Minggu, 27 Desember 2015

Dini Surya Triani (2222120035)



Nama              : Dini Surya Triani
NIM                : 2222120035
Kelas               : 7A Pendidikan Bahasa Indonesia
Mata Kuliah  : Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia
Tugas Membandingkan Empat Buku

BAB I
Pada umumnya, Bab 1 merupakan bagian pembuka sebuah buku yang bertugas untuk mengantarkan pembaca masuk ke dalam awal buku dan menjelaskan sekilas mengenai bagian bab-bab lain yang terdapat dalam buku tersebut. Dari empat buah buku yang dibandingkan, ada sebuah buku yang berbeda. Pada bab 1 yang terdapat dalam buku Analisis kesalahan dan Kesantunan Berbahasa karya Markhamah dkk, menjelaskan komunikasi yang dilakukan manusia. Di akhir, penulis menjelaskan jika buku tersebut terdiri dari tujuh Bab, dan diuraikan secara sekilas mengenai hal yang akan dibahas dalam bab per bab.
Sedangkan tiga buah buku lainnya langsung menjelaskan pada materi. Dalam buku Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan yang berjudul Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa menjelaskan pemerolehan bahasa, kedwibahasaan dan interferensi secara umum. Berikut ini rangkuman dari Bab 1 buku tersebut.
“Pada umumnya penduduk bumi adalah dwibahasawan. Kedwibahasaan adalah hasil dari pemerolehan bahasa. Kedwibahasaan menimbulkan interferensi. Interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa sendiri merupakan umpan balik bagi pengajaran berbahasa. Pemerolehan bahasa adalah produk dari pengajaran bahasa. Memahami kesalahan berbahasa berarti juga memahami pengajaran berbahasa, pemerolehan berbahasa, kedwibahasaan dan interferensi. Kelima hal tersebut berkaitan baik langsung atau tidak langsung (Tarigan dan Djago Tarigan. 1995).”
Buku berikutnya yang berjudul Analisis Kesalahan karya Mansoer Pateda juga langsung menjelaskan  materi yakni mengenai analisis kesalahan dan analisis kontrastif. Berikut ini ringkasan materinya.
Ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar seringkali si terdidik melakukan kesalahan. Apabila kesalahan yang dilakukan si terdidik masih berhubungan dengan bahasa ibunya, maka ranahnya pendekatan yang digunakan adalah analisis kontrastif. Namun, jika permasalahan yang ditemukan guru berhubungan dengan keterampilan tertentu, misalnya menyimak, berbicara, membaca atau menulis. Kesalahan itu, ada pula yang berhubungan dengan tatatran linguistik, misalnya yang berhubungan dengan fonologi, morfologi atau sintaksis. Maka, pendekatan yang digunakan adalah analisis kesalahan (Pateda, 1989).”
Lain halnya dengan buku keempat yang berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia karya Nanik Setyawati yang dalam Bab 1 menjelaskan “Ragam bahasa Indonesia” dan “Konsep Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar”. Di bawah ini adalah ringkasan Bab 1.
“Bahasa Indonesia digunakan sebagai alat komunikasi yang dipakai dalam berbagai keperluan yang berbeda-beda, sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal inilah yang dinamakan ragam bahasa. Ragam bahasa atau variasi pemakaian bahasa dapat diamati berdasarkan sarananya, suasananya, norma pemakaiannya, tempat atau daerahnya, bidang penggunaannya dan lain-lain. Selain itu, terdapat konsep “Berbahasa Indonesia yang baik dan benar”, yang maksudnya benar atau tidaknya bahasa yang digunakan seseorang ditentukan oleh orang yang berbahasa itu, bukan oleh bahasa itu (Setyawati, 2010).”
Dengan demikian, ada hal yang membedakan antara empat buku yang dibandingkan. Buku yang berjudul Analisis kesalahan dan Kesantunan Berbahasa karya Markhamah dkk pada Bab 1 hanya menjelaskan isi keseluruhan buku tersebut. Sedangkan tiga buku lainnya langsung menjelaskan materi yang berbeda-beda. 



BAB II
Bagian Bab 2 membahas mengenai kesalahan berbahasa. Seperti yang sudah dijelaskan dalam bab 1, bahwa kesalahan berbahasa terjadi bukan karena bahasa yang digunakan, tetapi karena si pengguna bahasa yang tidak menggunakan sesuai konteksnya. Seperti yang terdapat dalam buku Nanik Setyawati yang berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia, menjelaskan mengenai “Kesalahan Berbahasa”.
“Kesalahan berbahasa dianggap sebagai bagian dari proses belajar mengajar, baik belajar secara formal maupun secara tidak formal. Kesalahan berbahasa tidak hanya dibuat oleh siswa yang mempelajari B2, tetapi juga oleh siswa yang mempelajari B1. Kesalahan berbahasa dapat diklasifikasikan menjadi, berdasarkan tataran linguistik, berdasarkan kegiatan berbahasa atau keterampilan berbahasa, berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan, berdasarkan penyebab kesalahan dan berdasarkan frekuensi terjadinya (Setyawati, 2010).”
Sedangkan buku Mansoer Pateda yang berjudul Analisis Kesalahan dalam bab 2 membahas materi “Jenis Kesalahan Berbahasa”. Kesalahan berbahasa itu banyak jenisnya, namun tidak semuanya dapat dikategorikan pada kesalahan yang berhubungan dengan kompetensi. Jenis kesalahan yang akan diuraikan lebih dihubungkan dengan kenyataan yang ada di dalam bahasa Indonesia.
“Kesalahan berbahasa itu banyak jenisnya, diantaranya kesalahan acuan, kesalahan register, kesalahan sosial, kesalahan tekstual, kesalahan penerimaan, kesalahan pengungkapan, kesalahan perorangan, kesalahan kelompok, kesalahan menganalogi, kesalahan transfer, kesalahan guru, kesalahan lokal dan kesalahan global (Pateda, 1989).”
Selain itu, buku Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan yang berjudul Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa pada bab 2 membahas “Analisis Kontrastif”.  Analisis kontrastif perlu untuk dipelajari, karena bahasa Indonesia bagi sebagian besar siswa merupakan bahasa kedua (B2).
Analisis kontrastif atau Anakon adalah kegiatan memperbandingkan struktur B1 dan B2 untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa itu. Sebagai prosedur kerja, Anakon mempunyai langkah-langkah yang harus dituruti seperti membandingkan struktur B1 dan B2, memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran (Tarigan dan Djago Tarigan, 1995).”
Kemudian, buku terakhir yang berjudul Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa karya Markhamah dan atiqa Sabardila, di bab 2 membahas “Kalimat Efektif”. Ketika kita berkomunikasi dalam bahasa tertulis, harus pula memperhatikan keefektifan kalimat yang digunakan, agar tidak menimbulkan salah tafsir.
“Ketika seseorang sedang berkomunikasi baik secara lisan (ucapan) maupun tulisan, hendaknya merupakan kalimat yang efektif. Pemakaian bahasa yang efektif ini dituntut terutama pada pemakaian bahasa secara resmi. Pemakaian bahasa yang efektif terlihat dari kalimat-kalimat yang efektif. Kalimat efektif memiliki ciri gramatikal dan ciri diktis (pilihan kata). Selain itu, kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi penalaran. Kalimat ini juga tidak menimbulkan keraguan bagi pembaca atau pendengarnya yang dinamakan kalimat logis. Kalimat yang efektif juga harus memenuhi keserasian. Serasi artinya selaras, sesuai, atau cocok. Keserasian yang dimaksud adalah keselarasan atau kesesuaian situasi dengan ragam bahasa yang digunakan (Markhamah dan Atiqa Sabardila, 2009).”
Keterkaitan antara materi yang satu dengan yang lainnya terdapat dalam objeknya yakni sama-sama membahas kesalahan berbahasa. Namun, ada satu buku yang tidak membahas mengenai hal tersebut, melainkan membahas kalimat yang efektif. Sedangkan ketiga buku pembahasannya masih saling berkaitan, yakni kesalahan berbahasa, jenis kesalahan berbahasa dan analisis kontrastif.


BAB III
Dalam bab 3 yang terdapat dari empat buku analisis kesalahan terdapat tiga pembahasan yang berbeda yakni tataran berbahasa, teori analisi kesalahan, dan kepaduan dan ketepatan makna. Dua buku membahas tataran bahasa yaitu buku Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia karya Nanik Setyawati dan buku Analisis Kesalahan karya Mansoer Pateda. Namun, ada hal yang membedakan. Jika di dalam buku buku Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia karya Nanik Setyawati membahasa kesalahan berbahasa Indonesia dalam tataran fonologi, sedangkan buku Analisis Kesalahan karya Mansoer Pateda daerah dan sifat kesalahan, yang berarti membahas daerah tataran kesalahan linguistik secara menyeluruh, dari fonologi hingga semantik.
Buku Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa membahas teori analisis kesalahan. Kesalahan yang sering dibuat oleh siswa harus dikurangi dan kalau bisa dihapuskan sama sekali. Hal tersebut dapat tercapai jika seluk beluk kesalahan dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan disebut analisis kesalahan. Analisis kesalahan mendasarkan prosedur kerja kepada data yang aktual dan masalah yang nyata. Anakes dianggap lebih efisien dan ekonomis dalam penyusunan rencana strategi pengajaran. Anakes dapat berfungsi sebagai dasar pengkajian prediksi Anakon dan sekaligus sebagai pelengkap hasil Anakon (Tarigan dan Tarigan, 1995).
Lalu, buku yang terakhir yakni Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa Markhamah dan Atiqa Sabardila, pada bab 3 membahas kepaduan dan ketepatan makna. Salah satu ciri kalimat efektif adalah adanya kepaduan unsur-unsur yang ada pada suatu kalimat. Yang dimaksud kepaduan adalah adanya hubungan makna antara unsur kalimat dengan unsur kalimat lain. Kepaduan ini dapat disejajarkan dengan koherensi dalam paragraf. Bedanya, jika koherensi dalam paragraf kesatuan atau kepaduan yang dimaksud adalah kepaduan antara kalimat satu dengan kalimat lain. Sementara itu, yang dimaksud kepaduan kalimat adalah kesatuan antara unsur kalimat yang satu dengan unsur kalimat yang lain. Kalimat efektif adalah kalimat yang tepat maknanya. Ketepatan makna, di samping ditentukan oleh ketepatan letak unsur-unsur kalimat yang akan memantapkan makna, bisa juga ditentukan oleh ketiadaan kata yang mubazir (kalimat hemat) (Markhamah dan Atiqa Sabardila: 2009).
Dengan demikian, dari empat buku yang dibandingkan. Pada bab 3 terdapat dua buku yang pembahasannya satu tema yakni sama-sama membahas tataran berbahasa. Sedangkan dua buku lainnya membahas teori analisi kesalahan, dan kepaduan dan ketepatan makna.


BAB IV
Penjelasan pada bab 4 sudah mengerucut dan tidak ada kesamaan antara buku kesatu hingga buku keempat. Materi yang dibahas yakni “Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi”, “Sumber dan Penyebab Kesalahan”, “Antarbahasa atau Interlanguage”, dan “Kalimat Bervariasi”.
Buku yang pada bab 4 membahas mengenai “Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi” yakni karya Nanik Setyawati berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Pada ragam lisan maupun ragam tulis dapat terjadi kesalahan berbahasa dalam pembentukan kata atau tataran morfologi. Kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi, yakni: (a) penghilangan afiks, (b) bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak diluluhkan, (c) peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh, (d) penggantian morf, (e) penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, (f) pemakaian afiks yang tidak tepat, (g) penentuan bentuk dasar yang tidak tepat, (h) penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan (i) pengulangan kata majemuk yang tidak tepat.
Sedangkan “Sumber dan Penyebab Kesalahan” terdapat dalam buku yang berjudul Analisis Kesalahan karya Mansoer Pateda. Banyak sumber dan penyebab kesalahan berbahasa, tetapi yang terpenting berasal dari bahasa ibu, lingkungan, kebiasaaan, interlingual, interferensi dan kesadaran penutur bahasa.
Selain itu, pada buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa karya Markhamah dan atiqa Sabardila bagian bab 4 menjelaskan “Kalimat Bervariasi”. Keefektifan kalimat, selain dilihat dari ciri gramatikal, keselarasan, kepaduan, dan kehematan juga dilihat dari kevariasian. Kevariasian dapat menghindarkan pendengar dan atau pembaca dari kebosanan. Artinya, seseorang dalam berkomunikasi dituntut memilih kata, klausa, kalimat bahkan paragraf yang bervariasi. Jenis kalimat bervariasi yakni: kalimat bervariasi urutan, kalimat bervariasi aktif-pasif, kalimat bervariasi berita-perintah-tanya, dan kalimat bervariasi panjang-pendek.
Kemudian, buku Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa karya Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, di bagian bab 4 membahas mengenai “Antarbahasa atau Interlanguage”. Dalam buku tersebut secara metodologis, Antarbahasa dapat dikatakan menyatukan asumsi-asumsi Anakon dan Anakes. Jika Anakon mempertentangkan atau mengkontraskan bahasa ibu pembelajar dengan bahasa sasaran, dan Anakes konversional melibatkan pertentangan antara performasi pembelajar dengan bahasa sasaran, maka Antarbahasa memperhatikan serta memanfaatkan ketiga sistem tersebut, secara eksplisit menggabungkan analisis kontrastif Antarbahasa pembelajar dengan bahasa aslinya maupun bahasa sasaran.
Oleh karena itu, dapat dilihat perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam bab empat dari setiap buku. Materi-materi yang dibahas pada bab empat memang berbeda, namun masih ada keterkaitan antara satu buku dengan buku yang lain.


BAB V
Telah disinggung pada penjelasan bab-bab sebelumnya bahwa analisis kesalahan berbahasa terdapat tatarannya, mulai dari fonologi hingga wacana, lalu membaca sampai menyimak. Sebelum masuk mengenai penjelasan tatarannya. Buku Tarigan dan Tarigan yang berjudul Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa menerangkan secara detail analisis kesalahan berbahasa.
Menurut Dulay (Tarigan dan Tarigan, 1995:142) kesalahan adalah bagian konversi atau komposisi yang menyimpang dari beberapa norma baku (atau norma terpilih) dari performansi bahasa orang dewasa. Istilah kesalahan yang dimaksud di sini adalah padanan dari kata errors (dalam bahasa Inggris). Dalam bahasa Inggris sendiri kata errors mempunyai sinonim, antara lain: mistakes dan goofs. Demikian pula halnya dalam bahasa Indonesia, selain kata kesalahan kita pun mengenal kata kekeliruan dan kata kegalatan.
Selain menjelaskan mengenai pengertian, pada Bab V dalam buku tersebut pun dijelaskan taksonomi-taksonomi linguistik, mulai dari taksonomi siasat permukaan, taksonomi komparatif dan taksonomi efek komunikasi. Selanjutnya dijelaskan pula prosedur analisis kesalahan berbahasa, koreksi kesalahan berbahasa dan model AKB Indonesia.
Setelah menjelaskan mengenai analisis kesalahan berbahasa, penjelasan berikutnya mengenai kesalahan berbahasa tataran sintaksis. Berdasarkan buku Nanik Setyawati yang berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia.
Menurut Tim penyusun Kamus (Setyawati, 2010) sintaksis adalah cabang linguistik tentang susunan kalimat dan bagian-bagiannya; ilmu tata kalimat. Kesalahan dalam tataran sintaksis antara lain berupa; kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat. Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa sering dijumpai dalam bahasa lisan maupun berbahasa tertulis. Artinya, kesalahan berbahasa dalam bidang frasa sering terjadi dalam kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis. Sedangkan kesalahan dalam bidang kalimat hanya terdapat dalam bahasa tulis.
Beda halnya dengan buku yang berjudul Analisis Kesalahan karya Mansoer Pateda, pada bab V membahas kesalahan berbahasa dalam menyimak dan  berbicara. Pateda menjelaskan terdidik dalam pembelajaran bahasa Indonesia pun tentu mengalami kesalahan dalam menyimak dan berbicara. Oleh karena itu guru perlu melakukan analisis pada hal tersebut, agar kesalahannya dapat diperbaiki.
Menyimak  adalah proses mendengar dengan  pemahaman dan penelitian, sedangkan mendengar adalah proses memperoleh rangsangan  bunyi-bunyi  bahasa yang prosesnya belum tentu  diikuti pemahaman dan pengertian. Dalam proses menyimak ada pula kesalahan yang dilakukan si terdidik, yaitu, susah membedakan fonem, tekanan kata, intonasi, bentuk-bentuk lafal menurun, pelafalan cepat silabi tidak bertekanan, pengungkapan komunikasi yang fungsinya berbeda karena intonasi, menyimpulkan, keluar dari fokus pembahasan, belum lancar menggunakan kata atau kalimat dengan kecepatan biasa, penggunaan aksen dan kata-kata yang homonim. Sedangkan berbicara berarti menggunakan bahasa lisan secara aktif. Dalam proses berbicara pun ada kesalahan yang dilakukan si terdidik, yaitu. Kesalahan melafalkan bunyi-bunyi bahasa, kesalahan memilih kata-kata atau istilah yang tepat, penggunaan kalimat yang samar-samar, tidak jelas atau menimbulkan penafsiran yang berbeda, pengungkapan pikiran yang tidak jelas, kacau, kesalahan struktur kalimat yang digunakan dan menggunakan kata-kata mubazir (Pateda, 1989).
Seringkali peserta didik membuat kalimat yang panjang, tanpa disadari unsur fungsinya tidak lengkap. Ketidaklengkapan itu di antaranya tidak ada subjek atau predikatnya. Kalimat seperti itu bukan kalimat yang benar dan baik, tetapi kalimat yang salah. Nah, dalam buku Markhamah dan atiqa Sabardila yang berjudul Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa pada bab V menjelaskan mengenai kesalahan struktur. Kesalahan struktur dapat terjadi yakni kerancuan karena aktif-pasif, kerancuan karena subjek dan keterangan, kerancuan karena pengantar kalimat, kerancuan karena penghubung terbagi yang kurang tepat dan k kerancuan karena ketiadaan induk kalimat.
Berdasarkan penjelasan dari empat buah buku, pada bab V seluruhnya membahas mengenai analisis kesalahan berbahasa, namun ada yang secara detail langsung membahas analisis kesalahan berbahasa. Ada pula yang langsung membahas ke dalam tatarannya.

BAB VI
Analisis kesalahan berbahasa merupakan proses yang didasarkan pada analisis kesalahan orang yang sedang belajar dengan objeknya yakni bahasa. Tidak menampik jika orang yang sedang belajar, mengalami kesalahan. Salah satunya dalam tataran semantik. Misalkan seorang peserta didik ingin menuliskan qurban tetapi menjadi qorban. Sebagaimana dalam buku Nanik Setyawati yang berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia pada bab VI menjelaskan analisis kesalahan berbahasa dalam tataran semantik.
Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik dapat berkaitan dengan bahasa tulis maupun bahasa lisan. Kesalahan berbahasa ini dapat terjadi pada tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Kesalahan berbahasa dalam tataran semantic ini penekanannya pada penyimpangan makna, baik yang berkaitan dengan fonologi, morfologi maupun sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat yang maknanya menyimpang dari makna seharusnya, maka tergolong ke dalam kesalahan berbahasa ini (Setyawati, 2010).
Sedangkan Pateda membahas mengenai kesalahan berbahasa dalam tataran membaca dan menulis. Seringkali peserta didik melakukan kesalahan dalam hal tersebut, mungkin karena kekurangtahuan mereka atau pun karena faktor lain.
Membaca merupakan pengenalan dan persepsi struktur bahasa sebagai keseluruhan untuk memadukan makna tersurat dan yang tersirat dengan mengkomunikasikan struktur-struktur bahasa itu. Dalam keterampilan membaca pun terkadang ada kesalahan membaca yang dilakukan oleh sisiwa. Salah satunya membaca diam. Membaca diam adalah membaca yang tidak mengeluarkan bunyi. Kesalahan utama jenis membaca tersebut, ialah menangkap pikiran penulis. Apa yang dipaparkan oleh penulis tidak dipahami. Hal itu berhubungan dengan penguasaan kosa kata dan maknanya, menghubung-hubungkan kata dengan maknanya, kalimat dengan kalimat, paragraf dan paragraf, bahkan wacana sebagai keseluruhan. Sedangkan menulis adalah pengalihan bahasa lisan ke dalam bentuk tertulis. Orang menulis didorong oleh beberapa faktor, yakni. Keharusan, promosi, kemanusiaan, mengharapkan sesuatu, pengembangan ilmu, kesusasteraan, mengadu-domba dan, pemberitahuan (Pateda, 1989).
Berbeda orang, beda pula pemikirannya. Pada buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa karya Markhamah dan atiqa Sabardila dalam bab VI membahas mengenai kesantunan sosiolinguistik dalam teks keagamaan. Markhamah dan atiqa Sabardila (2009: 122) dengan adanya norma yang harus diterapkan dalam berkomunikasi itu sebenarnya menunjukkan bahwa bahasa itu tidak netral, bahwa bahasa berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa. Bahasa sebenarnya bersifat netral. Bahasa menjadi baik atau tidak baik dalam penggunaannya oleh pihak tertentu.

BAB VII
Markhamah dan Atiqa Sabardila pada bab ini, menerapkan kesantunan linguistik dalam terjemahan Al qur’an. Kesantunan berbahasa sebenarnya merupakan cara yang ditempuh oleh penutur di dalam berkomunikasi agar petutur tidak merasa tertekan, tersudut, atau tersinggung. Menurut Brown dan Levinson (Markhamah, dkk. 2009: 153), kesantunan berbahasa ini dimaknai sebagai usaha penutur untuk menjaga harga diri, atau wajah, pembicara maupun pendengar. Prinsip kesantunan dalam berkomunikasi merupakan sesuatu yang universal, meskipun setiap budaya dan kelompok masyarakat memiliki ukuran kesantunan dan ungkapan kesantunan yang beragam. Berikut ini temuan kesantunan linguistik yang terdapat dalam Al qur’an.
Kesantunan linguistik yang terdapat pada teks terjemahan Al Quran berupa: konstruksi deklaratif, konstruksi imperatif, dan konstruksi interogatif, konstruksi pengandaian, dan konstruksi langsung. Terdapat tiga konstruksi dominan dalam teks terjemahan Al Quran, yaitu konstruksi deklaratif, imperatif dan interogatif (Markhamah, dkk., 2009: 156)
Sementara itu, dalam bab VII Setyawati membahas kesalahan berbahasa dalam tataran wacana. Wacana merupakan satuan linguistik yang tertinggi. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan). Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar berarti wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya (Setyawati, 2010).
Sedangkan Pateda membahas penerapan analisis kesalahan, mulai dari teknik analisis, implikasi pedagogis analisis kesalahan, dukungan terhadap analisis kesalahan, prosedur analisis kesalahan hingga kesulitan menerapkan analisis kesalahan. Menurut Pateda (1989: 122) beberapa kesulitan yang dijumpai dalam menerapkan analisis kesalahan. Kesulitan itu, antara lain kesulitan yang berpangkal pada penganalisis, kesulitan menentukan daerah, sifat, sumber dan jenis kesalahan, kesulitan yang datangnya dari pihak si terdidik seperti kecepatan berbicara dan ketidakjelasan tulisan.


BAB VIII
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Setyawati, 2010: 155) ejaan didefinisikan sebagai kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Dengan begitu ejaan bukanlah hanya berkaitan dengan cara mengeja suatu kata, tetapi yang lebih utama berkaitan dengan cara mengatur penulisan huruf menjadi satuan yang lebih besar, misalnya kata, kelompok kata, atau kalimat.
Kesalahan dalam penerapan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD), di antaranya meliputi: (a) kesalahan penulisan huruf besar atau huruf capital, (b) kesalahan penulisan huruf miring, (c) kesalahan penulisan kata, (d) kesalahan memenggal kata, (e) kesalahan penulisan lambang bilangan, (f) kesalahan penulisan unsur serapan, dan (g) kesalahan penulisan tanda baca.

Sumber buku yang dibandingkan, yakni:
Markhamah dan Atiqa Sabardila. 2009. Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Flores: Penerbit Nusa Indah.
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1995. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar