Baku
M Ramlan
W S Rendra
E Zaenal Arifin
|
b. Penghilangan
tanda titik pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh:
Bentuk
Baku
S.E.
Kol.
|
Bentuk
Tidak Baku
S E
Kol
|
c. Pemakaian
tanda titik yang kurang atau berlebih pada singkatan kata atau ungkapan.
Contoh:
Bentuk
Baku
a.n.
d.a
dkk.
tsb.
|
Bentuk
Tidak Baku
an.
d.a.
dkk
t.s.b.
|
d. Penghilangan
tanda titik pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan,
dan seterusnya.
Contoh:
Bentuk
Baku
2.320 Halaman
3.497 meter
sebanyak
1.250 liter
|
Bentuk
Tidak Baku
2320Halaman
3497meter
sebanyak 1250 liter
|
e. Penembahan
tanda titik pada singkata yang terdiri atas huruf awal kata atau suku kata dan
pada akronim
Contoh:
Bentuk
Baku
DPR
Kerjasama Agung RI
sekjen
SMA Negeri III
|
Bentuk
Tidak Baku
D.P.R
Kerjasama Agung R.I.
Sekjen.
S.M.A. Negeri III
|
f. Penembahan
tanda titik di belakang alamat pengirim, tanggal surat, di belakang nama
penerima, dan alamat penerima surat.
Contoh:
Bentuk
Baku
- Jalan
Sudirman III. 45
- Yogyakarta,
30 Maret 2009
- Yth.
Bpk. Candra Kumala
Jalan Beringin Raya 27
Makasar
|
Bentuk
Tidak Baku
- Jalan
Sudirman III, 45
- Yogyakarta,
30 Maret 2009.
- Yth.
Bpk. Candra Kumala
Jalan Beringin Raya 27
Makasar.
|
B.
Kesalahan
Penulisan Tanda Koma (,)
a. Penghilangan
tanda koma di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilanga.
Contoh Bentuk Baku;
-
Anaku mengirimi aku
beberapa baju, makanan kering, dan uang.
-
Satu, dua, … tiga
-
Departemen Pariwisata,
Pos, dan Telekomunikasi.
b. Penghilangan
tanda koma di antara dua klausa dalam kalimat majemuk setara (yang didahului
oleh konjungsi tetapi, melainkan, dan
sedangkan).
Contoh Bentuk Baku:
-
Ibu akan mengabulkan
permitaanku, tetapi kau harus mengikuti nasihat orang tua.
-
Kau bukan seorang yang
baik, melainkan seorang yang jahat.
c. Pemisahan
anak kalimat dari induk kalimat yang tidak menggunakan tanda koma (yang anak
kalimat mendahului induk kalimat).
Contoh Bentuk Baku:
-
Walaupun hidupnya
kekurangan, ia tidak pernah meminta kepada orang lain.
-
Jika berusaha keras,
kamu akan berhasil dalam ujian nanti.
d. Penghilangan
tanda koma di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat
di awal kalimat.
Contog Bentuk Baku:
-
Jadi, minggu depan kita
berangkat ke Bali.
-
Selanjutnya, akan kita
bicarakan pada rapat besok siang.
e. Unruk
memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat dengan meniadakan tanda
koma.
Contooh :
-
Murid-murid menyapa,
“Selamat siang, Pak”
-
Kakek berpesan
“Patuhlah kepada kedua orang tuamu!”
f. Penghilangan
tanda koma di belakang kata-kata seru seperti: o, yah, wah, aduh, kasihan yang terdapat pada awal kalimat.
Contog Bentuk Baku:
-
Kasihan, dia harus
bertanggung jawab untuk sesuatu yang tidak pernah dilakukan.
-
Aduh, aku lupa
memberitahukan halt u kepada orang saudaraku.
g. Penghilangan
tanda koma di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagain alamat, (3) tempat
dan tanggal, (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Contoh Bentuk Baku:
-
Kuta, 10 April 2010
-
Surakarta, Jawa Tengah
-
Sdr. Nanada Putri,
Jalan Sidodadi Timur 24, Semarang.
h. Penghilangan
tanda koma ketika menceritakan bagain nama yang dibalik susunanya dalam daftar
pustaka.
Contoh Bentuk Baku;
-
Ramlan, M. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis.
Yogyakarta: CV. Karyono..
-
Chaer, abdul. 1994. Lingustik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
i.
Penghilangan tanda koma
di antara nama orang dan gelar kesarjanaan yang mengikutinya.
Contoh Bentuk Baku;
Dra. Intan Indiati,
M.Si
Ny. Hartawati, M.A.
Subur, S.E.
j.
Tanda kkoma yang tidak
digunakan untuk mengapai keterangan tambahan dan keterangan aposisi.
Contoh Bentuk Baku:
-
Pak Rifai, dosen Puisi,
hari ini mengikuti seminar.
-
Di kampus kami,
misalnya, sudah banyak mahasiswa yang bekerja.
k. Pemakaian
tanda koma untuk memisahkan anak kelimat dan induk kalimat yang anak kalimat
tersebut mengiringi induk kalimat.
Contoh Bentuk Baku;
-
Dia lupa datang karena
sangat sibuk.
-
Ia tetap bersemangat meskipun
hajinya tidak banyak.
C.
Kesalahan
Penulisan Tanda Titik Koma (;)
Tanda titik koma dapat dipakai untuk
memisahkan kalimat yang setara didalam suatu kaliamt majemuk sebagai pengganti
konjungsi.
Misalnya Bentuk Baku:
-
Aku tidak meneruskan
pertanyaanku; ayah juga tidak berbicara; kami sama-sama diam.
-
Risti memang cantik;
Nikita, teman karibnya juga tidak kalah jelitanya; keduannya bagaikan bidadari
yang turun dari langit; lelaki yang tidak bertampang lumayan dan berdompet
tebal tidak benari mendekatinya.
D.
Kesalahan
Penulisan Tanda Titik Dua (:)
a. Penghilangan
tanda titik dua pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau
pemerian.
Contoh Bentuk Baku:
-
Fakultas sastra
mempunyai empat Jurusan: Bahasan dan Sastra Inggris, Bahasa dan Sastra Indonesia,
Bahasa dan Sastra Jawa, Bahasa dan Sastra Jepang.
-
Pemahaman konteks
situasi dan bahaya dalam wacana dapat dilakukan dengan empat prinsip
penafsiran,; personal, lokasional, temporal, dan analogi.
b. Penggunaan
tanda titik dua dalam rangkaian atau pemerian yang merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan. Contoh bentuk Baku:
-
Fakultas sastra
mempunyai Bahasan dan Sastra Inggris, Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan
Sastra Jawa, Bahasa dan Sastra Jepang.
-
Pemahaman konteks
situasi dan bahaya dalam wacana dapat dilakukan dengan empat penafsiran,;
personal, lokasional, temporal, dan analogi.
E.
Kesalahan
Penulisan Tanda Hubung (-)
a. Penghilangan
tanda hubung diantara se- dengan kata
berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital.
b. Penghilangan
tanda hubung diantara ke- da angka.
c. Penghilangan
tanda hubung dalam singkatan.
d. Penghilangan
tanda hubung dalam singkatan huruf kapital dengan afiks atau kata.
Bandingkan dua
bentuk di bawah ini:
Bentuk Baku
se-Jawa
Tengah
tahun
1990-an
ber-KTP
DIY
|
Bentuk Tidak
Baku
se
Jawa Tengah
tahun
1990 an
ber
KTP DIY
|
Sumber:
Setyawati,
Nanik M.Hum. 2010. Analisis Kesalahan
Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pressindo
Markhamah,
dkk. 2009. Analisis Kesalahan &
Kesantunan Berbahasa. Surakarta : Muhammadiyah University Press
Tarigan,
Henry Guntur dan Tarigan, Djago. 1995. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa Bandung: Angkasa
Pateda,
Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan.
Gorontalo: Nusa Indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar