Minggu, 27 Desember 2015

Nama : LILIS MARLIAH, NIM: 2222120528, Kelas : 7A, PBI.

Nama                          : Lilis Marliah
NIM                            : 2222120528
Kelas                           : 7A, PBI.
Mata Kulaiah                        : Analisis Kesalahan Berbahasa
Analisis Kesalahan Bahasa
BAB I
Menurut Markhamah, dkk (2009) manusia adalah hamba allah yang termulia yang melebihi makhluk apa pun di dunia ini. Akan tetapi, perkembangan teknologi dan industry semakin pesat hingga keadaan merubah segalannya, kini manusia menjadi hamba teknologi seperti kata Sartono “dehumanisasi”. Kasus seperti ini menurut Lury (Markhamah, dkk 2009:2) disebut sebagai masyarakat yang berbudaya materi.
Dalam berkomunikasi dengan berbagai bahasa tidak hanya sekadar memahami dan bisa berbicara dalam bahasa apa saja, tetapi ada prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsinya yaitu prinsip kerukunan dan prinsip kehormatan. Ada dua sisi yang perlu mendapatkan perhatian ketika berkomunikasi, pertama bahasannya sendiri, kedua sikap atau prilaku ketika berkomunikasi.
Menurut Tarigan dan Tarigan (1988). Lebih dari sepuluh penduduk di bumi ini adalah dwibahasawan. Kedewibahasaawan terdapat didunia, yaitu hasil dari pemerolehan bahasa yang menimbulkan interferensi atau penyebab kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa berarti memahami pengajaran bahasa, pemerolehan bahasa, kedwibahasaan dan interferensi atau bisa disebut dengan langsung atau tidak langsung. Pengajaran bahasa menghasulkan PBI 1 dan PBI 2.
Di Indonesia sendiri, bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan , yaitu sebagai bahasa nasional, dan bahasa Negara (Setyawati, 2010: 1). Sesuai dengan kedudukannya tidak heran jika bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang gunakan sebagai keperluan sehari-hari dan beranekaragam. Ragam bahasa dapat diamati berdasarkan sarananya, suasananya, norma pemakaiannya, tempat atau daerahnya, bidang penggunaanya, dan lain-lain.
A.       Sifat bahasa Indonesia sebagai ragam bahasa ilmu antara lain sebagai berikut :
1.   Ragam bahasa ilmu bukan dialek
Dialek adalah suatu sistem kebahasaan yang digunakan oleh satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat yang lain yang berlainan walau pun erat hubungannya (Ayatrohaedi, 1979 :1).
2.   Ragam bahasa ilmu merupakan ragam resmi
Ragam bahasa resmi yang mengikuti aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang baku.
3.   Ragam bahasa imu digunakan para cendikiawan untuk mengkomunikasikan ilmunya.
Uraian ilmiah baik tertulis mau pun lisan merupakan uraian yang mengandung hasil penyelidikan ilmiah, baik yang baru saja dilakukan atau pun yang telah lama digunakan.  Menurut Johanes (0Setyawaty, 2010: 8) penyelidikan ilmiah itu dilakukan dengan penalaran yang logis dengan metode ilmiah.
Dalam situasi apapun baik langsung atau tidak langsung, resmi atau resmi dalam bekomunikasi haru berbahasa baik dan benar agar apa yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami.

A.    Analisis Kesalahan sebagai Bagian Linguistik
 Menurut Lyaons (Pateda, 1989: 13) mengatakan linguistik adalah studi bahasa secar ilmiah. Seperti yang telah dikatakan Pateda (1989:13) Linguistik dapat dillihat dari berbagai seni sebagai berikut :
-          Pembidangan
-          Sifat telaahnya
-          Pendekatan objeknya
-          Alat analisisnya
-          Hubungannya dengan ilmu lain
-          Penerapannya
-          Teori atau aliran yang mendasarinya
B.     Analisis Kontrasif dan Analisis Kesalahan
Analisis Konstrasif yaitu permasalahan dalam kebahasaan yang menyebabkan permasalahan konstatif yaitu adannya kedwibahasaan yakni bahasa pertama yang mereka pelajari adalah bahasa ibu (PBI1) dan bahasa yang masyarakat pelajari adalah bahasa Indonesia (PBI2). Ketika seorang anak yang masih belajar di sekolah dasar ia akan mendapatkan atau mempelajari bahasa Indonesia namun bahasa Ibunya mempengaruhi proses pembelajaran Bahasa Indonesia, pengaruhnya pada fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Analisis Kesalahan yaitu menganalisis kesalahan atau ketidak tepatan seseoran dalam mengucapakan sebuah kalimat contoh guru bahasa memerintahakan kepada siswannya untuk membuat kalimat dari kata “Pembangunan”, kalimat siswa “Pembangunan rumah kami hamper selesai” jika di lihat dari makna kalimat ini tidak tepat dalam penggunaan  kata pembangunanya, maka kesalahan tersebut dapat dianalisis dengan mengunakan Analisis Kesalahan.





















Analisis Kesalahan Bahasa
BAB II
A.    Pengertian kesalahan berbahasa.
Menurut Setyawati (2010: 16) Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa kata yang artinya bernuansa dengan kesalahan yaitu, penympangan, pelanggaran, dan kehilafan.
1.      Penyebab kesalahan-kesalahan berbahasa
a.       Interferesensi bahasa Ibu atau bahasa pertama (B1)
b.      Kekuranganpahaman pemakaian bahasa terhadap bahasa yang dipakainya
c.       Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna
Sedangkan menurut menurut Tarigan (dalam Setyawan 2010 :19) menyebutkan beberapa kesalahan berbahasa dalam bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi :
1.      Berdasarkan tataran Lingustik
2.      Berdasarkan kegiatan/keterampilan berbahasa
3.      Berdassarkan sarana atau jenis bahasa (lisan dan tulisan)
4.      Interferensi
Ada pun jenis-jenis kesalahan berbahasa yaitu : kesalahan acuan, kesalahan register, kesalahan sosial, kesalahan tekstual, kesalahan pengungkapan, kesalahan perorangan, kesalahan kelompok, kesalahan menganalogi, kesalahan transfer, kesalahan guru, kesalahan global.
Menurut Ellis (dalam, Setyawan, 2010 : 17)  menyatakan bahwa terdapat lima langkah kerja analisis bahasa yaitu
1.      Mengumpulkan sampel kesalhan
2.      Mengidentifikasi kesalahan
3.      Menjelasakan kesalahan
4.      Mengklasifikasikan kesalahan
5.      Mengevaluasi kesalahan.
Analisis kesalahan berbahasa merupakan sebuah proses yang didasarka pada analisis kesalahan seseorang yang sedang belajar dengan bahasa (objek).
            Kaitan Mata Kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa dengan Mata Kuliah Lain yaitu memperhatikan jenis-jenis kesalahan berbahasa yang dikaitkan dengan linguistic dan tataran linguistik, kesalahan berbahasa dikaitkan dengan teori belajar berbahasa, dengan kegiatan/keterampilan berbahasa,
B.     Analisis Kontrasif
Menurut James (dalam, Tarigan dan Tarigan 1988: 22) Dasar psikologis analisis kontrasif adalah teori transfer yang diuraikan dan difornulasikan di dalam suatu teori psikologis Stimilus-Responsi kaum Behavioris dengan kata lain yaitu ilmu jiwa merupakan dasar analisis kontrasif. Ada dua butir pentiting dalam teori bejara ilmu jiwa dan dikaitkan dengan pemerolehan bahasa:
1.      Kebiasaan berbahasa
2.      kesalahan berbahasa
kebiasaan berbahasa mempunyai dua karakter utama. Pertama dapat diamati (berupa benda dan kegiatan) yang dapat dilihat. Kedia kebiasaan bersifat mkanisme atau otomatis, kebiasaan itu terjadi dengan spontan sangat sukar dihilangkan. Sedangkan kesalahan berbahasa terjai karena transfer negative.  Transfer negative itu sendiri merupakan akibat pnggunaan system yang berbedayang terdapat pada PBI1 dan PBI2. Kesalahan berbahasa dapat dihilangkan dengan cara menanamkan kebiasaan melalui latihan (Tarigan dan Tarigan, 1988 : 22-23)
            Analisis kontrastif, berupa prosedur kerja, adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasikan perbedaan-perbedaan di antara kedua bahasa. Hasil Analisis kontrastif dapat digunakan sebagai landasan dalam meramakan kesulitan belajar berbahasa.
Kembali pada tujuan awal bahasa digunakan untuk mmepermudah komunikasi dan sifat bahasa itu harus komunikatif yang artinya dapat menyampaikan gagasan dan maksud dari seorang komunikator kepada komunikan. Bahasa yang komunikatif tersusun dari kalimat yang efektif.
Kelengkapan unsur kalimat menentukan kejelasannya. Setidaknya sebuah kalimat memilki unsur fungsi dan predikat. kalimat yang lengkap juga harus ditulis sesuai dengan ejaan yang berlaku, disamping pilihan kata-katanya juga harus tepat. Kalimat yang jelas dan baik akan mudah difahami oleh orang secara tepat. Kalimat yang demikian itu disebut kalimat efektif, yang secara tepat dapat mewakili pikiran dan keinginan penulisnya.
Kelimat efektif juga diartikan sebagai kalimat yang memilki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan dalam pikiran pembaca atau penulis. Hal ini berarti bahwa kalimat efektif harus disusun secara sadar untuk mencapai daya informasi yang diinginkan penulis terhadap pembacanya. Bila hal ini tercapai diharapkan pembaca akan tetarik kepada apa yang dibicarakan dan tergerak hatinya oleh apa yang disampaiakn itu.
1.      Ciri Gramatikal Kalimat Efektif
Ciri ini dapat dilihaT dari bidang morfologi dan bidang sintaksis. Ciri gramatikal morfologis adalah ciri-ciri yang sesuaia dengan kaidah morfologis. Misalnya ciri-ciri yang berkaitan dengan penggunaan bentuk kata.
Kalimat tidak gramatikal
Kalimat gramatikal
Abel sedang nyanyi dengan adiknya.
Abel sedang bernyanyi dengan adiknya.
Kalimat tidak gramatikalnya terletak pada kata nyanyi. Kata nyanyi termasuk kata yang tidak baku kata yang baku adalah bernyanyi. Hilangnya afiks ber-menyebabkan kata tersebut kurang gramatikal.
Ciri gramatikal sintaksis adalah ciri gramatikal yang berkenaan dengan kaidah sintaksis. Kaidah sintaksis berkaitan dengan struktur kata dalam kalimat, tanda baca, dan ejaan. Perbedaan kegramatikalan secara morfologis dan sintaksis adalah dalam ketidakgramatikalan secara sintaksis tidak terdapat kata yang salah atau tidak tepat secara mofologis. Semua kat asecara morfolgis sudah tepat. Tetapi terdapat urutan atau kaidah sintaksiis yang dilanggar atau tidak dipenuhi.
Kalimat tidak gramatikal
Kalimat gramatikal
Kunci loker itu belum ditemukan oleh kita
Kunci loker itu belum kita temukan
Kaliamt ditas merupakan kalimat aktif bentuk diri. Kalimat ini menggunakan bentuk diri seperti saya, kita, anda, engkau, kamu ditambah pokok kata kerja. Karea itu predikat tidak menggunakan verba berimbuhan di- tetapi menggunakan verba bentuk diri kita temukan. Hungan antara kita dan temukan sangat erat . demikian eratnya hubnugan kedua kata ini sehingga tidak bisa disisipi oleh kata lain.
2.      Ciri Diktis Kalimat Efektif
Ciri diktis adalah ciri kalimat efektif yang berkaitan dengan pemilihan kata. Kata-kata ini memiliki kriteria tepat bentuknya, ketepatan bentuk berhubungan dengan kebakuan pemakaian. Seksama (sesuai),  kesesuaian berhubungan dengan logika dan letaknya dalam struktur kalimat, dan lazim, kelaziman berhubungan dengan kebiasaan pemakain kata dalam bahasa Indonesia.
a.       Rambu lalu lintas (dibuat, dibikin, diciptakan, dikreasikan) untuk dipasang ditempat-tempat yang rawan.
b.      Seni tari ini (dibuat, dibikin, diciptakan, dikreasikan) oleh para seniman tari.
Dalam kurung diats terdapat kata-kata yang mempunyai makna umum yang sama, tapai secar strulktural kata-kata tersebut tidak semunya tepat. Kalimat a lebih tepat menggunakan kata dibuat. Kata dibikin merupakan kata yang tidak baku sedangkan kata diciptakan dan dikreasikan kurang tepat dengan konteksnya. Kata dikreasikan lebih tepat digunakan untuk kalimat b.
Menurut Soedjito (1988) kalimat efektif adalah kalimta yang emmenuhi pedoman pemilihan kata yang tepat. Pedoman pemilihan kata yang epat meliputi : (1) Pemakain kata tutur, (2) Pemakain kata-kata bersinonim, (3) Pemakain kata yang bernilai rasa, ( 4) Pemakain kata-kata atau istilah asing, (5) Pemakain kata-kata kongret atau abstrak, (6) Pemakain kata-kata umum dan khusus, (7) Pemakain kata-kata ideomatik, dan (8) Pemakain kata-kata yang lugas.
1.      Pemakain kata-kata tutur
Kata tutur adalah kata yang biasanya bukan kata baku dan sering dipakai dalam kaliamta yang sering diucapakn dalam omunikasi sehari-hari. Maka dalam suatu penulisan karya ilmiah maupun dalam bahasa perkuliahan kalimta tersebut hendaknya dihindari. Contohnya adalah : tentunya, dianya, bapaknya, bilang, makanya,dan lain-lain.
2.      Pemakian kata-kata bersinonim
Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama denganbentuk bahsa lain ( Tim Penyususn KBBI, 2002:1072). Walauapun maknanya sama tetapi tidak semua kata-kata yang bersinonim bisa salaing menggantikan. Namun adaapula kata kata bersinonim yang dapat saling menggantikan.
3.      Pemakain kata  yang bernilai rasa
Nilai rasa adalah kandungan makna yang terdapat pada suatu kata yang secara social berhubungan denag moral atau etika; kata-kata yang berhubungan dengan halus atau kasar. Kata-kata ini sangat berhubungan dengan sopan santun atau norma berkomunikasi didalam masyarakat. Kata-kata ini harus menyesuaiakan dengan subyek yang dituju.
a.     Kepala sekolah memohon kedatang walimurid dalam acara rapat persiapan UNAS.
Kata memohon diats kurang te[at karean yang meminta adalah keplaa sekolah yang kedudukannya lebih tinggi dari wali murid sehingga kata yang tepat untuk pengganti kata memohon adalah meminta.
4.      Pemakaian kata-kata atau istilah asing.
4.1  Kata-kata asing adalah kata-kata yang diambil dari bahasa asing. Kata-kata tersebut biasanya masuk karena dibawa oleh pengaruh IPTEK. Dalam perkembangannya ada kata-kata asing yang sudah memiliki padanan katanya dalam bahasa Indonesia namaun ada pula yang masih belum memilki oadanan kata. Untuk kata-kata serapan yang sudah memilki padanan kata dalam bahasa Indonesia sebaiknya digunakan padanan katanya.
4.2  Kata-kata asing yang belum ada padanann katanya dalam bahasa Indonesia boleh digunakna dengan sarat sebagai berikut ( Soedjoto, 1988: 4):
a.       Lebih cocok karena konotasinya
Konotasi halus
Konotasinya kurang halus
Professional
Bayaran

b.      Lebih singkat daripada terjemahannya.
Pendek
Terjemahan lebih panjang
Imunisasi
Pengebalab terhadap penyakit
c.       Lebih bersifat internasional daripada padanannya.
Istilah internasional
Istilah dalam bahsa indonesia
Sintaksis
Tata kalimat

5.      Pemakain kata-kata kongret dan abstrak
Kata kongret adalha kata yang menunjuk kepada objek yang dapat diindera, seperti diraba, dibau, dilihat, dirasakan atau didengar. Contoh kata kongret adalah meja, kursi, bunga dll. Kata abstrak adalah kata yang menunjuk kepda konsep, gagasan, pemikiran, perasaan, atau sifat. Contoh kata abstrak: senang, ideology, rasional dll.
6.      Pemakaian kata umum dan kata khusus
Kata umum adalh kata-kata yang luas ruanglingkupnya, sementara kata-kata khusus merupakan kata-kata yang ruang lingkupnya sempit. Kata-kata umum lebih kabur bayangannya dalam angan-angan. Kata-kata khususs lebih jelas dan terbatas gambarannya dalam benak pembaca.
Seorang pemulis atau penutur sebaiknya menggunakna kata katakhusus jika hal yang akan diungkapkan memang spesifik atau terbatas dan menggunakan kata umum jika sesuatau yang dimaksud bersifat umum.
Kata umum
Kata khusus
Buha-buahan
Apel, semangka, jeruk, papaya, strowberi
7.      Pamakain kata yang bersifat idiomatic
Idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Misalnya : hansip menjadi kambing hitam dalam peristiwa kebakaran tersebut, padahal mereka tidak tahu apa-apa.  Makna kambing hitam secara keseluruhan tidak sama dengan makna kambing dan hitam ( Kridalaksana, 1993: 82 )
8.     Pemakain kata-kata lugas
Kata lugas adalah kata yang bersahaja, apa adanya, sederhana, yang bukan merupakan ungkapan yang panjang. Swupaya tidak  menylitkan pembaca atau pendengar, seorang penulis sebaiknya memilih kata atau ungkapan ayng sederhana , lebih pendek, lebih mudah dioahami, dan lebih mengena. Contoh kata-kata yanglugas adalah dibawah ini.
Kata / ungkapan/ frase yang panjang
Kata / ungkapan lugas
Sepanjang sepngetahuan saya
Setahu saya

           

Analisis Kesalahan Berbahasa
BAB III
Teori Analisis kesalahan memiliki butir-butir yang penting sebagai landasan pemahaman analisis kesalahan antara lain:
-          Batasan atau pengertian analisis kesalahan
-          Tujuan dan metodologi analisis kesalahan
-          Kebangkitan kembali minat terhadap analisis kesalahan
-          Reorientasi analisis kesalahan, yang mencakup uraian atau penjelasan mengenai: pengertian kekeliruan, perbedaan kekeliruan dan kesalahan, tujuan, data dan metode.
-          Sumber, sebab, dan signifikasi analisis kesalahan
-          Pendekatan nonkontrastif terhadap analisis kesehatan
-          Gerakan analisis kesehatan
-          Kelemahan analisis kesehatan.

Daerah kesalahan berbahasa
1.      Daerah kesalahan fonologi
Dalam pateda (1989:50) kesalahan fonologi berhubungan dengan pelafalan dan penulisan bunyi bahasa. Dahulu dalam bahasa Indonesia tidak dikenal fonem /v/, sehingga kata vak dilafalkan pak. Sama dalam bukunnya setyawan (2010:25-47).
2.      Daerah kesalahan morfologi
Kesalahan pada bidang morfologi berhubungan dengan tata bentuk kata. Dalam bahasa Indonesia dalam tataran morfologi antara lain : Penghilangan afiks, bunyi yang seharusnnya luluh tetapi tidak diluluhkan, peluluhan bunyi yang seharusnnya tidak luluh, penggantian morf, penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-., pemakaiiian afik yang tidak tepat, penentuan bentuk dasar yang tidak tepat, penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan kata majemuk yang tidak tepat. dalam buku Setyadi (2010:49) dan dijelaskan juga pada buku Tarigan & Tarigan (1989: 53)
3.      Daerah kesalahan sintaksis
Menurut Body dalam (Tarigan & Tarigan, 1989:58) kesalahan pada daerah sintaksis berhubungan erat dengan kesalahan pada daerah morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata. Misalnnya kalimat dengan (i) kalimat yang berstruktur tidak baku, (ii) kalimat yang ambigu, (iii) kalimat yang tidak jelas, (vi) diksi yang tidak tepat yang membentuk kalimat, (v) kontaminasi kalimat, (vi) koherensi, (vii) kalimat mubazir, (viii) kata serapan yang digunakan di dalam kalimat, (ix) logika kalimat.  Sedangkan pada bukunnya Setyadi (2010: 75) mengatakan kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat. 
4.      Daerah kesalahan semantic
Menurut Setyadi (2010:103-104) kesalahan berbahasa dalam tataran semantic dapat berkaitan dengan bahasa tulis maupun bahasa lisan. Kesalahan ini dapat terjadi pada tataran, fonologi, morfologi, dan sintaksis. Penekanan kesalaha berbahasa dalam tataran semantic ini yaitu pada penyimpangan makna yang berkaitan dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Adapun makna yang tidak tidak tepat diantarannya :
a.       Kesalahan penggunaan kata-kata yang mirip
b.      Kesalahan pilihan kata atau diksi
Sedangkan menurut Tarigan & Tarigan (1989: 62) daerah kesalahan semantic terdapat pada pemahaman makna kata dan ketepatan pemakaian kata tu dalam bertutur.
5.      Kesalahan memfosil
Menurut Selinker (dalam Tarigan & Tarigan, 1989: 63) mengatakan kesalahan memfosil tidak berkaitan dengan daerah kesalahan, tetapi menyangkut sifat kesalahan. Menurut Purwadarmita (Tarigan & Tarigan 1989:64) fosilisasi adalah bentuk –bentuk linguistik yang salah, tetapi karena bentuk-bentuk itu selalu digunakan kesalahan seperti itu dianggap biasa. Dalam bahasa Jawa disebut salah kaprah.
6.      Kesalahan berbahasa tataran wacana
Menurut Setyadi (2010: 145) Wacana merupana satuan linguistic tertinggi. Sedangkan menurut Kridalaksana (Setyadi, 2010: 145) dalam Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (Novel, buku, seriensklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amat yang lengkap. Pernyataan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana itu sudah terbina kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebt atau adannya hubungan bentuk.
Menurut Setyadi (2010: 147-147) mengatakan ruang lingkup kesalahan dalam tataran wacana adalah kesalahan dalam kohesi dan kesalahan dalam koherensi.
7.      Kesalahan berbahasa dalam penerapan kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan.
a.       Ejaan dalam ejaan memiliki cakupan kesalahan yang meliputi:
-          Kesalahan penulisan huruf besar dan huruf capital
-          Kesalahan penulisan huruf miring
-          Kesalahan penulisan kata
-          Kesalahan memenggal kata
-          Kesalahan penulisan lambang bilangan
-          Kesalahan penulisan unsur serapan
-          Kesalahan penulisan tanda baca














Analisis Kesalahan Bahasa
BAB IV
Pada empat buku tentaang Materi Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia
            Kesalahan berbahasa pada tataran linguistik bidang morfologi dijelaskan pada bab IV dalam buku Setyawati (2010:49). Klasifikasi kesalahan berbahasa bidang morfologi yaitu meliputi penghilangan afiks, bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak luluh, peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh, penggantian morf, penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, pemakaian afiks yang tidak tepat, penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan kata majemuk yang tidak tepat. Kemudian pada bab IV, dalam bukunya Tarigan dan Tarigan menjelaskan tentang antarbahasa atau interlanguage. Istilah antarbahasa mengacu pada seperangkat sistem yang saling berpautan yang member ciri pada pemerolehan, sistem yang dapat diwasi atau dapat diobservasi pada perkembangan, dan kombinasi bahasa ibu atau bahasa sasaran tertentu. Proses antarbahasa mencakup transfer bahasa, transfer latihan, siasat pembelajaran B2, siasat komunikasi B2, dan overgeneralisasi kaidah-kaidah bahasa sasaran.
Dalam antarbahasa terdapat berbagai permasalahan yaitu masalah metodologis dan masalah teoretis. Masalah metodologis itu meliputi analisis kesalahan, telaah lintas sektoral, telaah longitudinal, asal-usul “antarbahasa”, pengabaian faktor eksternal, dan masalah variabilitas. Telaah antarbahasa bertujuan untuk memberi informasi perilaku pembelajar bagi perencanaan strategi pedagodik, bertindak sebagai prasyarat bagi validasi tuntutan keras dan tuntutan lemah pendekatan kontrastif, mencari hubungan antara pembelajaran masa kini, dulu, dan nanti, dan membri sumbangan bagi teori linguistik umum.
Berbeda dengan buku karya Dr. Mansoer Pateda yang berjudul Analisis Kesalahan, pada bab I dibahas mengenai analisis kesalahan yang merupakan bagian dari linguistik dan juga bagian dari linguistik terapan. Selain itu, dibahas juga mengenai analisis kontrastif.
Analisis kontrastif adalah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa kedua atau bahasa yang sedang dipelajari sehingga guru dapat meramalkan kesalahan peserta didik dan peserta didik segera menguasai bahasa yang bukan bahasa ibunya yang sedang dipelajari. Tujuan dari analisis kontrastif adalah menganalisis perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari agar pengajaran berbahasa berhasil dengan baik, menganalisis perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari agar kesalahan berbahasa peserta didik dapat diramalkan yang pada gilirannya kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh bahasa ibu itu dapat diperbaiki, kemudian hasil analisis itu digunakan untuk menuntaskan keterampilan berbahasa terdidik, dan analisis kontrastif juga dapat membantu peserta didik untuk menyadari kesalahan berbahasa sehingga diharapkan dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajari dalam waktu yang tidak lama.
Prosedur penerapan analisis kontrastif menurut Whitman (dalam Brown, 1980:150 dalam Pateda, 1989: 21), yaitu yang pertama, ahli bahasa atau guru bahasa berusaha mendeskripsikan sistem bahasa yang diperbandingkan. Kedua, ahli bahasa atau guru bahasa menentukan unsur kebahasaan yang berbeda, baik yang berhubungan dengan fonologi, morfologi maupun sintaksis. Ketiga, mengkontraskan unsur-unsur itu. Dan keempat, menentukan kesalahan yang dibuat si terdidik terhadap bahasa yang sedang dipelajari atau bahasa kedua karena pengaruh bahasa pertama. Guru yang telah membuat deskripsi dan kemudian membandingkan bahasa ibu si terdidik dengan bahasa yang sedang diajarkan akan dapar meramalkan penyebab yang menghambat si terdidik belajar bahasa kedua.
Dalam hipotesis analisis kontrastif terdapat dua versi yaitu hipotesis analisis kontrastif aliran keras dan hipotesis kontrastif aliran lunak. Penganut analisis kontrastif haluan keras berpendapat bahwa kesulitan terbesar akan timbul apabila terdapat perbedaan besar antara bahasa ibu dengan bahasa yang dipelajari si terdidik, sedangkan penganut analisis kontarstif haluan lunak berpendapat bahwa bahasa ibu tidak terlalu menghambat proses belajar bahasa yang sedang dipelajari si terdidik.
Terdapat beberapa kritikan terhadap analisis kontrastif yaitu yang pertama kritikan dari penganut aliran transformasi-generatif. Penganut aliran ini berpendapat bahwa bahasa tidak boleh hanya dipelajari sebagai perubahan tingkah laku manusia saja, karena tingkah laku manusia hanyalah manifestasi lahiriah dari sesuatu yang lebih dalam yang disebut penngetahuan. Apa yang dikontraskan hanyalah struktur lahir saja, sedangkan struktur dalamnya diabaikan. Tidak hanya itu, penganut analisis kontrastif terlalu banyak menyandarkan diri pada pandangan kesejagatan universal yang diformulasikan dalam teori yang komprehensif.
Dardjowidjojo (dalam Pateda, 1989:25) juga mengkritik penganut analisis kontrastif. Ia berpendapat bahwa analisis kontrastif hanya dapat menerangkan kesalahan-kesalahan yang dibuat si terdidik di kelas dan tidak dapat meramalkannya.
Ada empat model metodologi yang dikembangkan oleh Prajapati (1981: 105-108 dalam Pateda 1989: 26) yaitu yang pertama model prediksi sederhana. Pada model ini kompetensi si terdidik baik bahasa pertama atau bahasa kedua dibandingkan. Berdasarkan perbandingan itu, dapat diramalkan kesalahan yang dapat menghambat proses belajar bahasa si terdidik. Guru dapat meramalkan kesalahan yang akan muncul berkat perbandingan bahasa-bahasa pertama dengan bahasa yang sedang dipelajari.
Kedua, metode analisis kesalahan. Pada metode ini diberikan kompetensi si terdidik, baik kompetensinya pada bahasa bahasa pertama maupun pada bahasa kedua. Kemudian didapatkan kesalahan-kesalahan yang akan dijelaskan sehingga peserta didik tidak mngulangi kesalahan itu. Ketiga, model penjelasan sederhana yaitu kompetensi si terdidik diperbandingkan antara bahasa pertama dan bahasa yang sedang dipelajari. Hasilnya memuat tentang unsur yang sama dan unsur yang berbeda. Perbandingan tersebut akan menunjukkan apakah terdapat bukti bahwa kompetensi bahasa pertama memengaruhi kompetensi terhadap bahasa yang sedang dipelajari atau tidak. Keempat, model prediksi eksplanatoris yaitu membandingkan kompetensi si terdidik, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua. Pada saat belajar bahasa kedua terdapat kompetensi transisi. Kompetensi transisi akan berwujud performansi yang salah dan yang tidak. Performansi ini dikumpulkan di dalam data performansi berupa performansi yang salah maupun yang benar. Data tersebut dijelaskan kepada si terdidik. Penjelasan tersebut harus didukung oleh teori linguistik dan teori belajar bahasa kedua sehingga diharapkan ketuntasan berbahasa si terdidik akan lebih baik, karena si terdidik telah mengetahui kesalahannya.
Menurut Baradja (1981:8 dalam Pateda 1989: 30) sumbangan analisis kontrastif bagi pengajaran bahasa meliputi dua hal yaitu sumbangan pada penulis buku teks dan sumbangan pada guru kelas. Data yang diperoleh sebagai hasil analisis kontrastif sangat membantu penulis buku teks, karena penulis buku teks akan mudah menyesuaikan isi bukunya dengan tuntutan sekolah dan si terdidik. Bagi guru kelas, pemahaman terhadap analisis kontrastis akan membantu pekerjaannya sebagai guru bahasa.
Kemudian dalam bukunya, pateda menjelaskan mengenai analisis kesalahan. Batasan dalam analisis kesalahan yaitu menganalisis kesalahan dengan cara mengkategorisasikan, menentukan sifat, jenis, dan daerah kesalahan. Kesalahan yang perlu dianalisis melingkupi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Objek yang dianalisis adalah bahasa kedua atau bahasa asing yang berbentuk formal.
Kemudian pada bab IV dalam buku Pateda (1989:67) menjelaskan tentang sumber dan penyebab dalam kesalahan berbahasa. Ada beberapa hal yang menjadi sumber dan penyebab kesalahan. Menurut pendapat popular, kesalahan bersumber pada ketidakhati-hatian si terdidik dan yang lain karena pengetahuan mereka terhadap bahasa yang dipelajari dan interferensi. Pengaruh bahasa ibu, lingkungan, kebiasaan, interlingual  dan interferensi juga dapat menjadi sumber dan penyebab kesalahan berbahasa.
Kemudian kesalahan berbahasa pada tataran linguistik bidang morfologi dijelaskan pada bab IV dalam buku Setyawati (2010:49). Klasifikasi kesalahan berbahasa bidang morfologi yaitu meliputi penghilangan afiks, bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak luluh, peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh, penggantian morf, penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, pemakaian afiks yang tidak tepat, penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan kata majemuk yang tidak tepat.

Analisis Kesalahan Bahasa
BAB V
Kesalahan Menyimak dan Berbicara pada buku Pateda
            Menyimak adalah proses mendengar dengan pemahaman dan pengertian. Proses menyimak melalui empat tahap meliputi; (a) tahap identifikasi, (b) tahap identifikasi dan seleksi tanpa retensi, (c) tahap identifikasi dan seleksi terpimpin dengan retensi jangka pendek, dan (d) tahap identifikasi yang diikuti dengan seleksi dan retensi jangka panjang.
            Kesalahan menyimak pada dasarnya dapat terjadi karena ada faktor yang mengganggunya, antara lain; (a) kejelasan pesan yang berasal dari pembicara, (b) bahasa yang digunakan, (c) alat dengar penyimak, (d) suasana kejiwaan pembicara dan penyimak, dan (e) gangguan dari luar, misalnya kebisingan dan keributan. Hal itu menyebabkan terjadinya kesalahan menyimak. Kesalahan itu diantaranya; (a) susah untuk membedakan fonem, (b) tekanan kata, (c) intonasi, (d) bentuk-bentuk lafal menurun, (e) pelafalan cepat silabi tidak bertekanan, (f) pengungkapan komunikasi yang fungsinya berbeda karena intonasi, (g) menyimpulkan, memahami dan mengantisipasi isi ujaran, (h) keluar dari masaah yang diketengahkan di dalam ujaran, (i) belum lancar menggunakan kata atau kalimat bahasa Inggris dengan kecepatan biasa, (j) penggunaan aksen, dan (k) adanya kata-kata homonim.
            Berbicara adalah aktivitas manusia menggunakan bahasa secara lisan. Kesalahan berbicara dapat disebabkan antara lain; (a) kesalahan melafalkan bunyi-bunyi bahasa, (b) kesalahan memilih kata-kata atau istilah yang tepat, (c) penggunaan kalimat yang samar-samar, tidak jelas atau menimbulkan penafsiran yang berbeda, (d) pengungkapan pikiran yang tidak jelas, (e) kesalahan karena struktur kalimat, dan (f) menggunakan kata-kata mubazir.
Buku Nanik
Selain kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi, Setyawati juga menjelaskan tentang kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis pada bab V (Setyawati,2010:75). Setyawati menjelaskan bahwa kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis antara lain berupa kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat. Kesalahan dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adanya pengaruh bahasa daerah, penggunaan preposisi yang tidak tepat, kesalahan susunan kata, penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan, penjamakan yang ganda, dan penggunaan bentuk resiprokal yang tidak tepat.
Buku Tarigan
Henry Guntur Tarigan dalam bukunya Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa pada BAB V mengenai analisis kesalahan berbahasa, ia membahas dengan jelas materi tersebut. Ia membahas kesalahan berbahasa menurut beberapa pakar. Ada yang membagi kesalahan berbahasa menjadi dua, yaitu kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan kurangnya perhatian, yang disebut faktor performansi. Kesalahan yang kedua disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa, disebut faktor kompetensi. Ada pula pakar yang membagi kesalahan berbahasa menjadi empat, yaitu interference-like goofs, LI developmental goofs, ambiguous goofs, dan unique goofs.
Terdapat pula empat taksonomi dalam kesalahan berbahasa, 1) taksonomi kategori linguistik, yaitu mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa berdasarkan komponen linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi oleh kesalahan, ataupun berdasarkan kedua-duanya yang mencaup tataran fonologi, morfologi, semantik dan leksikon, serta wacana; 2) taksonomi siasat permukaan, yaitu menyoroti bagaimana cara-caranya struktur-struktur permukaan berubah berupa penghilangan, penambahan, salah formasi, dan salah susun; 3) taksonomi komparatif, yaitu kesalahan bersadarkan pada perbandingan-perbndingan antara struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe konstruksi tertentu lainnya berupa kesalahan perkembangan, kesalahan antarbahasa, dan kesalahan lainnya; 4) taksonomi efek komunikatif, yaitu memusatkan perhatian kesalahan dari perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca berupa kesalahan global dan lokal.
Tahapan yang harus dilakukan ketika menganalisis kesalahan berbahasa juga dibahas dalam bab ini. Tahapan tersebut, yaitu memilih korpus bahasa, mengenali kesalahan dalam korpus, mengklasifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, dan mengevaluasi kesalahan. Ketika terjadi kesalahan berbahasa maka perlu dilakukan pengoreksian baik secara lisan dan secara tertulis.
Buku Markhamah
KESALAHAN STRUKTUR
A.    Kesalahan Struktur karena Kerancuan Aktif-Pasif
Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya verba berimbuhan meN- dengan segala kombinasinya dan subjek tidak diawali oleh kata depan. Kalimat pasif adalah kalimat yang predikatnya verba berimbuhan di- atau ter- atau verba pasif pelaku I/II + pokok kata kerja. Penutur/ penulis sering tidak menyadari bahwa kalimat yang diucapkannya/ ditulisnya merupakan kalimat yang rancu. Yang dimaksud kalimat yang rancu adalah kalimat yang sebagian unsurnya milik kalimat aktif, sementara unsur lainnya milik kalimat pasif.
(a)    Saya telah informasikan bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana.
Kalimat tersebut sturkturnya rancu yang mengakibatkan makna ganda. Makna unsur yang merupakan subjek, bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana ataukah saya. Jika bahwa hari ini akan mengunjungi para korban bencana sebagai pengisi fungsi S, predikatnya seharusnya verba pasif telah saya informasikan. Sebaliknya, jikaS-nya saya, predikatnya harusnya verba aktif menginformasikan. dengan begitu, bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana mengisi fungsi objek (O).
B.     Kesalahan Struktur karena Subjek dan Keterangan
Sering terjadi seorang pemakai bahasa tidak menyadari bahwa dirinya telah mencampuradukan komponen lain (misalnya keterangan) pada subjek. Mislalnya orang yang memulai mengucapkan kalimat dengan keterangan panjang. Tidak disadari oleh penutur/penulis bahwa komponen yang dianggapnya subjek ternyata merupakan keterangan. Hal seperti itulah yang sering terjadi dalam pemakaian bahasa yang kurang cermat.
(a)    Dalam seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak memutuskan tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
Pada kalimat tersebut, termasuk kalimat yang tidak benar karena subjeknya berketerangan. Maksudnya, dalam subjek terdapat komponen keterangan, sehingga mengaburkan subjek. Ada dua cara untuk memperbaiki kalimat tersebut. Pertama, komponen keterangan dihilangkan sehingga muncul subjek.Kedua, komponen keterangan dipertahankan, namun predikat verba aktif diganti dengan predikat verba pasif.
(1)   Seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak memutuskan tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
(2)   Dalam Seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak diputuskan tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
C.    Kesalahan Struktur karena Pengantar Kalimat
Seringkali kita membaca kalimat yang diawali oleh kata menurut, berdasarkan, sebagaimana kita ketahui, seperti disebutkan di muka, seperti telah kami sampaikan sebelumnya. dan sejenisnya. Kata-kata itu merupakan pengantar kalimat. Jika bagian kalimat itu kemudia diikuti nomina pelaku orang pertama sering menimbulkan ketaksaan antara ungkapan pengantar kalimat dengan predikat kalimat (Sugono dalam Markhamah, dkk., 2009: 108). Misalnya, menurut petugas mitigasi bencana menyatakan… Penulis/ penutur seringkali lupa bahwa subjek kalimat itu belum ada. Adanya kata menurut mengaburkan subjek.
D.    Kesalahan Struktur karena Penghubung terbagi yang Kurang Tepat
Seringkali ditemukan kalimat yang menggunakan penghubung yang berupa pasangan atau dua penghubung. Dua penghubung yang dimaksud, misalnya:
meskipun. . . .,tetapi. . .
walaupun. . . .,namun. . . .
biarpun. . . ., akan tetapi. . . .
betapapun. . . ., tapi. . . . (Sugono dalam Markhamah, dkk., 2009: 109)
(a)    Meskipun kalian tidak ada pekerjaan rumah, tetapi kalian harus tetap belajar.
Dua informasi tersebut tidak jelas hubungan maknanya. Hal ini disebabkan oleh hubungan antara dua klausa yang ada pada kalimat itu tidak jelas. Penggunaan penghubung meskipun dan tetapi menyebabkan hubungan antara kedua klausa itu tidak jelas. Jika hubungan kedua klausa itu hubungannya setara, kata penghubung yang digunakan kata tetapi saja. Sebaliknya, jika kata penghubung meskipun yang digunakan, berarti hubungan kedua klausa dalam kalimat itu bertingkat.
E.     Kesalahan Struktur karena Ketiadaan Induk Kalimat
Kalimat yang efektif (baik dan benar) strukturnya harus tepat. Ketepatan struktur berhubungan dengan ketepatan letak unsur-unsur kalimat yang berupa S, P, O (Pel), K dan kelengkapannya. Dalam pemakaian bahasa sering ditemui kalimat yang panjang, tetapi unsur-unsurnya tidak lengkap. Misalnya, S kalimat tidak ada, atau P-nya tidak ada. Hal itu terjadi apabila anak kalimat dan induk kalimat sama-sama didahului oleh kata penghubung atau konjungsi. Konjungsi yang sering mengaburkan makna anak kalimat dan makna induk kalimat adalah konjungsi yang berupa pasangan, seperti:
karena…,maka…
berhubung…,maka…
karena…,sehingga…
jika…,maka… (Sugono dalam Markhamah, dkk. 2009:112)
(a)    Karena nilai yang didapatkan lebih besar daripada yang diharapkan, maka Fitri terkejut.
Kata karena pada kalimat tersebut menyebabkan klausa pertama merupakan anak kalimat. Demikian juga kata maka. Kata maka pada klausa pada kalimat tersebut menempatkan klausa kedua juga sebagai anak kalimat. Jika kedua klausanya sebagai anak kalimat, berarti tidak ada induk kalimat pada kalimat tersebut. Supaya ada induk kalimat, salah satu kata penghubung ditanggalkan.
Analisis Kesalahan Bahasa
BAB VI
Pada Buku Pateda
KESALAHAN MEMBACA DAN MENULIS
            Membaca adalah pengenalan dan persepsi struktur bahasa sebagai keseluruhan untuk memadukan makna tersurat dan yang tersirat dengan mengomunikasikan struktur-struktur bahasa itu. Kesalahan membaca diantaranya disebabkan karena lafal yang sangat dipengaruhi oleh lafal dalam bahasa ibu, salah membaca kelompok kata, penggunaan unsur suprasegmental yang tidak tepat, dan pungtuasi belum dikuasai.
            Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan tafsir yang meliputi; (a) tidak mampu menangkap maksud penulis, (b) sikap kritis terhadap apa yang dibaca kurang, (c) menghubung-hubungkan tafsiran yang tidak tepat, dan (d) tidak ada predisposisi kritis antara pembaca dan evaluasi metode menulis.
            Menulis adalah pengalihan bahasa lisan ke dalam bentuk tertulis. Kesalahan menulis selalu berhubungan dengan:
(a) kesalahan kalimat,
(b) kesalahan kata, meliputi penggunaan kata dan bentuk kata,
(c) kesalahan ejaan dan tanda baca, meliputi (i) penulisan kata, (ii) penulisan kata depan di, (iii) penulisan kata depan ke, (iv) penulisan awalan di-, (v) penulisan partikel pun, (vi) penulisan angka, (vii) penggunaan tanda baca, dan (viii) penggunaan huruf besar,
(d) kesalahan dalam alinea. 
Buku Nanik: Kemudian kesalahan dalam bidang kalimat diantaranya kalimat tidak bersubjek, kalimat tidak berpredikat, kalimat tidak bersubjek dan tidak berpredikat, penggandaan subjek, antara predikat dan objek yang tersisipi, kalimat yang tidak logis, kalimat yang ambiguitas, penghilangan konjungsi, penggunaan konjungsi yang berlebihan, penggunaan istilah asing dan penggunaan kata tanya yang tidak perlu.
Selanjutnya kesalahan berbahasa tataran semantik, menurut Setyawati (2010:103) yang dijelaskan pada bab VI dapat terjadi pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat yang maknanya menyimpang dari makna yang seharusnya, maka tergolong ke dalam kesalahan berbahasa ini.
Buku Markhamah
KESANTUNAN SOSIOLINGUISTIK DALAM TEKS KEAGAMAAN
A.    Pengertian Kesantunan Sosiolinguistik
Santun berarti: (1) ‘halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya) sabar dan tenang, sopan, (2) penuh rasa belas kasihan, suka menolong (Tim Penyusun KBBI dalam Markhamah, dkk., 2009:117).  Sopan adalah: (1) hormat dan takzim (akan, kepada) tertib menurut adat yang baik (2) beradab tentang tingkah laku, tutur kata, pakaian dsb., (3) baik kelakuannya (tidak lacur, tidak cabul’) (Tim Penyusun KBBI dalam Markhamah, dkk., 2009:117).
Dalam Islam santun adalah bagian dari akhlak. Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang dari keadaan itu lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui pemikiran, pertimbangan, atau penelitian. Jika keadaan itu melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan akal dan syarak (hokum Islam) disebut akhlak yang baik. Sebaliknya, jika keadaan itu menimbulkan perbuatan yang tidak baik atau tidak terpuji dinamakan akhlak yang buruk atau tidak baik.
Dalam kaitannya dengan komunikasi, beberapa akhlak Islam dapat disejajaran dengan norma tutur, khusunya norma interaksi yang dikemukakan oleh Hymes (1975) yang juga dikutip oleh Suwito (1992) dan Markhamah (2009). Norma tutur adalah aturan-aturan bertutur yang mempengaruhi alternatif-alternatif pemilihan bentuk tutur. Dengan demikian, norma tutur bertalian dengan santun bertutur, dan santun itu harus tampak dalam pemilihan bentuk tutur yang diungkapkan oleh penuturnya (Suwito dalam Markhamah, dkk. 2009: 119).
Dengan adanya norma yang harus diterapkan dalam berkomunikasi itu sebenarnya menunjukkan bahwa bahasa itu tidak netral, bahwa bahasa berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa. Bahasa sebenarnya bersifat netral. Bahasa menjadi baik atau tidak baik dalam penggunaannya oleh pihak tertentu.
B.     Kesantunan Sosiolinguistik dalam Teks Terjemahan Al Quran
Berdasarkan analisis dalam buku Markhamah, dalam teks keagamaan khususnya terjemahan Quran yang mengandung etika berbahasa terdapat bermacam-macam kesantunan sosiolinguistik. Kesantunan yang dimaksud adalah merendahkan diri sendiri, menanyakan lebih rinci pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan sebagai bentuk penolakan terhadap perintah, menggunakan sindiran untuk meminang secara halus, mengucapkan salam dan menjawab salam, menggunakan eufimisme, mengucapkan ‘hiththah’ sambil meembungkukkan baan, menggunakan panggilan kehormatan, mengucapkan kata-kata baik. Selain itu, keantunan berbahasa juga ditempuh dengan cara: berbicara dengan sabar dan berbicara dengan suara lunak. Kesantunan lainnya adalah mengucapkan kalimat doa, menyelamatkan muka mitra bicara, memberi keputusan dengan adil, mematuhi perintah dan panggilan.

Analisis Kesalahan Bahasa
BAB VII
Buku Nanik
Kesalahan Berbahasa Tataran Wacana
Bahasa meliputi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantic. Satuan linguistic secara teoritis yang normal adalah fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Wacana merupakan satuan lingustik yang tinggi. Menurut kridalaksana (dalam Setyawat. 2010:145) Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri, ensiklopedia, dan sebagainya),paragraph, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkapsebagai satuan bahasa yang lengkap,maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang data dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau lalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Alat-alat wacaa yang dapat membuat kekohesia sebuah wacana antara lain : pengacuan atau referensi, penyulihan atau substitusi, pelepasan atau ellipsis, dan perangkaian atau konjungsi. Adapun alat wacana yang membentuk kekohesrensian antara lain: pengulangan atau reptetisi, padan makna atau sinonim, lawan makna atau antonimi, hubungan atas bawahatau hiponimi, sanding kata atau kolokasi, dan kesepadanan atau ekuivalensi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dicermati ruang lingkup kesalahan dalam tataran wacan dapat meliputi:
a.       Kesalahan dalam kohesi
1.      Kesalahan penggunaan pengacuan
Wacana tidak baku :
a.       Rombongan darmawisata itu mula-mulanmendatangi Pulau Madura. Setelah itu dia melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
b.      Karena tidak berhati-hati, anak kecil itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang penyulihan yang lewat mencoba menolong mereka.
            Kedua wacana di atas salag dalam menggunakan pengacuan. Penggunaan pengacuan yang tepat dalam wacana di atas yaitu:
a.       Bukan dia tetapi mereka
b.      Bukan mereka tetapi nya
2.      Kesalahan penggunaan
Contoh :
a.       Ibrahim sekarang sudah berhasil mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Drajat  keserjanaanya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
b.      Prima dan bibi masuk ke warung kopi. Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu. Keinginan mereka rupanya berbeda.
Penggunaan kata-kata penyulihan yang tercetak miring dalam kedua wacana di atas tidak tepat. penyulihan yang tepat untuk wacana ia atas adalah :
a.       Adalah titel
b.      sama
3.      Kekurang efektifan wacana karena tidak ada pelesapan
Contoh:
b.      Sudah seminggu ini Rohman sering ke rumahku, Rohman kadang-kadan mengantar jajaanan dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang denganku tentang cinta. Entah mengapa, aku pun enggan menggiring perbincangan kami kea rah sana.
c.       Pohon-pohon kelapa itu menyenangkan hati. Pohon-pohon kelapa itu baru berumur enam tahun. Pohon-pohon kelapa  itu pendek-pendek, rendah, tetapi sudah berbuah banyak. Buahnya bahkan ada yang mencapai tananh. Hasilnta memeang di luar dugaan.
Kata-kata yang tercetak miring dalam kedua wacana di atas merupakan penggunaan yang kurang efektif. Untuk keefektivitasan peggunaan kalimat, ekonomis dalam penggunaan bahasa, dan mencapai aspek kepaduan wacana, maka sebaiknya kata-kata yang tercetak miring tersebut dilepaskan.
d.      Kesalahan dalam koherensi
Perhatikan contoh berikut:
a.       Badannya terasa kurang enak, dan dia masuk kantor juga meskipun banyak tugas yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk dan tidak masuk kantor , pekerjaan harus selesai untuk bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. Karena yang digantikan dan pengganti harus dipertemukan pada saat itu.
b.      Agak lama aku merenungkan nasihat orang tuaku tetapi aku mendapat gagasan baru. Memeang benar nasihat itu, “Aku sebaiknya melanjutkan ke perguruan tinggi”. Namun tekadku sudah bulat. Dengan demikian aku harus meninggalkan tempat ini dan segera berangkat ke Surabaya.
Akan lebih tepat konjungsi diatas yang bercetak miring dganti seperti ini:
a.       Dan diganti tetapi
-          Meskipun diganti karena
-          Dan diganti atau
-          Untuk diganti sebab
-          Karena diganti baik
-          Dan diganti maupun

b.      -    Tetapi diganti lalu
-          Namun diganti akhirnya
-          Dengan demikian diganti oleh karena.

2.      Wacana tidak koherensi
Perhatikan contoh:
a.       Aku diam. Diam seribu bahasa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi sebagian besar penduduk di Indonesia. Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta. Soekarno-Hatta banyak dipakau sebagai nama jalan. Jalan pelan-pelan banyak anak kecil
b.      Simanjuntak    : kenaikan tarif listrik sekarang merepotkan juga.
Simanulang             : listrik kami sering mengalami gangguan. Ada apa ya? Apa ada yang usil dengan menggaet kabel?
Simanjuntak            : kabel dirumah kami sudah tujuh belas tahun. Bisa korsleting katanya.
Simanulang     : korsleting terjadi di tetangga kami tadi malam.

Koherensi tidak kita temukan dalam kedua wacana tersebut. Dalma kedua wacana tersebut sering menggunakan pengulangan (yang cetak miring), tetappi pengulangan tersebut tidak mendukung sebuah gagasan. Koherensian sebuah wacana tidak semata-mata hanya ditentukan oleh bentuk luar saja.

Wacana yang tidak koherens:
a.       Banyak pahlawan bangsa dimakamkan dipemakaman itu. Mereka tewas dalam pertempuran melawan penjajah. Sungguh besar jasa para pahlawan itu untuk negeri ini.
Kalimat pertama dalam wacana diatas: pada kata tewas kurang tepat penggunaanya jika ditunjukan pada pahlawan, sekalipun frasa meninggal dunia bersinonim dengan tewas. Sinonim meninggal dunia  yang tepat jika untuk pahlawan adalah gugur.










Analisis Kesalaha Bahasa
BAB VIII
Buku Nanik
Kesalahan Berbahasa Dalam Penerapan Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

1.      Ejaan
Dalam KBBI (1996) ejaan didefinisikan sebagai kaidah-kadah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
A.    Kesalahan Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital
Penulisan huruf capital yang kita jumpai dalam tulisan-tulisan resmi kadang-kadang menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.
a.      Penulisan huruf pertama petikan langsung
Contoh:
-          Ibu mengingatkan “ jangan lupa dompetmu, Tik”
-          Karolina menjawab “bukan aku yang mengambil baju itu, Bu.”
-          tadi pagi saya berangkat tergesa-gesa karena bangun kesiangan,” kata Beki
Sesuai dengan kaidah tata bahasa yang benar adalah bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Maka pada kalimat diatas merupakan kesalahan penulisan huruf kapital.
B.     Kesalahan penulisan huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan (terbatas pada nama diri), kitab suci, dan nama Tuhan.
Contoh:
-          Ya allah, semoga engkau meneria arwa ayah saya
-          Limpahkanlah rahmatmu kepada kami ya Allah
-          Dalama Al-Quran terdapat ayat yang menganjurkan manusia berakhlak terpuji.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan (terbatas pada nama diri), kitab suci, dan namu Tuhan (termasuk kata ganti untuk Tuhan). Huruf pertama ada kata ganti –ku,-mu, dan –nya, sebagai kata ganti Tuhan harus dituliskan dengan huruf kapital yang dirangkaikan oleh tanda hubunga (-) dengan kata sebelumnya. Dengan berpedoman pada kaidah tersebut, kita dapat memperbaiki kalimat-kalimat di atas mejadi:
Kalimat pertama
-          Ya Allah, semoga Engkau meneria arwa ayah saya
-          Limpahkanlah rahmatMu kepada kami ya Allah
-          Dalama Alquran terdapat ayat yang menganjurkan manusia berakhlak terpuji.
C.    Kesalahan penulisan huruf pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, keagamaan), jabatan, dan perangkat yang diikuti orang.
Contoh:
1.      Pemerintah baru saja memberikan anugrah kepada mmahaputra Yamin
2.      Nabi Ismail adalah anak nabi Ibrahim alaihisalam
3.      Pergerakan itu dipimpin oleh haji  Agus Salim
4.      Siapakah Gubernur yang baru saja dilatik itu?
5.      Letnan Kolonel Mahsani dilantik menjadi Kolonel
Berdasarkan pada kaidah tata bahasa Indonesia bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, keagamaan), jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang, sedangkan jika tidak diikuti nama diri ditulis dengan huruf kecil. Jadi kalimat di atas dapat diperbaiki.
D.    Kesalahan penulisan pada kata-kata van, den, der, da, de, di, bin dan ibnu yang digunakan sebagai nama orang ditulis dengan huruf besar, padahal kata-kata itu tidak terletak pada awal kalimat.
Contoh :
Bentk Baku
Van den Bosch
Mursid bin Hasan
Rahman ibnu Khaldun
P.B. da Costa
Bentuk Tidak Baku
Van Den Bosch
Mursid Bin Hasan
Rahman Ibnu Khaldun
P.B. Da Costa
 Seharusnya kata-kata van, den, der, da, de, di, bin dan ibnu yang digunakan sebagai nama orang tetap ditulis dengan huruf kecil, kecuali kata-kata itu terletak pada awal kalimat.
E.     Kesalahan penulisan huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yan tidak terletak pada awal kalimat.
Contoh:
-          Di Indonesia terdapat suku jawa, suku bali, suku batak, dan sebagainya.
-          Kita, Bangsa Indonesia harus bertekad untuk menyukseskan pembangunan.
-          Bahasa resmi di Philipina adalah Bahasa Tagalog.
-          Ia masih keJawa-Jawaan dalam segala hal.
-          Kita harus berusaha mengIndonesiakan kata-kata asing.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. Jika bangsa, suku dan bahasa itu sudah diberi awalan sekaligus akhiran, nama-nama itu harus ditulis huruf kecil.
F.     Kesalahan penulisan huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh:
-          Pada  Bulan agustus terdapat hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia.
-          Setiap Hari Jumat  semua instansi di Indonesia menyelenggarakan senam kesegaran jasmani.
-          Dulu pernah terjadi perang candu di negeri Cina.
Seharusnya huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah ditulis dengan huruf kapital.
G.    Kesalahan penulisan pada huruf pertama nama khas geografi
Contoh:
-          Salah satu daerah peristiwa di Sumatra adalah danau Toba.
-          Pulau Jawa dan Pulai Sumatra dihubungkan oleh selat Sunda.
-          Kapal-kapal laut dari wilayah timur yang akan memasuki perairan Timur Tengah harus melawati terus Suez.
Sesuai kaidah yang berlakukalimat diatas salah seharusnya penulisan pertama nama khas geografi dengan huruf kapital.

H.    Kesalahan penulisan huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
-          Presiden dan Wakil Presidan Republik Indonesia dipilih oleh majelis permusyawaratan rakyat.
-          Semua anggotan PBB harus mematuhi piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
-          Pemimpin kerajaan Iran pada saat itu adalah Syah Reza Pahlevi.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.

I.       Kesalahan penulisan huruf pertama pada kata tugas seperti:di, ke, dari, untuk, yang, dan dalam  pada judul buku, majalah, surat kabar, dan karangan yang tidak terletak pada posisi awal.
Contoh:
-          Buku Pelajaran Sosiologi Untuk Sekolah Lanjutan Atas  akan diterbitkan lagi.
-          Idrus mengarag buku Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma.
-          Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan diterbitkan oleh Balai Pusataka.
Kaidah tata bahasa Indonesia yang benar adalah huruf kapital dipakai sebagai huruf pertaa semua kata di dalam buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan; kecuali kata tugas seperti:  di, ke, dari, untuk, yang, dan, atau, dan dalam yang terletak yang pada posisi awal.

J.      Kesalahan penulisan singkatan nama gelar dan sapaan
Contoh:
-          Kami berharap hal tersebut dilaporkan kepada tn. Samuel
-          Proyek itu dipimpin oleh drs. Tony Hartanto.
-          Penyakitnya sudah dua kali diperiksa Dr. Siswono.
Kalimat diatas perlu diperbaiaki karena huruf kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan salah, kecuali gelar dokter.




K.    Kesalahan penulisan huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan, seperti: bapak, ibu, saudara, anda, kakak, adik,  dan  paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Contoh:
-          Kapan adik akan datang lagi ke sini?
-          Surat saudara sudah saya terima beberapa hari yang lalu
-          Kemarin paman pergi ke Singapura dengan bibi.
Berdasarkan kaidah tata bahasa yang benar bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti: bapak, ibu, saudara, anda, kakak, adik,  dan paman  yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan perlu diperbaiaki.

2.      Kesalahan Penulisan Kata Huruf Miring
A.    Kesalahan penulisan nama buku, majalag, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Contoh
-          Wanita yang muslimah banyak yang menyenangi tabloid Nuraini
-          Harian Suara Merdeka mejadi bacaan warga Jawa Tengan:
-          Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa menerbitkan majalah Bahasa dan Kesusastraan
Seharusnya penulisan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan ditulis dengan huruf miring.

B.     Kesalahan penulisan yang digunakan untuk menegasakan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Contoh:
-          Buatlah contoh kalimat dengan kata bahagian!
-          Kata ubah ditambah perefiks meng- akan menjadi mengubah bukan merubah
-          Huruf terakgir kata metropolitan adalah n.
Sesuai kaidah yang benar untuk menegasakan atau mengkhususkan huruf, bagia kata, atau kelompok kata dapat tertulis dengan huruf miring.
Perbaikan kalimat di atas yang harus di cetak miring adalah
-          Bahagia!
-          Ubah , meng-, mengubah, mmerubah
-          Metropolitan, n.

C.    Kesalahan penulisan kata nama-nama ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah (yang tidak disesuaikan ejaan)
Contoh:
-          Politik devede et impera pernah meraja lela di negeri ini.
-          Ungkapan Wijeng Sumping dalam bahasa Sunda berarti “ Selamat Datang”
-          Buah manggis nama ilmiahnya ialah Garcinia mangestana.
Ungkapan menulis kata nama-nama ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah (yang tidak disesuaikan ejaan) diatas seharusnya menggunakan huruf miring.

3.      Kesalahan Penulisan  kata
A.    Kesalahana Penulisan Kata Dasar Dan Kata Bentuk
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan yang berdiri sendari; sedangkan pada kata berafiks, afiks tersebut ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Kata ulanga ditullis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubunga. Kata majemuk atau gabungan kata yang mendapat prefix saja atau sufiks saja, maka prefix atau sufiks tersebut ditulisa serangkai dengan kata yang bersangkutan saja. Akan tetapi jika gabungan kata tersebut sekaligus mendapat prefix dan sufiks, maka bentuk kata bentuknya harus ditulis serangkai semuanya. Perhatikan pemakaiann bentuk baku dan bentuk tidak baku berikut ini.
Bentuk Kata
diminta
kasihan
kemenakan
rumah-rumah
gerak-gerik
dibesar-besarkan
berkejar-kejaran
tata bahasa
rumah sakit umum
manakala
saputangan
Bentuk Tidak Baku
di minta
kasih an
ke menakan
rumah2
gerak gerik
dibesar2kan
berkejar kejaran
tatabahasa
rumahsakit umum
mana kala
sapu tangan

B.     Kesalahan Penulisan –ku, -kau, -mu, dan –nya.
Bentuk –ku, -kau,  dan  -mu,  ada pertaliannya dengan pronominal –aku, -engkau, dan kamu ditulis sering ditulis salah yaitu terpisah dengan kata yang mengikutinya
Contoh :
Bentuk Baku
Sepatuku
Rumahku
Kauambil
Kauterima cintaku
Bentuk Tidak Baku
Sepatu ku
Rumah ku
Kau ambil
Kau terima cinta ku

C.    Kesalahan Preposisi di, ke, dan dari.
Proposisi di, ke, dan dari sering ditulis salah oleh pemakai bahasa. Perhatikan contoh berikut ini.
Bentuk Baku
Di teras rumah
Ke sana-sini
Lebih sabar daripada
Bantuk Tidak Baku
Diteras rumah
Ke ana-sini
Lebih sabar dari pada
D.    Kesalahan Penulisan Partikel pun
Pemakaian bahasa sering menulis partikel pun dengan kata yang mendahuluinya srangkai.  Kata pun  harus ditulis terpisan. Contoh;
Bentuk Baku
Sekali pun
Apa pun
Dia pun
Bentuk Tidak Baku
Sekalipun
Apapun
Diapun

E.     Kesalahan Penulisan per.
Kesalahan per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya. Akan tetapi kita masih sering menemukan kesalahan pemakaiannya. Contoh:
Bentuk Baku
Rp 16.000,00 per meter
dibayarkan per mei 2009
Bentuk Tidak Baku
Rp 16.000,00 per meter
dibayarkan per-mei 2009

4.      Kesalahan Penulisan Lambang Bilangan
Pemenggalan kata atau persekutuan diperlukan apabila kata kita harus memenggal sebuak kata dalam tulisanjika terjadi pergantian baris. Pada kata pergantian baris, tanda hubung harus dihubungkan dipinggir ujung baris. Perlu juga diketahui, suku kata atau imbuhan yang terdiri atas sebuah huruf tidak dipenggal agar tidak terdapat satu huruf pada ujung baris atau pada pangkal baris.
A.    Kesalahan Pemenggalan Dua Vokal yang Berurutan di Tengan Kata
Contoh:
Bentuk Baku
La-in
Sa-at
da-un
bu-ah
Am-boi
Sau-da-ra
Pan-tai
Bentuk Tidak Baku
La - in
Sa - at
da - un
b- uah
Am - boi
Sa – u – da - ra
Pant - ai
Kaidah penggalan yang benar adalah jika di  tengah kata ada dua vocal yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua vocal tersebutt. Fonem diftong /ai/, /au/, dan /oi/ tidak pernah siceritakan . apabila memenggal atau menyukukan sebuah kata.
B.     Kesalahan Pemenggalan Dua Vokal Mengapit Konsonan di Tengan Kata
Contoh:
Bentuk Baku
se-ret
pa-man
ba-ngun
se-nyum
Ma-sya-ra-kat
Bentuk Tidak Baku
ser-et
pam-an
ban-gun
sen-yum
Mas-ya-ra-kat
Kaidah pemenggalan yang benar adalah jika tengah kata ada konsonan di antaran uo vocal, pemenggalan dilakukan sebelum konsonan tersebut. Selain itu , karena  ng, ny, sy dan kh melambangkan satu konsona, gabungan huruf tidak pernah dicerakan, sehingga pemenggalan suku kata terdapat sebelum atau sesudah pasangan huruf itu
C.    Kesalahan Pemenggalan Dua Konsonan Berurutan di Tengah Kata
Contoh:
Bentuk Baku
Ap-ril
Mer-de-ka
Cap-lok
Swas-ta
Bentuk Baku
A-pril
Me-rde-ka
Ca-plok
Swa-sta
Kaidah pemenggalan yang benar adalah jika di tengah kata ada dua konsonan berurutan, pemenggalan terdapat di antara kedua konsosnan tersebut.
D.    Kesalahan Pemenggalan Tiga Konsonan atau Lebih di Tengah Kata
Contoh:
Bentuk Baku
Ab-strak
In-fra
Ben-trok
In-stan-si
Bentuk Baku
Abs-trak
Inf-ra
Bent-rok
Ins-tan-si
Kaidah pemenggalan yang benar adalah jika di tengan kata da tiga konsonan atau lebih maka pemenggalan tersebut dilakukan antara konsonan yang pertama termasuk /ng/, /ny/, /sy/ dan /kh/ dengan konsonan yang kedua.
E.     Kesalahan Pemenggalan Kata Berimbuhan
Contoh:
Bentuk Baku
Pem-ber-da-ya-an
Meng-a-ku-i
Bel-a-jar
Ge-me-ri-cik
Bentuk Baku
Pe-mber-da-ya-an
Me-nga-ku-i
Be-la-jar
G-em-eri-cik
Kaidah pemenggalan yang benar adalah imbuhan (perefiks, infiks, sufiks, dan konfiks) termasuk yang mengalami perubahan bentuk biasannya ditulis serangkai dipisahkan sebagai satu kesatuan.
F.     Kesalahan Pemenggalan Nama Diri
Contoh:
Bentuk Baku
Imam Nursaman
Nur Komari Saputra
Bentuk Baku
I-mam Nursaman
Nur Ko-ma-ri Sa-pu-tra
Kaidah pemenggalan yang benar adalah nama orang harus diusahakan tidak dipenggal atau suku-suku katanya dalam pergantian baris. Yang dibolehkan adalah memisahkan nama orang itu atas unsur nama pertama dan unsur nama kedua dan seterusnya.


5.      Kesalahan Penulisan Lambang Penulisan
A.    Kesalahan penulisan lambang bilangan dengan huruf
Contoh:
Bentuk Baku
enam ratus lima puluh
seratus dua puluh tiga
Bentuk Tidak Baku
enam ratus limapuluh
seratus duapuluh tiga

B.     Kesalahan penulisan kata bilangan tingkat
Contoh:
Bentuk Baku
abad XX
abad ke-20
abad kedua puluh
ulang tahun LXIV RI
Bentuk Tidak Baku
abad ke XX
abad ke 20
abad kedu puluh
ulang tahun  ke-LXIV RI

C.    Kesalahan penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an.
Contoh:
Bentuk Baku
pujangga tahun 50-an
lembarn 1000-an
keluaran tahun 80-an
Bentuk Tidak Baku
pujangga 50-an tahun
lembarn 1.000an
keluaran tahun 80 an

D.    lambang bilangan yang dapat menyatakan satu atau dua kata yang ditulis dengan angka dan kesalahan penulisan lambang bilangan  yang menyatakan beberapa perincian atau pemaparan ditulis dengan huruf.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
-    sekitar 60 calon mahasiswa tidak diterima di akademik itu
-    tetanggaku membeli 4 pohon durian
-    ternak paman terdiri dari dua puluh ekor kambing, sembilan ekor sapi, lima belas ekor kerbau, dan seratus delapan puluh ekor ayam.
Bentuk Baku
-    sekitar enam puluh  calon mahasiswa tidak diterima di akademik itu
-    tetanggaku membeli  empat pohon durian
ternak paman terdiri dari 20 ekor kambing, 9 ekor sapi, 15 ekor kerbau, dan 180 ekor ayam.

E.     kesalahan penulisan lambang bilangan pada awal kalimat dengan angka dan kesalahan penulisan lambang bilangan pada awal kalimat dengan huruf.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
-    13 tukang becak itu pawai di jalan raya
-    19 orang di kampung ini menderita gizi buruk
-    empat ratus tiga puluh tujuh pegawai diberi surat pension oleh kepala kantor itu
Bentuk Baku
-    Tiga belas tukang becak itu pawai di jalan raya
-    Sembilan belas orang di kampung ini menderita gizi buruk
-   Kepala kantor itu memberi surat pension kepada 437 pegawai.

F.     Kesalahan penulis angka yang menungjukan jumlah antara ratusan, ribuan, dan seterusnya.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
-    Jumlah peserta ujian seharusnya 3554 orang
-    Desa Sukanandi berpenduduk 1875 jiwa
Bentuk Baku
-    Jumlah peserta ujian seharusnya 3.554 orang
-   Desa Sukanandi berpenduduk 1.875 jiwa

G.    Kesalahan penulisan jumlah uang
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
-    Harga durian itu Rp. 25.000,00 per buah
-    Setiap mahasiswa harus membayar iuran setiap semester Rp 5000.
Bentuk Baku
-    Harga durian itu Rp 25.000,00 per buah
-    Setiap mahasiswa harus membayar iuran setiap semester Rp 5.000,00.

H.    Kesalahan penilisan NIP, NIM/NIS, dan nomor telepon.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
-    Nomor Induk Pegawai ayahku 130 678 987.
-    Nomor Induk Mahasiswa  anak itu 09.009.543.
-    Silahkan telpon ke nomor 081 543 6700 325
Bentuk Baku
-    Nomor Induk Pegawai ayahku 130678987.
-    Nomor Induk Mahasiswa  anak itu 09009543.
Silahkan telpon ke nomor 0815436700325

6.      Kesalahan Penulisan Ensur Serapan
berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas:
1.      Unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam konteks bahasa Indonesia (unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi pelafalanya masih mengikuti cara asing)
2.      Unsur asing yang pelafalanya dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
Contoh:
Kata Asing
Activity
Analysis
Apotheek
Charisma
complex
Penyerapan Baku
Activitas
Analisis
Apotek
Karisma
Kompleks
Penyerapan Tidak Baku
Actifitas
Analisa
Apotik
Harisma
Komplek


7.      Kesalahan Penulisan Tanda Baca
A.    Kesalahan Penulisan Tanda Titik (.)
a.       Penghilangan tanda titik pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:
Bentuk Baku
M.Ramlan
W.S. Rendra
E. Zaenal Arifin
Bentuk Tidak Baku
M Ramlan
W S  Rendra
E Zaenal Arifin

b.      Penghilangan tanda titik pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh:
Bentuk Baku
S.E.
Kol.
Bentuk Tidak Baku
S E
Kol

c.       Pemakaian tanda titik yang kurang atau berlebih pada singkatan kata atau ungkapan.
Contoh:
Bentuk Baku
a.n.
d.a
dkk.
tsb.
Bentuk Tidak Baku
an.
d.a.
dkk
t.s.b.

d.      Penghilangan tanda titik pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan, dan seterusnya.
Contoh:
Bentuk Baku
2.320  Halaman
3.497  meter
sebanyak 1.250 liter
Bentuk Tidak Baku
2320Halaman
3497meter
sebanyak 1250 liter

e.       Penembahan tanda titik pada singkata yang terdiri atas huruf awal kata atau suku kata dan pada akronim
Contoh:
Bentuk Baku
DPR
Kerjasama Agung RI
sekjen
SMA Negeri III
Bentuk Tidak Baku
D.P.R
Kerjasama Agung R.I.
Sekjen.
S.M.A. Negeri III



f.       Penembahan tanda titik di belakang alamat pengirim, tanggal surat, di belakang nama penerima, dan alamat penerima surat.
Contoh:
Bentuk Baku
-      Jalan Sudirman III. 45
-      Yogyakarta, 30 Maret 2009
-      Yth. Bpk. Candra Kumala
Jalan Beringin Raya 27
Makasar
Bentuk Tidak Baku
-      Jalan Sudirman III, 45
-      Yogyakarta, 30 Maret 2009.
-      Yth. Bpk. Candra Kumala
Jalan Beringin Raya 27
Makasar.

B.     Kesalahan Penulisan Tanda Koma (,)
a.       Penghilangan tanda koma di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilanga.
Contoh Bentuk Baku;
-          Anaku mengirimi aku beberapa baju, makanan kering, dan uang.
-          Satu, dua, … tiga
-          Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi.

b.      Penghilangan tanda koma di antara dua klausa dalam kalimat majemuk setara (yang didahului oleh konjungsi tetapi, melainkan, dan  sedangkan).
Contoh Bentuk Baku:
-          Ibu akan mengabulkan permitaanku, tetapi kau harus mengikuti nasihat orang tua.
-          Kau bukan seorang yang baik, melainkan seorang yang jahat.

c.       Pemisahan anak kalimat dari induk kalimat yang tidak menggunakan tanda koma (yang anak kalimat mendahului induk kalimat).
Contoh Bentuk Baku:
-          Walaupun hidupnya kekurangan, ia tidak pernah meminta kepada orang lain.
-          Jika berusaha keras, kamu akan berhasil dalam ujian nanti.

d.      Penghilangan tanda koma di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat di awal kalimat.
Contog Bentuk Baku:
-          Jadi, minggu depan kita berangkat ke Bali.
-          Selanjutnya, akan kita bicarakan pada rapat besok siang.

e.       Unruk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat dengan meniadakan tanda koma.
Contooh :
-          Murid-murid menyapa, “Selamat siang, Pak”
-          Kakek berpesan “Patuhlah kepada kedua orang tuamu!”
f.       Penghilangan tanda koma di belakang kata-kata seru seperti: o, yah, wah, aduh, kasihan yang terdapat pada awal kalimat.
Contog Bentuk Baku:
-          Kasihan, dia harus bertanggung jawab untuk sesuatu yang tidak pernah dilakukan.
-          Aduh, aku lupa memberitahukan halt u kepada orang saudaraku.

g.      Penghilangan tanda koma di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagain alamat, (3) tempat dan tanggal, (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Contoh Bentuk Baku:
-          Kuta, 10 April 2010
-          Surakarta, Jawa Tengah
-          Sdr. Nanada Putri, Jalan Sidodadi Timur 24, Semarang.

h.      Penghilangan tanda koma ketika menceritakan bagain nama yang dibalik susunanya dalam daftar pustaka.
Contoh Bentuk Baku;
-          Ramlan, M. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono..
-          Chaer, abdul. 1994. Lingustik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

i.        Penghilangan tanda koma di antara nama orang dan gelar kesarjanaan yang mengikutinya.
Contoh Bentuk Baku;
Dra. Intan Indiati, M.Si
Ny. Hartawati, M.A.
Subur, S.E.

j.        Tanda kkoma yang tidak digunakan untuk mengapai keterangan tambahan dan keterangan aposisi.
Contoh Bentuk Baku:
-          Pak Rifai, dosen Puisi, hari ini mengikuti seminar.
-          Di kampus kami, misalnya, sudah banyak mahasiswa yang bekerja.

k.      Pemakaian tanda koma untuk memisahkan anak kelimat dan induk kalimat yang anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat.
Contoh Bentuk Baku;
-          Dia lupa datang karena sangat sibuk.
-          Ia tetap bersemangat meskipun hajinya tidak banyak.

C.    Kesalahan Penulisan Tanda Titik Koma (;)
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara didalam suatu kaliamt majemuk sebagai pengganti konjungsi.
Misalnya Bentuk Baku:
-          Aku tidak meneruskan pertanyaanku; ayah juga tidak berbicara; kami sama-sama diam.
-          Risti memang cantik; Nikita, teman karibnya juga tidak kalah jelitanya; keduannya bagaikan bidadari yang turun dari langit; lelaki yang tidak bertampang lumayan dan berdompet tebal tidak benari mendekatinya.

D.    Kesalahan Penulisan Tanda Titik Dua (:)
a.       Penghilangan tanda titik dua pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian.
Contoh Bentuk Baku:
-          Fakultas sastra mempunyai empat Jurusan: Bahasan dan Sastra Inggris, Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Jawa, Bahasa dan Sastra Jepang.
-          Pemahaman konteks situasi dan bahaya dalam wacana dapat dilakukan dengan empat prinsip penafsiran,; personal, lokasional, temporal, dan analogi.
b.      Penggunaan tanda titik dua dalam rangkaian atau pemerian yang merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Contoh bentuk Baku:
-          Fakultas sastra mempunyai Bahasan dan Sastra Inggris, Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Jawa, Bahasa dan Sastra Jepang.
-          Pemahaman konteks situasi dan bahaya dalam wacana dapat dilakukan dengan empat penafsiran,; personal, lokasional, temporal, dan analogi.

E.     Kesalahan Penulisan Tanda Hubung (-)
a.       Penghilangan tanda hubung diantara se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital.
b.      Penghilangan tanda hubung diantara ke- da angka.
c.       Penghilangan tanda hubung dalam singkatan.
d.      Penghilangan tanda hubung dalam singkatan huruf kapital dengan afiks atau kata.
Bandingkan dua bentuk di bawah ini:
Bentuk Baku
se-Jawa Tengah
tahun 1990-an
ber-KTP DIY
Bentuk Tidak Baku
se Jawa Tengah
tahun 1990 an
ber KTP DIY






Sumber:
Setyawati, Nanik M.Hum. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pressindo
Markhamah, dkk. 2009. Analisis Kesalahan & Kesantunan Berbahasa. Surakarta : Muhammadiyah University Press
Tarigan, Henry Guntur dan Tarigan, Djago. 1995. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa Bandung: Angkasa
Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Gorontalo: Nusa Indah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar