Nama : Dini Surya Triani
NIM :
2222120035
Kelas : 7A Pendidikan Bahasa Indonesia
Mata Kuliah : Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia
Tugas Membandingkan Empat Buku
BAB I
Pada
umumnya, Bab 1 merupakan bagian pembuka sebuah buku yang bertugas untuk mengantarkan
pembaca masuk ke dalam awal buku dan menjelaskan sekilas mengenai bagian
bab-bab lain yang terdapat dalam buku tersebut. Dari empat buah buku yang
dibandingkan, ada sebuah buku yang berbeda. Pada bab 1 yang terdapat dalam buku
Analisis kesalahan dan Kesantunan Berbahasa
karya Markhamah dkk, menjelaskan komunikasi yang dilakukan manusia. Di
akhir, penulis menjelaskan jika buku tersebut terdiri dari tujuh Bab, dan
diuraikan secara sekilas mengenai hal yang akan dibahas dalam bab per bab.
Sedangkan
tiga buah buku lainnya langsung menjelaskan pada materi. Dalam buku Henry
Guntur Tarigan dan Djago Tarigan yang berjudul Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa menjelaskan pemerolehan
bahasa, kedwibahasaan dan interferensi secara umum. Berikut ini rangkuman dari
Bab 1 buku tersebut.
“Pada umumnya
penduduk bumi adalah dwibahasawan. Kedwibahasaan adalah hasil dari pemerolehan
bahasa. Kedwibahasaan menimbulkan interferensi. Interferensi merupakan salah
satu faktor penyebab kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa sendiri merupakan
umpan balik bagi pengajaran berbahasa. Pemerolehan bahasa adalah produk dari
pengajaran bahasa. Memahami kesalahan berbahasa berarti juga memahami
pengajaran berbahasa, pemerolehan berbahasa, kedwibahasaan dan interferensi.
Kelima hal tersebut berkaitan baik langsung atau tidak langsung (Tarigan dan
Djago Tarigan. 1995).”
Buku
berikutnya yang berjudul Analisis
Kesalahan karya Mansoer Pateda juga langsung menjelaskan materi yakni mengenai analisis kesalahan dan
analisis kontrastif. Berikut ini ringkasan materinya.
Ketika
melaksanakan kegiatan belajar mengajar seringkali si terdidik melakukan
kesalahan. Apabila kesalahan yang dilakukan si terdidik masih berhubungan
dengan bahasa ibunya, maka ranahnya pendekatan yang digunakan adalah analisis
kontrastif. Namun, jika permasalahan yang ditemukan guru berhubungan dengan
keterampilan tertentu, misalnya menyimak, berbicara, membaca atau menulis.
Kesalahan itu, ada pula yang berhubungan dengan tatatran linguistik, misalnya
yang berhubungan dengan fonologi, morfologi atau sintaksis. Maka, pendekatan
yang digunakan adalah analisis kesalahan (Pateda, 1989).”
Lain
halnya dengan buku keempat yang berjudul Analisis
Kesalahan Berbahasa Indonesia karya Nanik Setyawati yang dalam Bab 1
menjelaskan “Ragam bahasa Indonesia” dan “Konsep Berbahasa Indonesia yang Baik dan
Benar”. Di bawah ini adalah ringkasan Bab 1.
“Bahasa
Indonesia digunakan sebagai alat komunikasi yang dipakai dalam berbagai
keperluan yang berbeda-beda, sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal inilah yang
dinamakan ragam bahasa. Ragam bahasa atau variasi pemakaian bahasa dapat
diamati berdasarkan sarananya, suasananya, norma pemakaiannya, tempat atau
daerahnya, bidang penggunaannya dan lain-lain. Selain itu, terdapat konsep
“Berbahasa Indonesia yang baik dan benar”, yang maksudnya benar atau tidaknya
bahasa yang digunakan seseorang ditentukan oleh orang yang berbahasa itu, bukan
oleh bahasa itu (Setyawati, 2010).”
Dengan
demikian, ada hal yang membedakan antara empat buku yang dibandingkan. Buku yang
berjudul Analisis kesalahan dan
Kesantunan Berbahasa karya Markhamah dkk pada Bab 1 hanya menjelaskan isi
keseluruhan buku tersebut. Sedangkan tiga buku lainnya langsung menjelaskan
materi yang berbeda-beda.
BAB II
Bagian
Bab 2 membahas mengenai kesalahan berbahasa. Seperti yang sudah dijelaskan
dalam bab 1, bahwa kesalahan berbahasa terjadi bukan karena bahasa yang
digunakan, tetapi karena si pengguna bahasa yang tidak menggunakan sesuai
konteksnya. Seperti yang terdapat dalam buku Nanik Setyawati yang berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia,
menjelaskan mengenai “Kesalahan Berbahasa”.
“Kesalahan
berbahasa dianggap sebagai bagian dari proses belajar mengajar, baik belajar
secara formal maupun secara tidak formal. Kesalahan berbahasa tidak hanya
dibuat oleh siswa yang mempelajari B2, tetapi juga oleh siswa yang mempelajari
B1. Kesalahan berbahasa dapat diklasifikasikan menjadi, berdasarkan tataran
linguistik, berdasarkan kegiatan berbahasa atau keterampilan berbahasa,
berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan, berdasarkan penyebab
kesalahan dan berdasarkan frekuensi terjadinya (Setyawati, 2010).”
Sedangkan
buku Mansoer Pateda yang berjudul Analisis
Kesalahan dalam bab 2 membahas materi “Jenis Kesalahan Berbahasa”.
Kesalahan berbahasa itu banyak jenisnya, namun tidak semuanya dapat
dikategorikan pada kesalahan yang berhubungan dengan kompetensi. Jenis
kesalahan yang akan diuraikan lebih dihubungkan dengan kenyataan yang ada di
dalam bahasa Indonesia.
“Kesalahan
berbahasa itu banyak jenisnya, diantaranya kesalahan acuan, kesalahan register,
kesalahan sosial, kesalahan tekstual, kesalahan penerimaan, kesalahan
pengungkapan, kesalahan perorangan, kesalahan kelompok, kesalahan menganalogi,
kesalahan transfer, kesalahan guru, kesalahan lokal dan kesalahan global
(Pateda, 1989).”
Selain
itu, buku Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan yang berjudul Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa
pada bab 2 membahas “Analisis Kontrastif”.
Analisis kontrastif perlu untuk dipelajari, karena bahasa Indonesia bagi
sebagian besar siswa merupakan bahasa kedua (B2).
Analisis
kontrastif atau Anakon adalah kegiatan memperbandingkan struktur B1 dan B2
untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa itu. Sebagai prosedur kerja,
Anakon mempunyai langkah-langkah yang harus dituruti seperti membandingkan
struktur B1 dan B2, memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar,
menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan
pengajaran (Tarigan dan Djago Tarigan, 1995).”
Kemudian,
buku terakhir yang berjudul Analisis
Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa karya Markhamah dan atiqa Sabardila, di
bab 2 membahas “Kalimat Efektif”. Ketika kita berkomunikasi dalam bahasa
tertulis, harus pula memperhatikan keefektifan kalimat yang digunakan, agar
tidak menimbulkan salah tafsir.
“Ketika
seseorang sedang berkomunikasi baik secara lisan (ucapan) maupun tulisan,
hendaknya merupakan kalimat yang efektif. Pemakaian bahasa yang efektif ini
dituntut terutama pada pemakaian bahasa secara resmi. Pemakaian bahasa yang
efektif terlihat dari kalimat-kalimat yang efektif. Kalimat efektif memiliki
ciri gramatikal dan ciri diktis (pilihan kata). Selain itu, kalimat efektif
adalah kalimat yang memenuhi penalaran. Kalimat ini juga tidak menimbulkan
keraguan bagi pembaca atau pendengarnya yang dinamakan kalimat logis. Kalimat
yang efektif juga harus memenuhi keserasian. Serasi artinya selaras, sesuai,
atau cocok. Keserasian yang dimaksud adalah keselarasan atau kesesuaian situasi
dengan ragam bahasa yang digunakan (Markhamah dan Atiqa Sabardila, 2009).”
Keterkaitan
antara materi yang satu dengan yang lainnya terdapat dalam objeknya yakni
sama-sama membahas kesalahan berbahasa. Namun, ada satu buku yang tidak
membahas mengenai hal tersebut, melainkan membahas kalimat yang efektif.
Sedangkan ketiga buku pembahasannya masih saling berkaitan, yakni kesalahan
berbahasa, jenis kesalahan berbahasa dan analisis kontrastif.
BAB
III
Dalam
bab 3 yang terdapat dari empat buku analisis kesalahan terdapat tiga pembahasan
yang berbeda yakni tataran berbahasa, teori analisi kesalahan, dan kepaduan dan
ketepatan makna. Dua buku membahas tataran bahasa yaitu buku Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia
karya Nanik Setyawati dan buku Analisis
Kesalahan karya Mansoer Pateda. Namun, ada hal yang membedakan. Jika di
dalam buku buku Analisis Kesalahan
Berbahasa Indonesia karya Nanik Setyawati membahasa kesalahan berbahasa
Indonesia dalam tataran fonologi, sedangkan buku Analisis Kesalahan karya Mansoer Pateda daerah dan sifat kesalahan,
yang berarti membahas daerah tataran kesalahan linguistik secara menyeluruh,
dari fonologi hingga semantik.
Buku
Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan Pengajaran
Analisis Kesalahan Berbahasa membahas teori analisis kesalahan. Kesalahan
yang sering dibuat oleh siswa harus dikurangi dan kalau bisa dihapuskan sama
sekali. Hal tersebut dapat tercapai jika seluk beluk kesalahan dikaji secara
mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan disebut analisis kesalahan.
Analisis kesalahan mendasarkan prosedur kerja kepada data yang aktual dan
masalah yang nyata. Anakes dianggap lebih efisien dan ekonomis dalam penyusunan
rencana strategi pengajaran. Anakes dapat berfungsi sebagai dasar pengkajian
prediksi Anakon dan sekaligus sebagai pelengkap hasil Anakon (Tarigan dan
Tarigan, 1995).
Lalu,
buku yang terakhir yakni Analisis
Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa Markhamah dan Atiqa Sabardila, pada bab
3 membahas kepaduan dan ketepatan makna. Salah satu ciri kalimat efektif adalah
adanya kepaduan unsur-unsur yang ada pada suatu kalimat. Yang dimaksud kepaduan
adalah adanya hubungan makna antara unsur kalimat dengan unsur kalimat lain.
Kepaduan ini dapat disejajarkan dengan koherensi dalam paragraf. Bedanya, jika
koherensi dalam paragraf kesatuan atau kepaduan yang dimaksud adalah kepaduan
antara kalimat satu dengan kalimat lain. Sementara itu, yang dimaksud kepaduan
kalimat adalah kesatuan antara unsur kalimat yang satu dengan unsur kalimat
yang lain. Kalimat efektif adalah kalimat yang tepat maknanya. Ketepatan makna,
di samping ditentukan oleh ketepatan letak unsur-unsur kalimat yang akan
memantapkan makna, bisa juga ditentukan oleh ketiadaan kata yang mubazir
(kalimat hemat) (Markhamah dan Atiqa Sabardila: 2009).
Dengan
demikian, dari empat buku yang dibandingkan. Pada bab 3 terdapat dua buku yang
pembahasannya satu tema yakni sama-sama membahas tataran berbahasa. Sedangkan
dua buku lainnya membahas teori analisi kesalahan, dan kepaduan dan ketepatan
makna.
BAB IV
Penjelasan
pada bab 4 sudah mengerucut dan tidak ada kesamaan antara buku kesatu hingga
buku keempat. Materi yang dibahas yakni “Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi”,
“Sumber dan Penyebab Kesalahan”, “Antarbahasa atau Interlanguage”, dan “Kalimat
Bervariasi”.
Buku
yang pada bab 4 membahas mengenai “Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi” yakni
karya Nanik Setyawati berjudul Analisis
Kesalahan Berbahasa Indonesia. Pada ragam lisan maupun ragam tulis dapat
terjadi kesalahan berbahasa dalam pembentukan kata atau tataran morfologi.
Kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi, yakni: (a) penghilangan afiks, (b)
bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak diluluhkan, (c) peluluhan bunyi yang
seharusnya tidak luluh, (d) penggantian morf, (e) penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, (f) pemakaian afiks yang tidak
tepat, (g) penentuan bentuk dasar yang tidak tepat, (h) penempatan afiks yang
tidak tepat pada gabungan kata, dan (i) pengulangan kata majemuk yang tidak
tepat.
Sedangkan
“Sumber dan Penyebab Kesalahan” terdapat dalam buku yang berjudul Analisis Kesalahan karya Mansoer Pateda.
Banyak sumber dan penyebab kesalahan berbahasa, tetapi yang terpenting berasal
dari bahasa ibu, lingkungan, kebiasaaan, interlingual, interferensi dan
kesadaran penutur bahasa.
Selain
itu, pada buku Analisis Kesalahan dan
Kesantunan Berbahasa karya Markhamah dan atiqa Sabardila bagian bab 4
menjelaskan “Kalimat Bervariasi”. Keefektifan kalimat, selain dilihat dari ciri
gramatikal, keselarasan, kepaduan, dan kehematan juga dilihat dari kevariasian.
Kevariasian dapat menghindarkan pendengar dan atau pembaca dari kebosanan.
Artinya, seseorang dalam berkomunikasi dituntut memilih kata, klausa, kalimat
bahkan paragraf yang bervariasi. Jenis kalimat bervariasi yakni: kalimat
bervariasi urutan, kalimat bervariasi aktif-pasif, kalimat bervariasi berita-perintah-tanya,
dan kalimat bervariasi panjang-pendek.
Kemudian,
buku Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa karya Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, di bagian bab 4
membahas mengenai “Antarbahasa atau Interlanguage”. Dalam buku tersebut secara
metodologis, Antarbahasa dapat dikatakan menyatukan asumsi-asumsi Anakon dan
Anakes. Jika Anakon mempertentangkan atau mengkontraskan bahasa ibu pembelajar
dengan bahasa sasaran, dan Anakes konversional melibatkan pertentangan antara
performasi pembelajar dengan bahasa sasaran, maka Antarbahasa memperhatikan
serta memanfaatkan ketiga sistem tersebut, secara eksplisit menggabungkan
analisis kontrastif Antarbahasa pembelajar dengan bahasa aslinya maupun bahasa
sasaran.
Oleh
karena itu, dapat dilihat perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam bab empat
dari setiap buku. Materi-materi yang dibahas pada bab empat memang berbeda,
namun masih ada keterkaitan antara satu buku dengan buku yang lain.
BAB
V
Telah
disinggung pada penjelasan bab-bab sebelumnya bahwa analisis kesalahan
berbahasa terdapat tatarannya, mulai dari fonologi hingga wacana, lalu membaca
sampai menyimak. Sebelum masuk mengenai penjelasan tatarannya. Buku Tarigan dan
Tarigan yang berjudul Pengajaran Analisis
Kesalahan Berbahasa menerangkan secara detail analisis kesalahan berbahasa.
Menurut Dulay
(Tarigan dan Tarigan, 1995:142) kesalahan adalah bagian konversi atau komposisi
yang menyimpang dari beberapa norma baku (atau norma terpilih) dari performansi
bahasa orang dewasa. Istilah kesalahan
yang dimaksud di sini adalah padanan dari kata errors (dalam bahasa Inggris). Dalam bahasa Inggris sendiri kata errors mempunyai sinonim, antara lain: mistakes dan goofs. Demikian pula halnya dalam bahasa Indonesia, selain kata kesalahan kita pun mengenal kata kekeliruan dan kata kegalatan.
Selain
menjelaskan mengenai pengertian, pada Bab V dalam buku tersebut pun dijelaskan
taksonomi-taksonomi linguistik, mulai dari taksonomi siasat permukaan,
taksonomi komparatif dan taksonomi efek komunikasi. Selanjutnya dijelaskan pula
prosedur analisis kesalahan berbahasa, koreksi kesalahan berbahasa dan model
AKB Indonesia.
Setelah
menjelaskan mengenai analisis kesalahan berbahasa, penjelasan berikutnya
mengenai kesalahan berbahasa tataran sintaksis. Berdasarkan buku Nanik Setyawati
yang berjudul Analisis Kesalahan
Berbahasa Indonesia.
Menurut Tim
penyusun Kamus (Setyawati, 2010) sintaksis adalah cabang linguistik tentang
susunan kalimat dan bagian-bagiannya; ilmu tata kalimat. Kesalahan dalam
tataran sintaksis antara lain berupa; kesalahan dalam bidang frasa dan
kesalahan dalam bidang kalimat. Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa sering
dijumpai dalam bahasa lisan maupun berbahasa tertulis. Artinya, kesalahan
berbahasa dalam bidang frasa sering terjadi dalam kegiatan berbicara maupun
kegiatan menulis. Sedangkan kesalahan dalam bidang kalimat hanya terdapat dalam
bahasa tulis.
Beda
halnya dengan buku yang berjudul Analisis
Kesalahan karya Mansoer Pateda, pada bab V membahas kesalahan berbahasa
dalam menyimak dan berbicara. Pateda
menjelaskan terdidik dalam pembelajaran bahasa Indonesia pun tentu mengalami
kesalahan dalam menyimak dan berbicara. Oleh karena itu guru perlu melakukan
analisis pada hal tersebut, agar kesalahannya dapat diperbaiki.
Menyimak adalah proses mendengar dengan pemahaman dan penelitian, sedangkan mendengar
adalah proses memperoleh rangsangan
bunyi-bunyi bahasa yang prosesnya
belum tentu diikuti pemahaman dan
pengertian. Dalam proses menyimak ada pula kesalahan yang dilakukan si
terdidik, yaitu, susah membedakan fonem, tekanan kata, intonasi, bentuk-bentuk
lafal menurun, pelafalan cepat silabi tidak bertekanan, pengungkapan komunikasi
yang fungsinya berbeda karena intonasi, menyimpulkan, keluar dari fokus
pembahasan, belum lancar menggunakan kata atau kalimat dengan kecepatan biasa,
penggunaan aksen dan kata-kata yang homonim. Sedangkan berbicara berarti
menggunakan bahasa lisan secara aktif. Dalam proses berbicara pun ada kesalahan
yang dilakukan si terdidik, yaitu. Kesalahan melafalkan bunyi-bunyi bahasa, kesalahan
memilih kata-kata atau istilah yang tepat, penggunaan kalimat yang samar-samar,
tidak jelas atau menimbulkan penafsiran yang berbeda, pengungkapan pikiran yang
tidak jelas, kacau, kesalahan struktur kalimat yang digunakan dan menggunakan
kata-kata mubazir (Pateda, 1989).
Seringkali
peserta didik membuat kalimat yang panjang, tanpa disadari unsur fungsinya
tidak lengkap. Ketidaklengkapan itu di antaranya tidak ada subjek atau
predikatnya. Kalimat seperti itu bukan kalimat yang benar dan baik, tetapi
kalimat yang salah. Nah, dalam buku Markhamah dan atiqa Sabardila yang berjudul
Analisis Kesalahan dan Kesantunan
Berbahasa pada bab V menjelaskan mengenai kesalahan struktur. Kesalahan
struktur dapat terjadi yakni kerancuan karena aktif-pasif, kerancuan karena
subjek dan keterangan, kerancuan karena pengantar kalimat, kerancuan karena
penghubung terbagi yang kurang tepat dan k kerancuan karena ketiadaan induk
kalimat.
Berdasarkan
penjelasan dari empat buah buku, pada bab V seluruhnya membahas mengenai
analisis kesalahan berbahasa, namun ada yang secara detail langsung membahas
analisis kesalahan berbahasa. Ada pula yang langsung membahas ke dalam
tatarannya.
BAB
VI
Analisis
kesalahan berbahasa merupakan proses yang didasarkan pada analisis kesalahan orang
yang sedang belajar dengan objeknya yakni bahasa. Tidak menampik jika orang
yang sedang belajar, mengalami kesalahan. Salah satunya dalam tataran semantik.
Misalkan seorang peserta didik ingin menuliskan qurban tetapi menjadi qorban.
Sebagaimana dalam buku Nanik Setyawati yang berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia pada bab VI menjelaskan
analisis kesalahan berbahasa dalam tataran semantik.
Kesalahan
berbahasa dalam tataran semantik dapat berkaitan dengan bahasa tulis maupun
bahasa lisan. Kesalahan berbahasa ini dapat terjadi pada tataran fonologi,
morfologi dan sintaksis. Kesalahan berbahasa dalam tataran semantic ini
penekanannya pada penyimpangan makna, baik yang berkaitan dengan fonologi,
morfologi maupun sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun
kalimat yang maknanya menyimpang dari makna seharusnya, maka tergolong ke dalam
kesalahan berbahasa ini (Setyawati, 2010).
Sedangkan
Pateda membahas mengenai kesalahan berbahasa dalam tataran membaca dan menulis.
Seringkali peserta didik melakukan kesalahan dalam hal tersebut, mungkin karena
kekurangtahuan mereka atau pun karena faktor lain.
Membaca merupakan pengenalan dan
persepsi struktur bahasa sebagai keseluruhan untuk memadukan makna tersurat dan
yang tersirat dengan mengkomunikasikan struktur-struktur bahasa itu. Dalam
keterampilan membaca pun terkadang ada kesalahan membaca yang dilakukan oleh
sisiwa. Salah satunya membaca diam. Membaca diam adalah membaca yang tidak
mengeluarkan bunyi. Kesalahan utama jenis membaca tersebut, ialah menangkap
pikiran penulis. Apa yang dipaparkan oleh penulis tidak dipahami. Hal itu
berhubungan dengan penguasaan kosa kata dan maknanya, menghubung-hubungkan kata
dengan maknanya, kalimat dengan kalimat, paragraf dan paragraf, bahkan wacana
sebagai keseluruhan. Sedangkan menulis adalah pengalihan bahasa lisan ke dalam
bentuk tertulis. Orang menulis didorong oleh beberapa faktor, yakni. Keharusan,
promosi, kemanusiaan, mengharapkan sesuatu, pengembangan ilmu, kesusasteraan,
mengadu-domba dan, pemberitahuan (Pateda, 1989).
Berbeda
orang, beda pula pemikirannya. Pada buku Analisis
Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa karya Markhamah dan atiqa Sabardila
dalam bab VI membahas mengenai kesantunan sosiolinguistik dalam teks keagamaan.
Markhamah dan atiqa Sabardila (2009: 122) dengan adanya norma yang harus
diterapkan dalam berkomunikasi itu sebenarnya menunjukkan bahwa bahasa itu
tidak netral, bahwa bahasa berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa. Bahasa
sebenarnya bersifat netral. Bahasa menjadi baik atau tidak baik dalam
penggunaannya oleh pihak tertentu.
BAB
VII
Markhamah
dan Atiqa Sabardila pada bab ini, menerapkan kesantunan linguistik dalam
terjemahan Al qur’an. Kesantunan berbahasa sebenarnya merupakan cara yang
ditempuh oleh penutur di dalam berkomunikasi agar petutur tidak merasa
tertekan, tersudut, atau tersinggung. Menurut Brown dan Levinson (Markhamah,
dkk. 2009: 153), kesantunan berbahasa ini dimaknai sebagai usaha penutur untuk
menjaga harga diri, atau wajah, pembicara maupun pendengar. Prinsip kesantunan
dalam berkomunikasi merupakan sesuatu yang universal, meskipun setiap budaya
dan kelompok masyarakat memiliki ukuran kesantunan dan ungkapan kesantunan yang
beragam. Berikut ini temuan kesantunan linguistik yang terdapat dalam Al
qur’an.
Kesantunan
linguistik yang terdapat pada teks terjemahan Al Quran berupa: konstruksi
deklaratif, konstruksi imperatif, dan konstruksi interogatif, konstruksi
pengandaian, dan konstruksi langsung. Terdapat tiga konstruksi dominan dalam
teks terjemahan Al Quran, yaitu konstruksi deklaratif, imperatif dan
interogatif (Markhamah, dkk., 2009: 156)
Sementara
itu, dalam bab VII Setyawati membahas kesalahan berbahasa dalam tataran wacana.
Wacana merupakan satuan linguistik yang tertinggi. Sebagai satuan bahasa yang
lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau
ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau
pendengar (dalam wacana lisan). Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau
terbesar berarti wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang
memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya (Setyawati,
2010).
Sedangkan Pateda
membahas penerapan analisis kesalahan, mulai dari teknik analisis, implikasi
pedagogis analisis kesalahan, dukungan terhadap analisis kesalahan, prosedur
analisis kesalahan hingga kesulitan menerapkan analisis kesalahan. Menurut
Pateda (1989: 122) beberapa kesulitan yang dijumpai dalam menerapkan analisis
kesalahan. Kesulitan itu, antara lain kesulitan yang berpangkal pada
penganalisis, kesulitan menentukan daerah, sifat, sumber dan jenis kesalahan,
kesulitan yang datangnya dari pihak si terdidik seperti kecepatan berbicara dan
ketidakjelasan tulisan.
BAB
VIII
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Setyawati,
2010: 155) ejaan didefinisikan sebagai kaidah-kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf)
serta penggunaan tanda baca. Dengan begitu ejaan bukanlah hanya berkaitan
dengan cara mengeja suatu kata, tetapi yang lebih utama berkaitan dengan cara
mengatur penulisan huruf menjadi satuan yang lebih besar, misalnya kata,
kelompok kata, atau kalimat.
Kesalahan
dalam penerapan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD), di
antaranya meliputi: (a) kesalahan penulisan huruf besar atau huruf capital, (b)
kesalahan penulisan huruf miring, (c) kesalahan penulisan kata, (d) kesalahan
memenggal kata, (e) kesalahan penulisan lambang bilangan, (f) kesalahan
penulisan unsur serapan, dan (g) kesalahan penulisan tanda baca.
Sumber buku yang dibandingkan,
yakni:
Markhamah dan Atiqa Sabardila. 2009. Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Flores: Penerbit Nusa Indah.
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1995. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar