Jumat, 25 Desember 2015

Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia

Nama  : Dinar Nurfitri Damayanti
NIM    : 2222120555
Kelas   : 7A
Pendidikan Bahasa Indonesia
Analisis Kesalahan Berbahasa
BAB I
*      Pada bab 1 di buku Nanik Setyawati, M. Hum membahas tentang ragam bahasa, bahasa Indonesia sebagai ragam ilmu dan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
1.1  Ragam bahasa
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai (a) lambang kebanggan nasional, (b) lambang identitas nasional, (c) alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang, sosial, budaya dan bahasa, (d) alat perhubungan antara budaya dan daerah.
sedangkan bahasa Negara berdasarkan kedudukannya, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
(a) bahasa resmi Negara,
(b) bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan,
(c) bahasa resmi dalam perhubungan pada tingkat nasional, baik untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan maupun untuk kepentingan pemerintahan.
(d) bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern (Halim (Setyawati,2010:1)).
1.2 Bahasa Indonesia sebagai Ragam Ilmu
      Sifat bahasa Indonesia sebagai ragam bahasa ilmu antara lain, sebagai berikut:
(a)    Ragam bahasa ilmu bukan dialek
Dialek adalah suatu sistem kebahasaan yang digunakan oleh satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat yang lain yang berlainan walaupun erat hubungannya (Ayatrohaedi (Setyawati, 2010:3)).
Setiap dialek mempunyai ciri-ciri tersendiri yang membedakan dialek yang satu dengan dialek yang lain, atau dialek dengan bahasa Indonesia baku.
Dengan ini jelaslah bahwa ragam bahasa ilmu bukan merupakan suatu dialek dan sedapat mungkin  menghindarkan diri dari penggunaan kata-kata dan struktur dialek.
(b)   Ragam bahasa ilmu merupakan ragam resmi
Ragam bahasa resmi yang digunakan dalam ragam bahasa ilmu pada umumnya patuh mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku.
Ragam bahasa keilmuwan memiliki sifat antara lain : (a) kemantapan dinamis, yang berupa kaidah dan aturan yang tetap, (b) bersifat kecendikiaan, dan (c) adanya penyeragaman kaidah.
(c)    Ragam bahasa ilmu digunakan para cendikiawan untuk mengkomunikasikan ilmu
Karena ragam bahasa ilmu digunakan untuk mengkomunikasi dengan menggunakan pikiran daripada perasaan. Maka, raga mini mempunyai sifat tenang, jelas, tidak berlebihan, dan tidak emosional.
(d)   Lebih diutamakan penggunaan kalimat pasif
Dalam kalimat pasif, peristiwa lebih dikemukakan daripada pelaku perbuatan.
(e)    Banyak menggunakan kata-kata istilah
kata-kata digunakan dalam arti denotative bukan dalam arti konotatif.
(f)    Konsisten dalam segala hal, misalnya dalam penggunaan istilah, singkatan, tanda-tanda, dan juga dalam penggunaan pronominal personal.
1.3  Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar adalah berbahasa Indonesia yang sesuai dengan faktor-faktor penentu berkomunikasi dan benar dalam penerapan aturan kebahasaannya.
Contoh berikut akan memperjelas pengertian bahasa indonesi dengan baik dan benar, situasi di pasar pada umumnya merupakan situasi yang tidak resmi. Oleh karena itu tidak tepat jika ingin berbelanja ikan misalnya digunakan pertanyaan seperti:
“Mbak, berapakah harga ikan ini satu kilogramnya?” kepada seorang penjual ikan di pasar.
Dari segi kaidah bahasa benar, tetapi tidak baik karena situasi atau suasana penggunaannya. Sebaiknya dalam situasi tidak resmi, seperti itu akan lebih baik menggunakan bahasa yang tidak terlalu formal, yaitu misalnya menggunakan pertayaan-pertanyaan seperti:
      Harga ikannya berapa, Mbak?, atau
      Ikannya sekilo berapa, Mbak?, atau
      Ikannya berapa, Mbak?
Dengan kalimat sederhana seperti itu, komunikasi yang terjalin justru lebih lancar karena situasinya memang memungkinkan tuturan-tuturan yang tidak begitu formal.

*      Sedangkan pada buku Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dan Drs. Djago Tarigan di bab I dalam bukunya yang berjudul “Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa”, pada bab I membahas tentang pemerolehan bahasa, kedwibahasaan, dan interferensi.
1.1  Pemerolahan Bahasa
Istilah pemerolehan bahasa atau language acquisition biasanya diikuti oleh kata pertama atau kedua, sehingga dikenal istilah pemerolehan bahasa pertama (PB1) atau first language acquisition dan pemerolehan bahasa kedua (PB2) atau second language acquisition. Pemerolehan bahasa pertama berkaitan dengan segala aktivitas seseorang dalam menguasai bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa kedua berlangsung setelah seseorang menguasai atau mempelajari bahasa pertama.
1.2  Kedwibahasaan
a)      Kedwibahasaan merupakan fenomena yang menggejala disetiap Negara di dunia ini. Pengertian kedwibahasaan menurut (Bloomfield (Tarigan, 1995:8)). Kedwibahasaan adalah penguasaan dua bahasa secara sempurna. Tentu saja penguasaan dua bahasa itu tidak dapat dijelaskan secara tepat karena penguasaan itu berjenjang atau relatif.
b)      (Encyclopedia Britanica (Tarigan, 1995:8)) kedwibahasaan adalah penguasaan dua bahasa atau lebih kedwibahasaan atau keanekabahasaan adalah suatu keterampilan khusus. Kedwibahasaan atau keanekabahasaan merupakn istilah yang relatif karena tipe dan jenjang penguasaan bahasa seseorang yang berbeda.
c)      Sedangkan menurut (Haugen (Tarigan , 1995:9)), kedwibahasaan adalah kemampuan menghasilkan ujaran yang bermakna di dalam bahasa kedua.
Maka, dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah suatu keterampilan khusus dengan menguasai dua bahasa yang menghasilkan ujaran yang bermakna.
1.3  Interferensi
Interferensi merupakan kontak bahasa yang terjadi pada diri dwibahasawan menimbulkan saling-pengaruh antara B1 dan B2.
Saling pengaruh ini dapat terjadi pada setiap unsur bahasa, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Bila penggunaan sistem bahasa tertentu pada bahasa lainnya disebut transfer. Bila sistem yang digunakan berlainan atau bertentangan disebut transfer negatif. Transfer negative menyebabkan timbulnya kesulitan dalam pengajaran B2 dan merupakan salah satu sumber kesalahan berbahasa. Transfer negate dapat dikenal dengan istilah interferensi.

*      Namun pada bab 1 di dalam bukunya Dr. Mansoer Pateda, membahas tentang analisis kesalahan sebagai bagian linguistik dan analisis kontrastif dan analisis kesalahan.
(a). Analisis Kesalahan sebagai Bagian Linguistik
      Linguistik adalah adalah studi bahasa secara ilmiah (Lyons (Pateda, 1989:13)). Linguistik dapat dipelajari berdasarkan :
      1). Pembidangannya
      2). Sifat telaahnya
      3). Pendekatan objeknya
      4). Alat analisisnya
      5). Hubungannya dengan ilmu lain
      6). Penerapannya
      7). Teori dan aliran yang mendasarinya (Pateda, 1989:13)
      Linguistik terapan adalah subdisiplin linguistik yang menerapkan teori-teori linguistik dalam kegiatan praktis. Linguistik terapan lebih diarahkan kepada pengajaran bahasa. Penerapan teori linguistik dalam pengajaran bahasa, disebut linguistik terapan dalam pengertian sempit.
Contoh kegiatan guru yang sedang melaksanakan proses belajar mengajar di kelas, pasti ia melaksanakan bebagai kegiatan, antara lai, mengoreksi pekerjaan terdidik, atau memperbaiki kesalahan berbahasa si terdidik.
      Dalam kaitan ini diperlukan suatu keterampilan, yakni keterampilan menganalisis kesalahan berbahasa si terdidik. kesalahan tersebut dikumpulkan secara sistematis, dianalisis dan dikategorikan. Kegiatan tersebut disebut analisis kesalahan. Keterampilan menganalisis seperti itu masih termasuk ke dalam ruang lingkup terapan. Dari uraian berikut terlihat adanya hubungan antara linguistik, linguistik terapan dan analisis kesalahan.
(b). Analisis Konstratif dan Analisis Kesalahan
      a). Kesalahan yang dibuat terdidik ketika bukan bahasa ibunya telah menarik perhatian para ahli, khususnya ahli yang bergerak dibidang pengajaran bahasa.
Contoh pengaruh bahasa Gorontalo, di dalam bahasa Gorontal tidak dikenal fonem /e/. Dalam pelafalan, semua kata bahasa Indonesia yang mengandung fonem /e/ dilafalkan /o/ [ɔ]. Jadi, kata-kata bahasa Indonesia betul, dekat, gelas, kesenangan, letih dan merdeka akan dilafalkan [bɔtul, dɔkat, gɔlas, kɔsɔnangan, lɔtih, mɔrdeka].
      Seorang guru yang bijaksana seharusnya memperhatikan pengaruh itu. Guru seharusnya mengetahui bahwa ada pengaruh bahasa Gorontalo , baik yang berhubungan dengan fonologi, morfologi, atau sintaksis. Hal ini membawa konsekuensi pemahaman terhadap kedua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Gorontalo yang diusahakan oleh guru bahasa Indonesia yang bekerja di Gorontalo. Dalam kasus ini pendekatan analisis kontrastif akan membantu guru.
Analisis kontrastif adalah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa kedua atau bahasa yang sedang dipelajari sehingga guru dapat meramalkan kesalahan si terdidik dan si terdidik segera menguasai bahasa yang bukan bahasa ibunya yang sedang dipelajari.
Analisis konstratif sebagai salah satu pendekatan dalam pengajaran bahwa termasuk dalam linguistik terapan. Oleh karena itu, linguistik berobjekan bahasa, maka analisis kontrastif pun berobjekan bahasa. Bahasa ssebagai objek bukan karena kepentingan bahasa itu sendiri melainkan untuk kepentingan pengajaran bahasa.
Maka, bahasa sebagai objek dapat dilihat dari bahasa itu sendiri atau sebagai bahan pengajaran guru, yakni bertindak sebagai orang yang mengajarkan bahasa, dan si terdidik yang mempelajari bahasa.
Tujuan dari analisis kontrastif adalah;
1.      menganalisis perbedaan antara bahasa itu dengan bahasa yang sedang dipelajari
2.      menganalisis perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari agar kesalahan si terdidik dapat diramalkan.
3.      Hasil analisis digunakan untuk menuntaskan keterampilan bahasa si terdidik.
4.      membantu si terdidik untuk menyadari kesalahan berbahasa sehingga demikian si terdidik diharapkan dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajari.
b) Analisis Kesalahan
Objek linguistik adalah bahasa. Meskipun yang menjadi objek linguistic adalah bahasa yang tentu juga adalah objek analisis kesalahan, tetapi analisis kesalahan lebih menitikberatkan pada bahasa ragam formal.
Analisis kesalahan bertujuan untuk menemukan kesalahan, mengklasifikasikan, dan terutama untuk melakukan tindakan perbaikan.
*      Kemudian pada buku Markhamah, dkk di bab I membaahas tentang sistematika yang dibahas pada buku ini. Ada dua sisi yag perlu mendapatkan perhatian ketika seseorang berkomunikasi.
(1)   Bahasanya sendiri
(2)   Sikap atau perilaku ketika berkomunikasi
(3)   Terkait dengan bahasanya terdapat kaidah bahasa, yakni fonologi, morfologi, sintaksis an semantis.
BAB II
*      Pada bab ii dibuku Nanik Setyawati, M. Hum. membahas tentang pengertian kesalahan berbahasa, penyebab kesalahan berbahasa, perngetian analisis kesalahan berbahasa, mengapa analisis kesalahan berbahasa dilakukan, klasifikasi kesalahan berbahasa, kaitan mata kuliah analisis kesalahan berbahasa dengan mata kuliah lain, sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
a.       Pengertian Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa merupakan penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis  yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia (Setyawati, 2010:13).
b.      Penyebab Kesalahan Berbahasa
Ada 3 penyebab kemungkinan seseorang dapat salah dalam berbahasa:
1) Terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya.
2) Kekuranganpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya.
3) Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna.
c.       Analisis Kesalahan Berbahasa
Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa, yang meliputi: kegiatan mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sampel, menjelaskan kesalahan tersebut, mengklasifikasikan kesalahan itu, dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan itu (Tarigan, Djago & Lilis Siti Sulistyaningsih, 2010:18).
d.      Mengapa Analisis Kesalahan Berbahasa Dilakukan
Analisis dilakukan untuk melatih berulang-ulang dengan pembetulan diberbagai hal merupakan suatu peristiwa yang wajar ketika mempelajari suatu bahasa.
Kemudian berguna juga untuk alat pada awal-awal dan selama tingkat variasinya program pengajaran target dilaksanakan.
e.       Klasifikasi Kesalahan Berbahasa
1)      berdasarkan tataran linguistik.
2)      berdasarkan kegiatan berbahasa atau keterampilan.
3)      berdasarkan sarana atau jenis bahasa.
4)      berdasarkan penyebab kesalahan tersebut terjadi dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa.
f.       Kaitan Mata Kuliah Analisis Kesalahan
Berbahasa dengan mata kuliah lain:
1)      Memperhatikan jenis-jenis kesalahan berbahasa yang dikaitkan dengan linguistik dan tataran linguistik.
2)      Kesalahan berbahasa dikaitkan dengan teori belajar bahasa.
3)      Mengaitkan kesalahan berbahasa dengan kegiatan berbahasa.
4)      Mengaitkn kesalahan berbahasa dengan pengajaran bahasa.
g.      Sikap Positif terhadap Bahasa Indonesia
Sikap positif ditujukan dengan cara pemakaian bahasa yang sesuai dengan situasi dan kaidahnya.

*      Sedangkan pada buku Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dan Drs. Djago Tarigan membahas tentang “Analisis Kontrastif”.
1.      Batasan dan Pengertian Analisis Kontrastif
yakni, berupa prosedur kerja, adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan di antara kedua bahasa.
2.      Hipotesis Analisis Kontrastif
Terdapat dua versi hipotesis;
a). Versi pertama ; hipotesis bentuk kuat
b). Versi dua versi; hipotesis bentuk lemah
3.      Tumtutan Pedagogis Analisis Kontrastif
Langkah pertama, pengidentifikasian perbedaan struktur bahasa
Langkah kedua, memprediksi dan memprakirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa.
Langkah ketiga, berkaitan dengan cara penyampaian bahan ajaran.
4.      Aspek Linguistik dan Psikologi Anakon
Aspek linguistic anakon berkaitan pemerian bahasa dalam rangka perbandingkan dua bahasa. Rasional psikologis yang digunakan dalam mendukung hipotesis anakon menyebabkan adanya dua bentuk hipotesis.

*      Namun, pada buku Dr. Mansoer Pateda bab II beliau membahas tentang “Jenis Kesalahan”.
Kesalahan merupakan penyimpangan-penyimpangan yang bersifat sistematis yang dilkukan si terdidik ketika ia menggunakan bahasa.
Jenis-jenis kesalahan, yakni:
a)      Kesalahan acuan
b)      Kesalahan register
c)      Kesalahan sosial
d)     Kesalahan tekstual
e)      Kesalahan penerimaan
f)       Kesalahan pengungkapan
g)      Kesalahan perorangan
h)      Kesalahan kelompok
i)        Kesalahan menganalogi
j)        kesalahan transfer
k)      Kesalahan guru
l)        Kesalahan local
m)    Kesalahan global

*      Pada buku Markhamah, dkk membahas tentang “kalimat efektif”
(1)   Ciri Gramatikal kalimat efektif
Ciri gramatikal adalah ciri yang harus dipenuhi oleh pemakai bahasa dalam kaitan dengan ketatabahasaan. Ciri ini dapat dilihat dari bidang morfologi (ciri morfologis) dan bidang sintaksis (ciri sintaksis). Ciri gramatikal sintaksis adalah cirri gramatikal yang berkenalan dengan kaidah sintaksis.
(2)   Ciri Diktis Kalimat Efektif
Ciri diktis adalah ciri kalimat efektif yang berkaitan dengan pemilihan kata. Kata yang dirangkai menjadi suatu kalimat merupakan kata-kata yang: tepat bentuknya, seksama (sesuai), dan lazim.
(3)   Penalaran
Kalimat efektif aadalah kalimat yang memenuh penalaran. Kalimat yang memenuhi penalaran artinya kalimat yang secara nalar dapat diterimai kalimat yang diterima oleh akal sehat.
(4)   Keserasian
Kalimat yang efektif juga harus memenuhi keserasian. Keserasian ini bisa mengacu kepada bahasa yang baik. Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi.

BAB III
*      Pada bukunya Nanik Setyawati, M.Hum. membahas tentang “Kesalahan Berbahasa Tataran Fonologi”
a.       Kesalahan pelafalan karena perubahan fonem
Terdapat banyak contoh kesalahan pelafalan karena pelafalan fonem-fonem tertentu berubah atau tidak diucapkan sesuai kaidah.
1)      Perubahan Fonem Vokal
Contoh:
·   Perubahan fonem /a/ menajdi /e/:
Lafal baku                         Lafal tidak baku
akta                                   akte
dapat                                 dapet
Kamis                                Kemis
·   Fonem /a/ menjadi /i/:
Lafal baku                         Lafal tidak baku
mayat                                mayit
moral                                 moril
operasional                                    operasionil
·   Fonem /a/ dilafalkan menjadi /o/:
Lafal baku                         Lafal tidak baku
musala                               musola
qari                                                qori
Ramadan                           Romadon
·   fonem /ề/ dilafalkan /a/:
Lafal baku                         Lafal Tidak Baku
pecềl                                  pecal
ritmề                                  ritma
sềmadi                               samadi
·   Fonem /é/ dilafalkan menjadi /i/:
Lafal baku                         Lafal tidak baku
magnet                              magnit
oksigén                              oksigin
produser                            produsir
·   Fonem /i/ dilafalkan menjadi /é/:
Lafal baku                         Lafal tidak baku
ilham                                 élham
keliru                                 keléru
nasihat                               naséhat
·   Fonem /o/ dilafalkan menjadi /u/:
Lafal baku                         Lafal tidak baku
bioskop                              bioskup
khotbah                             khutbah
pistol                                 pistol
·   Fonem /u/ dilafalkan menjadi /o/:
Lafal baku                         Lafal tidak baku
guncang                             goncang
juang                                 joang
revolusi                              revolosi
2). Perubahan Fonem Konsonan
·   Fonem /b/ dilafalkan menjadi /p/:
   Contoh:
   Lafal baku             Lafal tidak baku
   mujarab                 mujarap
   nasib                      nasip
   Rajab                     Rajap
·   Fonem /d/ dilafalkan menjadi /t/:
   Contoh:
   Lafal baku             Lafal tidak baku
   masjid                    masjit
   murid                     murit
   sujud                     sujut
·   Fonem /f/ dilafalkan menjadi /p/:
   Contoh:
   Lafal baku             Lafal tidak baku
   nafsu                     napsu
   negatif                   negatip
   paraf                      parap
3). Perubahan Fonem Vocal menjadi Fonem Konsonan
      Contoh:
      Lafal baku             Lafal tidak baku
      kualitas                  kwalitas
      miliar                     milyar
      mulia                     mulya
4). Perubahan Fonem Konsonan menjadi Fonem Vokal
      Contoh:
      Lafal baku             Lafal tidak baku
      madya                   madia
satwa                     satua
syawal                   syaual
5). Perubahan Pelafalan Kata atau Singkatan
      Contoh:
      Singkatan              Lafal baku                   Lafal tidak baku
      a.n.                                    atas nama                    a en
      Bpk.                      Bapak                          be pe ka
      dst.                                    dan seterusnya                        de es te
b.      Kesalahan Pelafalan Karena Penghilangan Fonem
1)      Perubahan Fonem Vokal
·         Penghilangan fonem /a/
Contoh:
Lafal baku             Lafal tidak baku
makaroni               makroni
parabola                 parabol
pena                       pen
·         Penghilangan fonem /e/
Contoh:
Lafal baku             Lafal tidak baku
Jenderal                 Jendral
Karier                    karir
2)      Perubahan Fonem Konsonan
·         Penghilangan fonem /h/
contoh:
Lafal baku             Lafal tidak baku
bahu-membahu      bau-membau
bodoh                    bodo
·         Penghilangan fonem /k/
Contoh:
Lafal baku             Lafal tidak baku
takbir                     tabir
teknisi                    tenisi
3)      Perhilangan Fonem Vokal Rangkap menjadi Vokal Tunggal
·         Fonem /ai/ dilafalkan menjadi /e/
Contoh:
Lafal baku             Lafal tidak baku
andai                     ande
pantai                    pante
pandai                   pande
c.       Kesalahan Pelafalan Karena Penambahan Fonem
1)      Penambahan Fonem Vokal
·         Penambahan fonem /a/
contoh:
Lafal baku             Lafal tidak baku
narkotik                 narkotika
narwastu                narawastu
rohaniwan             rohaniawan
·         Penambahan fonem /e/
Contoh      :
Lafal baku             Lafal tidak baku
mantra                               mantera
mantri                                manteri
mars                                   mares  
2)      Penambahan Fonem Konsonan
·         Penambahan fonem /d/
Contoh:
Lafal baku             Lafal tidak baku
stan                        stand
standar                  standard
·         Penambahan fonem /h/
Contoh
Lafal baku             Lafal tidak baku
magrib                   maghrib
nakhoda                nahkhoda
·         Pembentukan Deret Vokal
(a)    Pembentukan deret vokL /ai/ dari vokal /e/
contoh:
Lafal baku       Lafal tidak baku
primer              primair
sekunder          sekundair
syekh               syaikh
(b)   Pembentukan deret vokal /ou/ dari vokal /u/
contoh:
Lafal baku       Lafal tidak baku
misterius          misterious
souvenir           souvenir
turis                 touris
(c)    Pembentukan deret vokal /oo/ dari vokal /o/
contoh:
Lafal baku       Lafal tidak baku
mononton        monotoon
ozon                ozoon
prolog              prolog
·         Pembentukan Gabungan atau Gugus Konsonan dari fonem Konsonan Tunggal
(a)    Pembentukan gabungan atau gugus konsonan /dh/
Contoh:
Lafal baku       Lafal tidak baku
sandiwara        sandhiwara
Weda               Wedha
(b)   Pembentukan gabungan atau gugus konsonan /kh/
Contoh :
Lafal baku       Lafal tidak baku
mekanik           mekhanik
muhrim            mukhrim
nikotin             psikhiatri

*      Pada buku Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dan Drs. Djago Tarigan, pada bab III membahas tentang “Analisis Kesalahan”.
Kajian segala aspek kesalahan itu disebut dengan analisis kesalahan. Tujuan dari aanalisis kesalahan:
1)      menentukan urutan bahan ajaran
2)      menentukan urutan jenjang penekaan bahan ajaran
3)      merencanakan latihan dan pengajaran remedial
4)      memilih butir pengujian kemahiran siswa
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dari analisis kesalahan maka para pendukungnya pernah mengadakan reorientasi;
1)      Pengertian kesalahan
2)      Perbedaan antara keslahan dan kekeliruan
3)      Tujuan Anakes
4)      Data dan metode Anakes
5)      Sumber, sebab, signifikasi Anakes
Adanya penyebab kesalahan intrabahasa;
1)      Penyamarataan berlebihan
2)      Ketidaktahuan akan pembatasan kaidah
3)      Penerapan kaidah tidak sempurna
4)      Salah menghipotesiskan konsep
Ada beberapa kelemahan anakes, yakni:
1)      kekacauan antara aspek proses dan aspek produk anakes (antara pemerian kesalahan dan penjelasan kesalahan;
2)      Kurang/tidaknya ketepatan dan kekhususan dalam definisi kategori-kategori kesalahan;
3)      Penyederhanaan kategorisasi penyebab kesalahan siswa

*      Lalu pada buku Dr. Mansoer Pateda, pada bab III membahas tentang “Daerah dan sifat Kesalahan”
Kesalahan yang berhubungan dengan daerah fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
a)      Daerah Kesalahan Fonologi
Berhubungan dengan pelafalan dan penulisan bunyi bahasa. Dahulu dalam bahasa Indonesia tidak dikenal fonem /v/, sehingga kata ‘’vak’’ dilafalkan ‘’pak’’.
b)      Daerah Kesalahan Morfologi
Berhubungan dengan tata bentuk kata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan pada bidang morfologi akan menyangkut derivasi, diksi, kontaminasi dan pleonasme.
c)      Daerah Kesalahan Sintaksis
Berhubungan erat dengan kesalahan pada daerah morfologi. Karena kalimat berunsurkan kata-kata.
d)     Daerah Kesalahan Semantis
Berhubungan dengan ini guru harus menguasai makna kata, pemilihan kata, dan pemakaian kata. Karena ilmu semantis ini studi tentang makna. Apabila guru tidak menguasai makna kata, pemilihan kata dan pemakaian kata sesuai dengan makna dan fungsinya, jangan harap guru dapat memeriksa atau menentukan kesalahan si terdidik.
e)      Daerah Kesalahan Memfosil
Kesalahan memfosil tidak berkaitan dengan daerah kesalahan, tetapi menyangkut sifat kesalahan.
Menurut (James (Pateda, 1989:64)) kesalahan memfosil disebabkan oleh:
(1)   Integratif
(2)   Akulturatif
(3)   Biologis

*      Kemudian pada bab III, pada buku Markhamah, dkk. Membahas tentang “Kepaduan dan Ketepatan Makna”.
A.    Kepaduan
Kalimat efektif yang selain disebutkan dimuka adalah adanya kepaduan unsur-unsur yang ada pada suatu kalimat.
Kepaduan ini disejajarkan dengan koherensi dalam paragraf. Bedanya jika koherensi dalam paragraph kesatuan atau kepaduan yang dimaksud adalah kepaduan antara kalimat satu dengan kalimat lain.
Ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan supaya pemakai bahasa dapat menyusun kalimat yang padu;
1)      Tidak meletakkan keterangan yang berupa klausa antara subjek S dan P (predikatif)
2)      Tidak meletakkan keterangan aspek di depan S
3)      Tidak menempatkan keterangan aspek di antara pelaku dan pokok kata kerja yang merupakan kata kerja pasif bentuk diri
4)      Tidak menyisipkan kata depan di antara P dan O (objek)
B.     Ketepatan Makna
Kalimat efektif adalah kalimat yang tepat maknanya. Ketepatan makna ditentukan oleh ketepatan letak unsur-unsur kalimat yang akan memantapkan makna, bisa juga ditentukan oleh ketiadaan kata yang mubazir (kalimat hemat).

BAB IV
*      Pada buku Nanik Setyawati, M. Hum. ini, pada bab iv membahas tentang “Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi”
Klasifikasi kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi antara lain; (a) penghilangan afiks, (b) bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak diluluhkan, (c) penyuluhan bunyi yang tidak seharusnya tidak luluh, (d) penggantian morf, (e) penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, (f) pemakaian afiks yang tidak tepat, (h) penempatan afiks yang tidak tepat pada penggabungan kata, dan (i) pengulangan kata majemuk yang tidak tepat.
(a)    Penghilangan Afiks
·         Penghilangan prefiks meng-
Contoh tidak baku:
Bunga mawar dan bunga matahari pamerkan keelokan mahkota mereka.

Contoh baku:
Bunga mawar dan bunga matahari memamerkan keelokan mahkota mereka.
·         Penghilangan prefiks ber-
Contoh tidak baku:
Pendapat bapakku beda dengan pendapat pamanku

Contoh baku:
Pendapat bapakku berbeda dengan pendapat pamanku.
(b)   Bunyi yang Seharusnya Luluh dan tidak diluluhkan
Sering dijumpai kata dasar yang berfonem awal /k/, /p/, /s/, atau /t/ tidak luluh jika mendapat prefiks meng- dan prefiks peng-.
Contoh tidak baku:
Kita harus ikut serta mensukseskan Pilkada bulan April 2010.

Contoh baku :
Kita harus menyukseskan Pilkada bulan April 2010.
(c)    Peluluhan Bunyi yang seharusnya tidak Luluh
·         Peluluhan bunyi /c/ yang tidak tepat
Kata dasar yang berfonem awal bunyi /c/ sering kita lihat menjadi lulu jika mendapat prefiks meng-
Contoh tidak baku:
Rama sudah lama menyintai Shinta.

Contoh baku:
Rama sudah lama mencintai Shinta.

·         Peluluhan bunyi-bunyi gugus konsonan yang tidak tepat
Pemakaian kata-kata bentukan yang berasal dari gabungan prefiks meng- dan kata dasar berfonem awal gugus konsonan.
Contoh tidak baku:
Pabrik itu setiap bulan dapat memroduksi 800 ribu baju.

Contoh baku:
Pabrik itu setiap bulan dapat memproduksi 800 ribu baju.
(d)   Penggantian Morf
·         Morf menge- Tergantikan Morf Lain
contoh tidak baku:
Siapa yang tadi pagi melap kaca mobilku?
Contoh baku:
Siapa yang tadi pagi mengelap kaca mobilku?
·         Morf be- Tergantikan Morf ber-
contoh tidak baku:
Bintang-bintang yang berkelip di langit membuat malam semakin indah.

contoh baku:
Bintang-bintang yang bekelip di langit membuat malam semakin indah.
·         Morf bel- Tergantikan Morf ber-
Contoh tidak baku:
berajar tugas utamamu, bukan hanya bermaian saja!

Contoh baku :
belajar tugas utamamu, bukan hanya bermain saja!
·         Morf pel- yang tergantikan Morf per-
Morfem per- akan beralomorf menjadi pel- jika tergabung pada kata dasar ajar.
Contoh:
Bentuk tidak baku:
Perajaran akan segera dimulai, siapkan bukunya!

Bentuk baku:
Pelajaran akan segera dimulai, siapkan bukunya!
·         Morf pe- yang Tergantikan Morf per-
Contoh :
Bentuk tidak baku:
Banyak lalat yang bertentangan di sekitar kita berasal dari perternakan milik Pak Tahir.

Bentuk baku:
Banyak lalat yang beterbangan di sekitar kita berasal dari peternakan milik Pak tahir.
·         Morf te- Tergantikan Morf ter-
Contoh tidak baku:
Jangan mudah terperdaya rayuan setan.
Contoh baku:
Jangan mudah teperdaya rayuan setan.

(e)    Penyingkatan Morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-
Salah satu morfem terikat pembentuk verba yang sangat produktif dalam bahasa Indonesia adalah prefiks meng-. Alomorf prefiks meng- adalah me-, mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-. Penyingkatan tersebut sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Mencampur adukan ragam lisan dan ragam tulis menghasilkan kata yang salah.
Contoh tidak baku:
Setiap bulan Astuti mendapat tawaran nari di Sanggar Ketut Jelantik.

Contoh baku:
Setiap bulan Astuti mendapat tawaran menari di Sanggar Ketut Jelantik.
(f)    Penggunaan Afiks yang tidak Tepat
·         Penggunaan prefiks ke-
Contoh tidak baku:
Jangan keburu nafsu, kamu harus  bicara dengan tenang.

Contoh baku:
Jangan terburu nafsu, kamu harus bicara dengan tenang.
·         Penggunaan sufiks ir-
Contoh tidak baku:
Ijazah beberapa mahasiswa belum dilegalisir oleh Dekan.
Contoh baku:
Ijazah beberapa mahasiswa belum dilegalisir oleh Dekan.
·         Penggunaan sufiks –isasi
Contoh tidak baku:
Neonisasi jalan-jalan protokol di ibu kota sudah selesai.
Contoh baku:
Peneonan jalan-jalan protokol di ibu kota sudah selesai.


(g)   Penentuan Bentuk Dasar yang tidak Tepat
·         Pembentukan Kata dengan Konfiks di-…-ka
Contoh tidak baku:
Telah diketemukan sebuah STNK di ruang parker, yang merasa kehilangan harap mengambilnya di seksi keamanan dengan menunjukkan identitas.

Contoh baku:
Telah ditemukan sebuah STNK di ruang parker, yang merasa kehilangan harap mengambilnya di seksi keamanan dengan menunjukkan identitas.
·         Pembentukan Kata dengan Prefiks meng-…
Contoh tidak baku:
Anda harus merubah sikap anda yang kurang terpuji itu!

Contoh baku:
Anda harus mengubah sikap anda yang kurang terpuji itu!
·         Pembentukan Kata dengan Sufiks –wan
Contoh tidak baku:
beberapa ilmiawan dari berbagai disiplin ilmu menghadiri seminar.

Contoh baku:
beberapa ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu menghadiri seminar.
(h)   Penempatan Afiks yang Tidak Tepat pada Gabungan Kata
Contoh bentuk baku:
Orang yang suka bersedekah akan dilipatkan ganda rezekinya.

Contoh baku:
Orang yang suka bersedekah akan dilipatgandakan rezekinya.

(i)     Pengulangan Kata Majemuk yang Tidak Tepat
·         Pengulangan Seluruhnya
Bentuk baku                                Lafal tidak baku
besar kecil-besar kecil                   besar-besar kecil
harta benda-harta benda               harta-harta benda
kaki tangan-kaki tangan                kaki-kaki tangan

·         Pengulangan Sebagian
Bentuk Ekonomis                        Bentuk Kurang Ekonomis
abu-abu gosok                               abu gosok-abu gosok
cincin-cincin kawin                       cincin kawin-cincin kawin
hutan-hutan bakau                                    hutan bakau-hutan bakau

*      Pada buku Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dan Drs. Djago Tarigan membahas tentang “Antarbahasa atau interlanguage”
Antarbahasa mengacu kepada pengetahuan sistematik mengenai B2 yang berdikari dan bebas dari B1 pembelajar maupun bahasa sasaran. Lalu terdapat proses “Antarbahasa” mencakup:
(a)    transfer bahasa
(b)   transfer latihan
(c)    siasat pembelajaran B2
(d)   siasat komunikasi B2
(e)    Overgeneralisasi kaidah-kaidah bahasa sasaran.
Kemudian terdapat juga masalah yang dihadapi olehantarbahasa mencakup: maslah metodologis dan masalah teoritis.
Masalah metodologis : (a) analisis kesalahan
                                    (b) telaah-telaah lintas sektoral
                                    (c) telaah-telaah kasus longitudinal
dan masalah teoritis, yakni: (a) asal usul antarbahasa
                                          (b) pengabaian faktor-faktor eksternal
                                          (c) masalah variabilitas
Tujuan telaah Antarbahasa:
1)      Penelitian secara langsung dan sistematis terhadap tuturan pembelajaran sebagian terbesar telah terabaikan.
2)      Penelitian juga merupakan suatu syarat bagi validasi atau pengesahan.
3)      Agaknya dapat diperlihatkan bahwa pengujian atau penelitian langsung mengenai Antarbahasa memang sangat dibutuhkan.
4)      Akhirnya penelitian terhadap kegunaan Antarbahsa itu sendiri memang sangat menarik bagi teori linguyistik umum yang dapat dibandingkan dengan bahasa anak.

*      Pada buku Dr. Mansoer Pateda, pada bab 4 membahas tentang “Sumber dan Penyebab Kesalahan”
Sumber dan penyebab kesalahan banyak, tetapi  yang terpenting dari bahasa ibu, lingkungn, kebiasaan, interlingual, interferensi dan tidak kalah pentingnya kesadaran penutur bahasa.
1.      Pendapat Populer
Menyebutkan kesalahan bersumber pada ketidakhati-hatian si terdidik dan yang lain karena pengetahuan mereka terhadap bahasa yang dipelajari, dan interferensi (Norrish (Pateda, 2010:67)) berpendapat bahwa kesalahan bersumber pada:
-          Pemilihan bahan
-          Pengajaran
-          Contoh bahasa yang digunakan sebagai bahan
-          si terdidik
2.      Bahasa Ibu
Berdasarkan temuan tentang pengaruh bahasa ibu, penganut analisis konstratif menghipotesiskan bahwa ada petunjuk keras bahasa ibu mempengaruhi akusisi bahasa yang sedang dipelajari. Di Indonesia terasa pengaruh bahasa ibu atau bahasa daerah.
3.      Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan yang tutur mempengaruhi penguasaan bahasa si terdidik.
Melihat kenyataan ini sumber dan penyebab kesalahan berdasarkan lingkungan disebabkan oleh: (1) Penggunaan bahasa dilingkungan keluarga seisi rumah
                            (2) teman sekolah
                            (3) teman sepermainan
                            (4) pemimpin di masyarakat
                            (5) Siaran radio
                            (6) Siaran televisI
                            (7) Surat kabar/majalah
                            (8) Kegiatan yang menggunakan kebahasaan misalnya
spanduk selebaran
4.      Kebiasaan
Kebiasaan bertalian dengan pengaruh bahasa ibu dan lingkungan. Si terdidik terbiasa dengan pola-pola bahsa yang di dengarnya. Maka, dari itu bentuk sudah menjadi kebiasaan.
5.      Interlingual
Mula-mula digunakan oleh Selinker pada tahun 1969 (Selinker (Richard, 1974:31-54). membedakan  perspektif belajar teaching perspectif dan perspektif belajar ‘learning perspektif’.
Perpektif pengajaran dihubungkan dengan usaha mengantisipasi metodologi yang ada kaitannya antara masukan dengan hasil yang akan dicapai.
6.      Interferensi
Memahami pengertian interferensi yang dikutipan di atas, terdapat prinsip:
(1)   terdapat pengaruh
(2)   pengaruh itu berasal dari bahasa pertama atau bahasa itu
(3)   bahasa pertama itu sistemnya berbeda dengan bahasa yang sedang dipelajari
(4)   bahasa pertama mempengaruhi si terdidik ketika ia mempelajari bahasa kedua
*      Kemudian pada buku Markhamah,dkk bab 4 membahas tentang “Kalimat Bervariasi”
Soedjito dalam (Markhamah, 2009:64) membedakan variasi berdasarkan urutan dan jenis kalimat. Yang dimaksud variasi urutan adalah urutan unsur-unsur fungsi berbeda. Berbeda urutan dimaksud adalah urutan biasa dan urutan inverse. Adapun berdasarkan jenis kalimat dibedakan jadi dua; varasi aktif dan pasif.
a.       Kalimat Bervariasi Urutan
Pada setiap kalimat terdapat subjek-predikat-objek-keterangan (S-P-O-K) atau bervariasi.
Contoh:
Pemuda itu bekerja dengan tekun
         S                   P
atau
Bekerja dengan tekun pemuda itu
                  P                      S
Kalimat di atas merupakan kalimat yang bersusun biasa, yaitu S-P. Kalimat (1a) adalah kalimat yang bersusun inverse, yakni P-S.
Untuk menghasilkan variasi urutan yang baik, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan:
o   Keterangan kalimat yang letaknya bebas dapat dipertukarkan tempatnya.
o   Objek sebagai bagian dari predikat tidak dapat dipisahkan.
o   Predikat yang berupa verba pasif pelaku orang 1 dan 2 pokok kata kerja tidak dapat dipisahkan.
o   Predikat yang berupa kata kerja rangkap dapat divariasikan dengan diinversikan (dibalik susunannya) atau diprolepsisikan (digeser posisinya).
o   Keteranga subjek tidak dipisahkan dengan subjeknya sebagai induknya.
o   Keterangan subjek tidak dipisahkan dengan subjeknya sebagai induknya
o   Keterangan objek tidak dapat dipisahkan dengan objeknya.
b.      Kalimat Bervariasi Aktif-Pasif
Kalimat variasi aktif-pasif adalah variasi yang terjadi pemakaian bahasa (bisa berupa kalimat atau wacana).
c.       Kalimat Bervariasi berita-perintah tanya.
Variasi ini adalah variasi jenis kalimat berdasarkan intonasinya. Berdasarkan intonasinya kalimat dibedakan menjadi kalimat berita, kalimat perintah dan kalimat tanya.
Kalimat berita, yakni kalimat yang isinya memberitahukan, kalimat tanya adalah kalimat yang isinya menanyakan sesuatu, sedangkan kalimat perintah adalah kalimat yang isinya memerintah orang lain untuk melakukan suatu tindakan.
d.      Kalimat Bervariasi Panjang-pendek
Variasi berikutnya adalah variasi panjang pendek kalimat. Paragraf yang baik sebaiknya tidak seluruhnya kalimat panjang. Tetapi, sebaliknya paragraf itu juga tidak terdiri atas kalimat-kalimat yang pendek semua. Kalimat panjang merupakan hasil perluasan atau penggabungannya dari klausa.

BAB V
Pada buku Nanik Setyawati, M.Hum. Pada bab V membahas tentang “Kesalahan Berbahasa Tataran Sintaksis”
Sintaksis adalah cabang linguistik tentang susunan kalimat dan bagian-bagiannya; ilmu tata kalimat (Tim Penyusun Kamus, 1996:946).
Ramlan dalam (Setyawati, 2010:75) mendefinisikan sintaksis sebagai bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase; berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk kata dan morfem.
5.1 Kesalahan dalam Bidang Frasa
Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya: (a) adanya pengaruh bahasa daerah, (b) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (c) kesalahan susunan kata, (d) penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, (e) penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan, (f) penjamakan yang ganda, dan (g) penggunaan bentuk respirokal yang tidak tepat.
5.1.1 Adanya Pengaruh Bahasa Daerah
Kedwibahasaan yang ada di Indonesia menimbulkan pengaruh yang besar dalam pemakaian bahasa. Ada kecenderungan bahasa daerah merupakan B1, sedangkan bahasa Indonesia merupakan B2 bagi rakyat Indonesia atau pemakai bahasa. Dengan kata lain, kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana sebagai akibat pengaruh bahasa daerah dapat kita jumpai dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut juga dapat diperhatikan dalam pemakaian frasa yang tidak tepat berikut ini:
Bentuk tidak baku
(1)               Tunggu sebentar kalau ingin makan, sayurnya belon mateng!
(2)               Kalau harus disuruh menunggu, dia sudah tidak sabaran lagi.
Dalam ragam baku, unsur-unsur yang dicetak miring pada kalimat 1 dan 2 di atas merupakan contoh pemakaian frasa yang salah. kesalahan itu dipengaruhi dari bahasa daerah.
Bentuk baku
(1a) Tunggu sebentar kalau ingin makan, sayurnya belum masak!
(2a) Anak-anak sedang tidur di ruang tengah.
5.1.2 Penggunaan Preposisi yang Tidak Tepat
Perhatikan pemakaian preposisi yang salah dalam kalimat-kalimat berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
(1)               Tolong ambilkan buku saya pada laci meja itu.
(2)               Di hari bahagia ini aku persembahkan sebuah lagu untukmu.
Kata-kata yang bercetak miring pada ketiga kalimat di atas merupakan penggunaan preposisi yang tidak tepat. Pada kalimat (1) lebih tepat menggunakan preposisi yang menyatakan tempat, yaitu di; pada kalimat (2) lebih tepat menggunakan preposisi yang menyatakan waktu, yaitu pada.
Bentuk Baku
(1a) Tolong ambilkan buku saya di laci meja itu.
(2a) Pada hari bahagia ini aku persembahkan sebuah lagu untukmu.
5.1.3 Susunan Kata yang Tidak Tepat
Salah satu akibat pengaruh bahasa asing adalah kesalahan dalam susunan kata. Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
(1)               Ini hari kita akn menyaksikan berbagai atraksi yang dibawakan oleh putra putri kita.
(2)               Lokakarya itu akan diselenggarakan di Anjani Kembar Hotel selama satu minggu.
Susunan kata yang di cetak miring pada kalimat 1 dan 2 tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia . Hal tersebut  berawal dari terjemahan harfiah dari bahasa asing itu ke dalam bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dengan bahasa asing yang berbeda tersebut menyebabkan terjadi kesalahan berbahasa.
Bentuk Baku
(1a) Hari ini kita akan menyaksikan berbagai atraksi yang dibawakan oleh putra-putri kita.
(2a) Lokakarya itu akan diselenggarakan di Hotel Anjani Kembar selama satu minggu.
5.1.4 Penggunaan Unsur yang Berlebihan atau Mubazir
            Sering dijumpai pemakaian kata-kata yang bermakna sama (bersinonim).
Bentuk Tidak Baku
(1)               Dilarang tidak boleh merokok di sini!
(2)               Kita pun juga harus berbuat baik kepada mereka
Kata-kata yang dicetak miring pada kalimat di atas bersinonim. oleh karena itu, yang digunakan salah satu saja agar tidak mubazir.
(1)   a. Dilarang merokok di sini!
b. Tidak boleh merokok di sini!
      (2) a. Kita pun harus berbuat baik kepada mereka.
            b. Kita juga harus berbuat baik kepada mereka.
5.1.5 Penggunaan Bentuk Superlatif yang Berlebihan
Bentuk superlative adalah suatu bentuk yang mengandung arti ‘paling’ dalam suatu perbandingan. Jika ada dua adverbial digunakan sekaligus dalam menjelaskan adjektiva pada sebuah kalimat, terjadilah bentuk superlative yang berlebihan.
      Bentuk Tidak Baku
(1)   Pengalaman itu sangat menyenangkan sekali.
(2)   Anak itu termasuk anak yang sangat pandai sekali di kelasnya.
Kita harus membiasakan memakai kalimat-kalimat seperti di bawah ini untuk memperbaiki alimat-kalimat di atas.
Bentuk Baku
(1)   a. Pengalaman itu sangat menyenangkan.
      b. Pengalaman itu menyenangkan sekali.
 (2) a. Anak itu termasuk anak yang sangat pandai di kelasnya.
      b. Anak itu termasuk anak yang pandai sekali di kelasnya.
5.1.6 Penjamakan yang Ganda
Contoh bentuk penjamakan ganda dalam bahasa Indonesia berikut ini:
Bentuk tidak baku:
(1)                Para dosen-dosen sedang mengikuti seminar di ruang auditorium.
(2)                Banyak buku-buku sudah dicetak oleh penerbit Angkasa.
Dalam sebuah kalimat untuk penanda jamak sebuah kata cukup menggunakan satu penanda saja; jika sudah terdapat penanda jamak tidak perlu kata yang diulang.
Bentuk baku:
(1)               Para dosen sedang mengikuti seminar di ruang auditorium.
(2)               Banyak buku sudah dicetak oleh penerbit Angkasa.
5.1.7 Penggunaan Bentuk Resiprokal yang Salah
Bentuk resiprokal adalah bentuk bahasa yang mengandung arti ‘berbalasan’. Bentuk resiprokal dapat dihasilkan dengan cara menggunakan kata saling atau dengan kata ulang berimbuhan.
Bentuk tidak baku:
(1)               Sesama pengemudi dilarang saling dahulu-mendahului.
(2)               Dalam pertemuan itu para mahasiswa dapat saling tukar-menukar informasi.
Bentuk baku:
(1)               Sesama pengemudi dilarang saling mendahului.
(2)               Dalam pertemuan itu para mahasiswa dapat saling menukar informasi.
5.2 Kesalahan dalam Bidang Kalimat
5.2.1 Kalimat Tidak bersubjek
Kalimat yang subjeknya tidak jelas terdapat dalam kalimat rancu, yaitu kalimat yang berpredikat verba aktif transitif di depan subjek terdapat posisi. Perhatikan contoh berikut:
Bentuk tidak baku:
(1)               Dari pengalaman selama ini menunjukkan bahwa program KB belum dapat dianggap sebagai usaha yang dapat memecahkan masalah penduduk.
(2)               Untuk kegiatan itu memerlukan biaya yang cukup banyak.
Bentuk baku:
(1)               Dari pengalaman selama ini ditunjukkan bahwa program KB belum dapat dianggap sebagai usaha yang dapat memecahkan masalah penduduk.
(2)               Untuk kegiatan itu diperlukan biaya yang cukup banyak.
5.2.2 Kalimat tidak berpredikat
Kalimat yang tidak memiliki predikat disebabkan oleh adanya keterangan subjek yang beruntun atau terlalu panjang. Perhatikan contoh berikut:
Bentuk tidak baku:
(1)               Bandar Udara Soekarno-Hatta yang dibangun dengan menggunakan teknik cakar ayam yang belum pernah digunakan di mana pun di dunia sebelum ini karena teknik itu memang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini oleh para rekayasa Indonesia.
(2)               Proyek raksasa yang menghabiskan dana yang besar serta tenaga kerja yang banyak dan ternyata pada saat ini sudah dimulai beroperasi karena dikerjakan siang dan malam dan sudah diresmikan pada awal Repelita yang lalu oleh Kepala Negara.
Bentuk baku:
(1)               Bandar Udara Soekarno-Hatta dibangun dengan menggunakan teknik cakar ayam yang belum pernah digunakan di mana pun di dunia sebelum ini karena teknik itu memang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini oleh para rekayasa Indonesia.
(2)               Proyek raksasa yang menghabiskan dana yang besar serta tenaga kerja yang banyak itu ternyata pada saat ini sudah dimulai beroperasi karena dikerjakan siang dan malam dan sudah diresmikan pada awal Repelita yang lalu oleh Kepala Negara.
5.2.3 Kalimat Tidak Bersubjek dan Tidak Berpredikat (Kalimat Buntung)
Kalimat yang tidak bersubjek dan tidak berpredikat disebut dengan kalimat bunting.
Perhatikan contoh berikut:
Bentuk tidak baku:
(1)               Lelaki itu menatapku aneh. Serta sulit dimengerti.
(2)               Di negeri saya ajaran itu sulit diterima. Dan sukar untuk dilaksanakan.
Kalimat kedua pada masing-masing kalimat di atas (yang diawali oleh kata-kata yang tercetak miring) bukan kalimat baku karena kalimat-kalimat tersebut buntung, tidak bersubjek dan tidak berpredikat.
Bentuk baku:
(1)               Lelaki itu menatapku aneh serta sulit dimengerti.
(2)               Di negeri saya ajaran itu sulit diterima dan sukar untuk dilaksanakan.
5.2.4 Penggandaan Subjek
Penggandaan subjek kalimat menjadikan kalimat tidak jelas bagian yang mendapat tekanan. Perhatikan contoh berikut:
Bentuk tidak baku:
(1)               Persoalan itu kami sudah membicarakannya dengan Bapak Direktur.
(2)               Rumah yang bertingkat itulah orang asing tinggal.
Bentuk baku:
(1)               Persoalan itu sudah kami bicarakan dengan Bapak Direktur. (kalimat pasif bentuk diri).
(2)               Kami sudah membicarakan persoalan itu dengan Bapak Direktur. (kalimat aktif).
5.2.5 Antara Predikat dan Objek yang Tersisipi
Perhatikan kalimat-kalimat yang diantara predikat dan objek tersisipi preposisi.
Bentuk tidak baku:
(1)               Kami mengharap atas kehadiran Saudara tepat pada waktunya.
(2)               Rapat yang diselenggarakan pada minggu yang lalu membicarakan tentang hak dan kewajiban pegawai negeri sipil.
Bentuk baku:
(1)               Kami mengharap kehadiran Saudara tepat pada waktunya.
(2)               Rapat yang diselenggarakan pada minggu yang lalu membicarakan hak dan kewajiban pegawai negeri sipil.
5.2.6 Kalimat Tidak Logis
Kalimat tidak logis adalah kalimat yang tidak masuk akal.
Bentuk tidak baku:
(1)               Yang sudah selesai mengerjakan soal harap dikumpulkan.
(2)               Untuk mempersingkat waktu, kita lanjutkan acara ini.
Bentuk baku:
(1)               Yang sudah selesai mengerjakan soal harap mengumpulkan pekerjaannya.
(2)               Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara ini.
5.2.7 Kalimat yang Ambiguitas
Ambiguitas adalah kegandaan arti kalimat, sehingga meragukan atau sama sekali tidak dipahami orang lain.
Bentuk ambiguitas:
(1)               Pintu gerbang istana yang indah terbuat dari emas.
(2)               Mobil rektor yang baru mahal harganya.
Bentuk tidak ambiguitas:
(1)   a. Pintu gerbang yang indah di istana itu terbuat dari emas.
b. Pintu gerbang yang ada di istana yang indah itu terbuat dari emas.
(2) a. Mobil yang baru kepunyaan rektor, mahal harganya.
b. Mobil itu kepunyaan rektor yang baru, mahal harganya.

5.2.8 Penghilangan Konjungsi
Penghilangan konjungsi di dalam kalimat membuat kalimat tersebut tidak efektif (tidak baku). Perhatikan contoh berikut:
Bentuk tidak baku:
(1)               Sering digunakan untuk kejahatan, komputer ini kita dilengkapi pula dengan alat pengamanan.
(2)               Membaca surat Anda, saya sangat kecewa.
Bentuk baku:
(1)               Karena sering digunakan untuk kejahatan, komputer ini kita dilengkapi pula dengan alat pengamanan.
(2)               Setelah membaca surat Anda, saya sangat kecewa.
5.2.9 Penggunaan Konjungsi yang Berlebihan
Terjadinya konjungsi yang berlebihan dikarenakan terjadi dua kaidah bahasa bersilang dan bergabung dalam sebuah kalimat.
Bentuk tidak baku:
(1)               Walaupun dia belum istirahat seharian, tetapi dia datang juga di pertemuan RT.
(2)               Untuk penyaluran informasi yang efektif, maka harus dipergunakan sinar inframerah karena sinar itu mempunyai dispersi yang kecil.
Bentuk baku:
(1)               Walaupun dia belum istirahat seharian, dia datang juga di pertemuan RT.
(2)               Untuk penyaluran informasi yang efektif, harus dipergunakan sinar inframerah karena sinar itu mempunyai dispersi yang kecil.
5.2.10 Urutan yang Tidak Pararel
Di bawah ini merupakan kalimat-kalimat yang tidak paralel dan tidak sejajar.
Bentuk tidak baku:
(1)               Dengan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadap profesinya serta memahami akan tugas yang diembannya, dokter Joko telah berhasil mengakhiri masa jabatannya dengan baik.
(2)               Harga BBM dibekukan atau kenaikan secara luwes.
Rincian pada kalimat di atas harus diusahakan paralel. Jika unsur pertama berupa nomina, unsur berikutnya juga berupa nomina; jika unsur pertama berupa adjektiva, unsure berikutnya juga berupa adjektiva.
Bentuk baku:
(1)               Dengan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadap profesinya serta pemahaman akan tugas yang diembannya, dokter Joko telah berhasil mengakhiri masa jabatannya dengan baik.
(2)               Harga BBM dibekukan atau dinaikan secara luwes.
5.2.11 Penggunaan Istilah Asing
Pengguna bahasa Indonesia yang memiliki kemahiran menggunakan bahasa asing tertentu sering menyelipkan istilah asing dalam pembicaraan atau tulisannya. Perhatikan contoh berikut:
Bentuk tidak baku:
(1)               At last, semacam task force perlu dibentuk dahulu untuk job ini.
(2)               Kita segera menyusun project proposal dan sekaligus budgeting-nya.
Bentuk baku:
(1)               Akhirnya, semacam satuan tugas perlu dibentuk dahulu untuk pekerjaan ini.
(2)               Kita segera menyusun rancangan kegiatan dan sekaligus rancangan biayanya.
5.2.12 Penggunaan Kata Tanya yang Tidak Perlu
Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai penggunaan bentuk-bentuk di mana, yang mana, hal mana, dari mana, dan kata-kata tanya yang lain sebagai penghubungatau terdapat dalam kalimat berita (bukan kalimat tanya). Contoh-contohnya adalah sebagai berikut:
Bentuk tidak baku:
(1)               Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.
(2)               Saskia membuka-buka album dalam mana ia menyimpan foto terbarunya.
Bentuk baku:
(1)               Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung perekonomian Negara harus senantiasa ditingkatkan.
(2)               Saskia membuka-buka album tempat ia menyimpan foto terbarunya.
Pada buku Henry Guntur Tarigan bab V membahas tentang Analisis Kesalahan Berbahasa. Yang di dalamnya terdapat Kesalahan Berbahasa, Taksonomi Kategori Linguistik, Taksonomi Siasat Permukaan, Taksonomi Komparatif, Taksonomi Efek Komunikatif, Alanisis Kesalahan Berbahasa, Koreksi Kesalahan Berbahasa, Sebuah Model AKB Indonesia.
1.                  Kesalahan Berbahasa
Kesalahan adalah bagian konversasi atau komposisi yang menyimpang dari beberapa norma baku (atau norma terpilih) dari performasi bahasa orang dewasa (Dulay[et al], 1982 : 277). Istilah “kesalahan” yang di pergunakan dalam buku ini adalah padanan dari kata “errors” dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris sendiri kata errors mempunyai sinonim, antara lain: mistakes dan goofs. Demikian pula halnya dalam bahasa Indonesia, di samping kata kesalahan kita pun mengenal kata kekeliruan dan kata kegagalan.
Ada beberapa pakar yang memperbincangkan ragam kesalahan berbahasa itu. Kesalahan berbahasa “ language errors” memang beraneka ragam jenisnya dan dapat di kelompok-kelompokan dengan berbagai cara sesuai dengan cara kita memandangnya. Dengan perkataan lain, setiap sudut pandang menghasilkan pengelompokan tertentu.
Ada pakar yang membedakannya menjadi dua jenis, yaitu:
a)                  kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keleihan, dan kurangnya perhatian, yang oleh Chomsky (1965) disebut faktor performasi, kesalahan performasi ini, yang merupakan kesalahan penampilan, dalam beberapa kepustakaan disebut “mistakes”.
b)                  Kesalahan yang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa, yang disebut oleh Chomsky (1965) sebagai faktor kompetensi, merupakan penyimpangan-penyimpangan sistematis yang disebabkan oleh pengetahuan pelajar yang sedang berkembang mengenai sistem B2 (atau bahasa kedua) disebut “errors” (Corder, 1967).
Ada pula pakar yang membuat kategorisasi kesalahan berbahasa seperti berikut ini:
1)                  Interference-like Goofs: kesalahan yang mencerminkan atau merefleksikan struktur bahasa ibu atau bahasa asli (native language), dan yang tidak terdapat pada data pemerolehan bahasa pertama (PBI) yang berasal dari bahasa sasaran.
2)                  LI Developmental Goofs: kesalahan yang mencerminkan atau merefleksikan struktur batin ibu, tetapi terdapat pada data PBI berdasarkan sasaran.
3)                  Ambiguous Goofs: kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai Interference-like Goofs maupun sebagai LI Developmental Goofs.
4)                  Unique Goofs: kesalahan yang tidak merefleksikan bahasa pertama (B1) dan juga tidak terdapat pada data PBI bahasa sasaran.
(Dulay & Burt, 1985; Richards [ed], 1985 : 115).
Disamping ragam kesalahan berbahasa yang telah ditemukan di atas, terdapat pula pengklasifikasian atau taksonomi bag kesalahan-kesalahan berbahasa itu. Ada empat taksonomi yang penting dan perlu diketahui mengenai kesalahan berbahasa, yaitu:
a.                  Taksonomi Kategori Linguistik
Taksonomi-taksonomi kategori linguistik mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa berdasarkan komponen linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi oleh kesalahan, ataupun berdasarkan kedua-duanya. Komponen-komponen bahasa mencakup fonologi (ucapan), sintaksis dan morfologi (tata bahasa; gramatika), semantik dan leksikon (makna dan kosa kata), dan wacana (gaya).
b.                  Taksonomi Siasat Pertukaran
Taksonomi siasat permukaan menyoroti bagaimana caranya struktur-struktur permukaan berubah. Para plajar mungkin saja:
-                      Menghindarkan / menghilangkan butir-butir penting; atau
-                      Menambahkan sesuatu yang tidak perlu; atau
-                      Salah memformasikan butir-butir; ataupun
-                      Salah menyusun butir-butir tersebut.
Akan tetapi, para peneliti mencatat bahwa unsur-unsur permukaan suatu bahasa berubah dengan/dalam cara-cara yang spesifik dan sistematis.
Menganalisis kesalahan-kesalahan dari perspektif siasat permukaan memang memberi banyak harapan bagi para peneliti, terutama sekali yang berkaitan dengan pengenalan proses-proses kognitif yang mendasari rekonstruksi pelajar mengenai bahasa baru yang dipelajarinya. Hal itu juga menyadarkan kita bahwa kesalahan-kesalahan pelajar memang berdasarkan beberapa logika. Kesalahan-kesalahan tersebut bukanlah merupakan kemalasan atau berpikir, tetapi merupakan akibat penggunaan prinsip-prinsip sementara untuk menghasilkan bahasa baru yang dilakukan oleh sang pelajar.
Secara garis esarnya, kesalahan-kesalahan yang terkandung dalam taksonomi siasat permukaan ini adalah:
1)                  Penghilangan (omission)
2)                  Penambahan (addition)
3)                  Salah formasi (misformation)
4)                  Salah susun (misodering)
c.                   Taksonomi Komparatif
Klasifikasi kesalahan-kesalahan dalam taksonomi komparatif (atau comparative taxonomy) didasarkan pada perbandingan-perbandingan antara struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe konstruksi tertentu lainnya. Sebagai contoh kalau kita menggunakan taksonomi komparatif untuk mengkalasifikasikan kesalahan-kesalahan pelajar Indonesia yang belajar bahasa Inggris, maka kita dapat membandingkan struktur kesalahan pelajar tesebut dengan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pelajar yang memperoleh bahasa Inggris sebagai B1. Berdasarkan perbandingan tersebut maka dalam taksonomi komparatif dapat dibedakan:
1)                  Kesalahan perkembangan (development errors) adalah kesalahan-kesalahan yang sama dengan yang dibuat anak-anak yang belajar bahasa sasaran sebagai B1 mereka.
2)                  Kesalahan antar bahasa (interlingual errors) sebagai kesalahan yang semata-mata mengacu kepada kesalahan B2 yang mencerminkan struktur bahasa asli atau bahasa ibu, tanpa menghiraukan proses-proses interlingual atau kondisi-kondisi eksternal yang menimbulkannya.
3)                  Kesalahan lainnya (other errors) adalah kesalahan-kesalahan yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Selama kesalahan itu tidak sama dengan yang dibuat oleh anak-anak dalam perkembangan B1 maka kesalahan itu memang dan harus unik bagi pelajar B2; dan selanjutnya, selagi kesalahan itu bukan kesalahan antar bahasa, maka setidak-tidaknya beberapa di antaranya harus merupakan refleksi unik atau pencerminan khas dari konstruksi keratif.
d.                  Taksonomi Efek Komunikatif
Kalau taksonomi siasat permukaan  dan taksonomi komparatif memutuskan perhatian pada aspek-aspek kesalahan itu sendiri, maka taksonomi efek komunikatif memandang serta menghadapi kesalahan-kesalahan dari perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca. Pertanyaan yang mendasari tipe analisis kesalahan ini adalah: tipe kesalahan mana yang membuat suatu frasa atau kalimat tidak dapat dipahami oleh sang penyimak atau sang pembaca ?.
Keslahan yang mempengaruhi seluruh organisasi kalimat mengganggu keberhasilan komunikasi, sedangkan kesalahan yang hanya mempengaruhi suatu unsur kalimat biasanya tidak mengganggu komunikasi. Berdasarkan terganggu atau tidaknya komunikasi karena kesalahan-kesalahan yang ada, maka dapatlah dibedakan dua jenis kesalahan, yaitu:
1)                  Kesalahan Global adalah kesalahan yang mempengaruhi seluruh organisasi kalimat sehingga benar-benar mengganggu komunikasi. Karena luasnya cakupan sintaktik kesalahan-kesalahan serup itu, maka Burt dan Kiparsky menyebut kategori ini kesalahan “global”.
Kesalahan-kesalahan global yang paling sistematis mencakup:
·                     Salah menyusun unsur pokok
·                     Salah menempatkan atau tidak memakai kata sambung
·                     Hilangnya ciri kalimat pasif
2)                  Kesalahan Lokal adalah kesalahan yang mempengaruhi sebuah unsur dalam kalimat yang biasanya tidak mengganggu komunikasi secara signifikan. Karena kesalahan-kesalahan ini hanya terbatas pada suatu bagia kalimat saja, maka Burt dan Kiparsky menyebutnya kesalahan “lokal”.
e.                   Analisis Kesalahan Berbahasa
Analisis kesalahan berbahasa itu merupakan suau “proses”. Sebagai suatu proses maka ada prosedur yang harus dituruti selaku pedoman kerja. Prosedur ini terdiri dari beberapa tahap. Corder (1974) telah mengemukakakn suatu prosedur bagi AKB seperti:
a)                  Memilih Korpus Bahasa
Kegiatan pada tahap ini meliputi:
o        Menetapkan luas sampel
o        Menentukan media sampel (lisan atau tulisan)
o        Menentukan kehomogenan sampel (yang berkaitan dengan usia pelajar, latar belakang B1, tahap perkembangan, dan lain-lain)
b)                  Mengenali kesalahan dalam Korpus
Menurut Corder (1971) perlu diadakan pembedaan antara lapses (yaitu kesalahan atau penyimpangan yang terdapat dalam kalimat yang merupakan akibat dari pembatasan-pembatasan pemrosesan ketimbang kurangnya kompetensi) dengan errors (kesalahan atau penyimpangan yang terdapat dalam kalimat yang merupakan akibat kurangnya kompetensi). Beliau juga mengutarakan bahwa kalimat-kalimat dapat berupa overlty idiosyncaratic (yaitu yang itu mempunyai cacat yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa sasaran), dan coverlty idiosyncaratic (aitu yang secara sepintas merupakan baik, tetapi bila konteks pemakaiannya diuji dan diteliti ternyata tidak gramatis).
c)                  Mengkalasifikasikan Kesalahan
Pada tahap ini mencakup penetapan atau penentuan pemerian gramatikal bagi setiap kesalahan, misalnya:
o        Kesalahan di bidang fonologi
o        Kesalahan di bidang morfologi
o        Kesalahan di bidang sintaksis
o        Kesalahan di bidang semantik
d)                 Menjelaskan Kesalahan
Pada tahap ini merupakan upaya untuk mengenali enyebab psikolinguistik kesalahan-kesalahan tersebut. Misalnya, upaya dapat diadakan untuk menentukan proses yang bertanggung jawab bagi setiap kesalahan.
e)                  Mengevaluasi Kesalahan
Pada tahap ini mencakup penaksiran keseriusan setiap kesalahan agar dapat mengambil keputusan bagi pengajaran bahasa. Evaluasi kesalahan berbahasa hanyalah bermanfaat kalau maksud dan ujuan AKB bersifat pedagogis.

f.                   Koreksi Kesalahan Berbahasa
Burt dan Kiparsky (1974), menyarankan agar para guru dapat membedakan antara :
-                      Kesalahan lokal atau kesalahan yang tiak melebihi batas-batas atau kalimat tunggal; dan
-                      Kesalahan global atau kesalahan yang mengganggu pemahaman dengan jalan menimbulkan kekacauan dalam hubungan diantara dan sesama unsur-unsur utama wacana.
Pada buku Mansoer Pateda. Pada bab V membahas tentang “Kesalahan Menyimak dan Berbicara”.
a.       Menyimak
Menjelaskan mengenai menyimak dan berbicara hal ini dikarenakan, menyimak dan berbicara menurutnya berpotensi untuk menjadi salah satu penyebab kesalahan dalam berbahasa. Menyimak bisa terjadi ketika seorang peserta didik salah paham dalam menyimak pemberian materi yang dibawakan oleh pendidik di dalam kelas atau kesalahan terjadi karena pendidik salah berbicara mengenai materi di kelas sehingga terjadinya kesalahan berbahasa. Disebutkan hal-hal yang dapat mengganggu proses menyimak yaitu, ketidakjelasan pesan yang berasal dari pembaca, bahasa yang digunakan sulit dimengerti, rusak atau tidak adanya alat dengar penyimak, suasana psikologis penyimak, dan gangguan dari luar (suasana yang bising misal akibat dekatnya sekolah dengan jalan raya). Kesalahan yang diakibatkan jika gagal dalam menyimak yaitu, kesalahan dalam mengidentifikasi bunyi dan kata berhomonim.
Kesalahan mengidentifikasi bunyi bahasa, Apabila siterdidik mendengar bunyi-bunyi bahasa yang asing baginya, si terdidik cenderung berbuat kesalahan atau ia akan menyamakan bunyi-bunyi yang didengarnya itu dengan bunyi-bunyi yang agak mirip dalam bahasa ibunya. Kesalahan ini disebut kesalahan menyamakan. Kesalahan menyimak berupa:
-          Susah membedakan fonem
-          Tekanan kata
-          Intonasi
-          Bentuk-bentuk lafal menurun
-          Palafalan cepat silabi tidak bertekanan
-          Pengungkapan komunikasi yang fungsinya berbeda karena intonasi
-          Menyimpulkan, memahami, dan mengantisipasi isi ujaran
-          Kaluar dari masalah yang diketengahkan dalam ujaran
-          Belum lancer menggunakan kata dengan kecepatan biasa
-          Penggunaan aksen
-          Kata-kata yang homonym
b.      Berbicara
Berbicara adalah aktifitas menusia menggunakan bahasa secara lisan. Oleh karena bahasa yang digunakan berwujud bahasa lisan, maka yang penting adalah pelafalan dan kata-kata atau kalimat yang digunakan. Berdasarkan hal-hal itu, kesalahan yang didapati kalau siterdidik berbicara adalah:
-          Kesalahan melafalkan bunyi-bunyi bahasa
-          Kesalahan memilih kata-kata atau istilah yang tepat
-          Kesalahan lain yang tampak ketika orang berbicara
-          Kita juga dapat mendengar kesalahan orang berupa pengungkapan pikiran yang tidak jelas, kacau
-          Kesalahan lain yang terdapat pada pembicaraan orang, yakni struktru kalimat itu sendiri
-          Kesalahan lain yang kita dapati kalau orang berbicara, yakni menggunakan kata-kata yang mubazir
Pada buku Markhamah, dkk. Pada bab V membahas tentang “Kesalahan Struktur”. Sugono, dalam (Setyawati, 2010:99) menyatakan beberpa penyebab kesalahan itu. Pertama, kesalahan yang diakibatkan oleh ketaksaan. Kedua, kesalahan yang menyebabkan diksi yang kurang tepat. Ketiga, kesalahan yang diakibatkan oleh ejaan yang kurang tepat.
A.                Kesalahan Struktur karena Kerancuan Aktif-Pasif
Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya verba berimbuhan meN-dengan segala kombinasinya dan subjek tidak awali oleh kata depan. Kalimat pasif adlah kalimat yang predikatnya verba berimbuhan di- atau ter- atau verba pasif pelaku orang I/II + pokok kata kerja. Penutur/penulis sering tidak menyadari bahwa kalimat yang diucapkannya/ditulisnya merupakan kalimat yang rancu. Kalimat seperti ini menimbulkan ketaksaan/ kemenduaan makna.
(1)               Saya telah informasikan bahwa hari kita akan mengunjungi para korban bencana.
Kalimat (1) strukturnya rancu yang mengakibatkan maknanya ganda. Makna unsur yang merupakan subjek, bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana ataukah saya. Jika bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana  sebagai pengisi fungsi S, predikatnya seharusnya verba pasif telah saya informasikan (perhatikan kalimat (1a). Sebaliknya, jika S-nya saya, predikatnya harusnya verba aktif menginformasikan. Dengan begitu, bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana mengisi fungsi objek (O) (perhatikan kalimat (1b).

(1a) Telah saya informasikan / / bahwa hari ini kita akan
                                                P                                    S
                        mengunjungi para korban bencana.
(1b) Saya / / telah menginformasikan / / bahwa hari ini kita akan
            S                                  P                                    O
 mengunjungi para korban bencana.
B.                 Kesalahan Struktur Karena Subjek dan Keterangan
Perhatikan contoh berikut:
(1)               Dalam seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak memutuskan tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
(2)               Dari hasil pengamatan para peneliti di laboratoriumkimia membuktikan bahwa ait itu banyak mengandung bakteri .
Kalimat (1) dan (2) termasuk kalimat yang tidak benar karena subjeknya berketerangan. Yang dimaksud subjek berketerangan di sini di dalam subjek terdapat komponen keterangan.
(1a) Seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak memutuskan tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
(2a) Hasil pengamatan para peneliti di laboratoriumkimia membuktikan bahwa ait itu banyak mengandung bakteri.
C.                Kesalahan Struktur Karena Pengantar Kalimat
Kata-kata itu merupakan pengantar kalimat. Jika bagian kalimat itu kemudian diikuti nomina pelaku orang pertama sering menimbulkan ketaksaan antara ungkapan pengantar kalimat dengan predikat kalimat. Misalnya, menurut petugas mitigasi bencana menyatakan….. penulis sering kali lupa bahwa subjek kalimat itu belum ada. Adanya kata menurut mengaburkan subjek.

D.      Kesalahan Struktur Karena Penghubung Terbagi Yang Kurang Tepat
Dalam kalimat sering ditemukan kalimat yang menggunakan penghubung yang berupa pasangan atau dua penghubung, misalnya:
Meskipun….., tetapi….
Walaupun….., namun……
Biarpun….., akan tetapi…..

E.                 Kesalahan Struktur Karena Ketiadaan Induk Kalimat

Dalam pemakaian bahasa sering ditemui kalimat yang panjang, tetapi unsur-unsurnya tidak lengkap. Misalnya, S kalimat tidak ada, atau P-nya tidak ada. Hal seperti itu terjadi apabila anak kalimat dan induk kalimat sama-sama didahului oleh kata penghubung atau konjungsi. Konjungsi yang sering mengaburkan makna anak kalimat dan mana induk kalimat adalah konjung yang berupa pasangan, seperti:
Karena….. maka…..
Berhubung….., maka….
Karena……, sehingga….
Jika……, maka….

BAB VI
Pada buku Nanik Setyawati, M.Hum. Pada bab VI membahas tentang “Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik”
Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik ini penekanannya pada penyimpangan makna, baik yang berkaitan dengan fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat yang maknanya menyimpang dari makna yang seharusnya, maka tergolong ke dalam kesalahan berbahasa ini.
Makna yang tidak tepat tersebut dapat berupa :
a.                   Kesalahan penggunaan kata-kata yang mirip.
Kata-kata yang bermiripan tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yakni (i) pasangan yang seasal, contoh : kurban dan korban; (ii) pasangan yang bersaing, contoh: kualitatif dan kwalitatif; dan (iii) pasangan yang terancunkan, contoh: sah dan syah (Alwi(Setyawati,103:2010)).
b.                  Kesalahan pilihan kata atau diksi
Penggunaan kata-kata yang saling menggantikan yang dipaksakan akan menimbulkan perubahan makna kalimat bahkan merusak struktur kalimat, jika tidak disesuaikan dengan makna atau maksud kalimat yang sebenarnya. Pilihan kata yang tidak tepat sering penggunaannya divariasikan secara bebas, sehingga menimbulkan kesalahan. Kalimat seperti tidak bermasalah, jika dicermati sekilas saja. Contoh: mantan dan bekas, busana dan baju, jam dan pukul dan lain-lain.
Berikut merupakan penguraian dari kata-kata yang mirip;
6.1              Kesalahan karena Pasangan yang Seasal
Pasangan yang seasal adalah pasangan kata ynag memiliki bentuk asal yang sama dan maknanya pun berdekatan (Alwi(Setyawati, 104:2010)). Seperti kata kurban dan korban, kata tersebut sebenarnya bersal dari kata yang sama dari bahasa Arab, yaitu qurban. Kedua kata itu merupakan kata baku di dalam bahasa Indonesia. Dalam perkembangannya, qurban diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan penyesuaian ejaan dan dengan perkembangan makna yang berbeda. Akibat ketidakhati-hatian pemakai bahasa, kedua kata tersebut sering dipertukarkan pemakaiannya. Contoh:
Bentuk tidak baku:
a)                  Daging korban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
b)                  Jumlah kurban tanah longsor yang tewas sudah bisa dipastikan.
Berdasarkan perbedaan makna kedua kata tersebut, maka kita dapat memperbaiki kalimat (a) dan (b) menjadi kalimat berikut:
a)                  Daging kurban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
b)                  Jumlah korban tanah longsor yang tewas sudah bisa dipastikan.
Kemudian penggunaan pada kata lolos dan lulus, berikut contohnya:
Bentuk tidak baku:
a)                  Narapidana itu lulus dari penjara tadi malam dengan merusak terali jendela.
b)                  Benang sebesar itu tidak dapat lolos ke lubang jarum yang kecil itu.
Bentuk baku:
a)                  Narapidana itu lolos dari penjara tadi malam dengan merusak terali jendela.
b)                  Benang sebesar itu tidak dapat lulus ke lubang jarum yang kecil itu.

6.2              Kesalahan Pasangan yang Terancukan
Pasangan yang terancukan terjadi jika orang yang tidak mengetahui secara pasti bentuk kata yang benar lalu terkacaukan oleh bentuk yang dianggapnya benar. Berikut contoh kalimatnya:
Bentuk tidak baku:
a)                  Sah Iran sudah pernah berkunjung ke Indonesia.
b)                  Dia sekarang telah Syah menjadi suami saya.
Bentuk baku:
a)                  Syah Iran sudah pernah berkunjung ke Indonesia.
b)                  Dia sekarang telah Sah menjadi suami saya.
Kemudian penggunaan kata folio dan polio juga merupakan contoh kemiripan yang terancukan. contohnya sebagai berikut:
Bentuk tidak baku:
a)                  Pegawai itu baru saja membeli kertas polio di Toko Laris.
b)                  Adiknya sejak kecil menderita penyakit folio
Kata polio memiliki makna ‘penyakit pada tulang’, sedangkan kata folio berarti ‘ukuran kertas’. pemakaian terancukan pada kalimat a dan b.
Bentuk baku:
a)                  Pegawai itu baru saja membeli kertas folio di Toko Laris.
b)                  Adiknya sejak kecil menderita penyakit polio.

6.3              Kesalahan karena Pilihan Kata yang Tidak Tepat
Ada dua istilah yang berkaitan dengan masalah subjudul ini, yaitu istilah pemilihan kata dan pilihan kata. Pemilihan kata adalah proses atau tindakan memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, sedangkan pilihan kata adalah hasil proses atau tindakan tersebut.
Dalam kegiatan berbahasa, pilihan kata merupakan aspek yang sangat penting karena keefetifan bahasa yang digunakan, juga dapat menganggu kejelasan informasi yang disampaikan. Seperti pada contoh berikut:
Ø    Misal pada kata Pukul dan Jam
                        Bentuk tidak baku:
a)                  Hari ini akan kita bicarakan masalah kata majemuk dalam bahasa Indonesia hingga kira-kira jam 14.00.
b)                  Selama dua pukul aku menunggumu di sini, tetapi kamu tidak datang juga.
Bentuk baku:
a)                  Hari ini akan kita bicarakan masalah kata majemuk dalam bahasa Indonesia hingga kira-kira pukul 14.00.
b)                  Selama dua jam aku menunggumu di sini, tetapi kamu tidak datang juga.

Ø    Misal pada kata Mantan dan Bekas
Bentuk tidak baku:
a)                  Mantan perampok itu kini mendekam di terali besi karena dihukum lima tahun.
b)                  Bekas gubernur itu masih berkarisma di mata warga.
Bentuk baku:
a)                  Bekas perampok itu kini mendekam di terali besi karena dihukum lima tahun.
b)                  Mantan gubernur itu masih berkarisma di mata warga.
Pada buku Mansoer Pateda bab VI membahas tentang “Kesalahan Membaca dan Menulis”
Keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar yang dimiliki oleh manusia, kemampuan ini menunjang manusia dalam melakukan komunikasi. Maka, dapat dikatakan bahwa Pateda menuliskan kesalahan keterampilan ini menjadi bab khusus yaitu, untuk menganalisis dari segi praktek sehingga, pembaca tidak usah membayangkan betapa sulitnya mencari kesalahan dalam berbahasa.
Kesalahan dalam membaca dikemukakan oleh Wahidji dalam Pateda (99) yaitu, kesalahan mpengurid kelas VI Sd di daerah Gorontalo, Sulawesi Utara sebagai berikut:
1.      Lafal yang sangat dipengaruhi oleh lafaal dalam bahasa ibu.
2.      Salah membaca kelompok kata (kata-kata yang seharusnya dibaca sebagai satu kelompok dibaca dengan menggunakan jeda diantaranya)
3.      Penggunaan unsur suprasegmental yang tidak tepat, terutama yang berhubungan dengan jeda luar.
4.      Pungtuasa yang belum dikuasai.
Sedangkan kesalahan dalam menulis, biasanya terjadi pada ejaan, bentuk kata, tata kalimat, dan paragraf.
Pada buku Markhamah, dkk. Pada bab VI membahas tentang “Kesantunan Sosiolinguistik dalam Teks Keagamaan.
Santun berarti; (1) halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya sabar dan tenang, sopan, (2) penuh rasa belas kasihan, suka menolong (Tim Penyusun (Markhamah,2009-117)).
Dalam Islam santun adalah bagian dari akhlak. Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang dari kedaan itu lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui pemikiran, pertimbangan, atau penelitian. Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Oleh karena itu, setiap pelajaran agama akan berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang terpuji (mulia) yang disebut akhlaqul karimah. Dalam kaitan dengan komunikasi, akhlak yang diajarkan dalam Islam disejajarkan dengan norma tutur, khususnya norma interaksi yang dikemukakan oleh Hymes (1975) yang juga dikutip oleh Suwito (1992). Norma tutur adalah aturan-aturan bertutur yang mempengaruhi alternative-alternatif pemilihan bentuk tutur. Dengan demikian, norma tutur bertalian dengan santun bertutur, dan santun itu harus tampak dalam pemilihan bentuk tutur yang diungkapkan oleh penuturnya (Suwito, 1992-141).
Hymes (1975) membedakan norma tutur menjadi dua macam, yaitu (1) norma interaksi, (2) norma interpretasi. Norma interaksi adalah norma yang bertalian dengan boleh tidaknya sesuatu dilakukan oleh masing-masing penutur ketika interaksi verbal berlangsung. Norma ini menyangkut hal-hal yang merupakan etika umum dalam bertutur sehingga sifatnya relative obyektif. Norma interpretasi merupakan norma yang didasarkan pada interpretasi sekelompok masyarakat tertentu terhadap suatu aturan, yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai sosio-kultural yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan.

BAB VII
Pada buku Nanik Setyawati, M.Hum. Pada bab VII membahas tentang “Kesalahan Berbahasa Tataran Wacana”
Terdapat urutan hierarki satuan-satuan linguistik secara teoritis yang normal adalah fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Dalam praktik berbahasa banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan urutan, yaitu dapat adanya: (a) pelompatan tingkat, (b) pelapisan tingkat, dan (c) penurunan tingkat.
Menurut Tarigan dalam (Setyawati, 145:2010), wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis. Ruang lingkup kesalahan dalam tataran wacana dapat meliputi: (a) kesalahan dalam kohesi dan (b) kesalahan dalam koherensi.
7.1 Kesalahan dalam Kohesi
7.1.1 Kesalahan Penggunaan Pengcauan
Wacana tidak baku:
(a)                Rombongan darmawisata itu mula-mula mendatangi Pulau Madura. Setelah itu dia melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
(b)               Karena tidak berhati-hati, anak kecil itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang yang lewat mencoba menolong mereka.
 Kedua kalimat di atas salah dalam menggunakan pengacuan. Penggunaan pengacuan yang tepat dalam wacana :
Wacana baku:
(a)                Rombongan darmawisata itu mula-mula mendatangi Pulau Madura. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
(b)               Karena tidak berhati-hati, anak kecil itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang yang lewat mencoba menolongnya.
7.1.2 Kesalahan Penggunaan Pengcauan
            Perhatikan contoh berikut:
Wacana tidak baku:
(a)                Ibrahim sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Derajat kesarjanaannya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
(b)               Prima dan bibi masuk ke warung kopi. Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu. Keinginan mereka rupanya berbeda.
Wacana baku:
(a)                Ibrahim sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Titel kesarjanaannya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
(b)               Prima dan bibi masuk ke warung kopi. Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu. Keinginan mereka rupanya sama.

7.1.3 Kekurangefektifan Wacana karena Tidak Ada
Perhatikan contoh berikut:
Wacana kurang efektif:
(a)                Sudah seminggu ini Rohmah sering ke rumahku. Rohmah kadang-kadang mengantar jajanan dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang denganku tentang cinta. Entah mengapa, aku pun enggan menggiring perbincangan kami ke arah sana.
(b)               Pohon-pohon kepala itu menyenangkan hati. Pohon-pohon kelapa itu baru berumur enam tahun. Pohon-pohon kelapa itu pendek-pendek, rendah; tetapi sudah berbuah banyak. Buahnya bahkan ada yang mencapai tanah. Hasilnya memang diluar dugaan.
Wacana efektif:
(a)                Sudah seminggu ini Rohmah sering ke rumah. Kadang-kadang mengantar jajanan dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang denganku tentang cinta. Entah mengapa, aku pun enggan menggiring perbincangan kami ke arah sana.
(b)               Pohon-pohon kepala itu menyenangkan hati. Baru berumur enam tahun. Pendek-pendek, rendah; tetapi sudah berbuah banyak. Buahnya bahkan ada yang mencapai tanah. Hasilnya memang diluar dugaan.
7.1.4 Kesalahan Penggunaan Konjungsi
            Perhtikan contoh berikut:
            Wacana tidak baku:
(a)                Badannya terasa kurang enak, dan dia masuk kantor juga meskipun banyak tugas yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk dan tidak masuk kantor, pekerjaan harus selesai untuk bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. Karena yang digantikan dan pengganti harus dipertemukan pada saat itu.
(b)               Agak lama aku merenungkan nasihat orang tuaku. Tetapi aku mendapat gagasan baru. Memang benar nasihat itu; “Aku sebaiknya melanjutkan ke perguruan tinggi”. Namun tekadku sudah bulat. Dengan demikian aku harus meninggalkan tempat ini dan segera berangkat ke Surabaya.
Wacana baku:
(a)                Badannya terasa kurang enak, tetapi dia masuk kantor juga karena banyak tugas yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk atau tidak masuk kantor, pekerjaan harus selesai sebab bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. Baik yang digantikan maupun pengganti harus dipertemukan pada saat itu.
(b)               Agak lama aku merenungkan nasihat orang tuaku. Lalu aku mendapat gagasan baru. Memang benar nasihat itu; “Aku sebaiknya melanjutkan ke perguruan tinggi”. Akhirnya tekadku sudah bulat. Oleh karena itu aku harus meninggalkan tempat ini dan segera berangkat ke Surabaya.

7.2 Kesalahan dalam Koherensi
            Perhatikan contoh berikut:
Wacana tidak koherensi:
(a)                Aku diam. Diam seribu bahasa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi sebgian besar penduduk di Indonesia. Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta. Soekarno-Hatta banyak dipakai sebagai nama jalan. Jalan pelan-pelan banyak anak kecil.
Kekoherensian tidak kita temukan dalam kedua wacana tersebut. Dalam kedua wacana tersebut sering menggunakan pengulangan (yang dicetak miring), tetapi pengulangan tersebut tidak mendukung sebuah gagasan.
Sedangkan dalam buku Mansoer Pateda pada bab VII membahas tentang penerapan “Analisis kesalahan. Norrish (1983 :80-81) mengemukakan dua mekanisme menganalisis kesalahan. Mekanisme yang diusulkan yakni membuat kategori kesalahan dan mengelompokan jenis kesalahan itu berdasarkan daerahnya. Secara teknis mekanisme ini dilaksanakan dengan cara (i) melaksanakan kategori seleksi awal (ii) menentukan kateori kesalahan, dan (iii) mencetak cepat.
Brown (1980 :184) mengemukakan ada tiga cara memperbaiki kesalahan si terdidik :
1.      Mengoreksi kesalahan di kelas
2.      Menjelaskan bentuk gramatikal yang benar
3.      Memolakan bahan yang dikaitkan dengan kurikulum
Berdasarkan kenyataan, guru biasanya menghadapi kesulitan kalau mengoreksi kesalahan si terdidik. Kesulitan itu, apa yang dikoreksi, dan bagaimana cara mengoreksinya. Apa yang dikoreksi bergantung pada persepsi guru. Daftar yang diusulkan oleh Etherton dapat membantu guru, sedangkan bagaimana caranya mengoreksi dapat digunakan teknik membuat cek dengan cepat.
Pada buku Markhamah, dkk. Pada bab VII membahas tentang “Kesantunan Linguistik dalam Terjemahan Al-quran.
Kesantunan linguistik yang dilakukan terhadap teks terjemhan alquran ditemukan aspek-aspek yang menunjukan kesantunan berbahasa. Kesantunan linguistik yang terdapat pada teks terjemahan Alquran berupa konstruksi deklaratif, konstruksi imperatif, dan konstruksi interogatif, konstruksi pengandaian, dan konstruksi langsung. Terdapat tiga konstruksi dominan dalam teks terjemahan Alquran, yaitu konstruksi deklaratif, imperaatif dan interogatif. Dari ketiga jenis konstruksi itu sebagian besar konstruksi imperatif (29 data). Disusul berikutnya konstruksi deklaratif (20 data), dan interogatif (8 data). Dari ketiga konstruksi itu sebagian besar bermakna perintah dan larangan. Terdapat 35 data yang merupakan perintah (termasuk ajakan dan sindiran) dan 28 data yang bermakna larangan. (Markhamah, 2006 : 47-53).
Dengan memperhatikan banyaknya perintah dan larangan ini dapat dipahami karena Quran adalah petunjuk dari Allah swt. (sebagai pemberi perintah) kepada manusia (sebagai pihak yang diperintah/dilarang/diajak). Secara kultural pemberi perintah diinterpretasikan sebagai pihak yang mempertahankan status dan dianggap memiliki status tinggi, dan pihak yang diperintah adalah orang/pihak yang memiliki status rendah (Padmadewi, 2006 : 222, Goddard and Lindsey Mean Patterson, 2000 :34). Hal itu dibuktikan dari penelitian Padmadewi bahwa suami sebagai pemberi perintah sering menyampaikan perintah kepada istrinya secara langsung. Sebaliknya, istri sering memberi perintah secara tidak langsung kepada suaminya. Dalam hal ini suami adalah pihak yang memiliki kekuasaan, sedangkan istri adalah pihak yang tidak memiliki kekuasaan.
 Berikut merupakan sedikit penjelasannya. (1) Konstruksi deklaratif yang mengandung kesantunan linguistik adalah konstruksi deklaratif yang sebenarnya bermakna perintah, larangan, peringatan, ajakan, atau sindiran. Kesantunan linguistik dalam konstruksi deklaratif terletak pada bketersiratan makna, baik perintah, larangan, peringatan ,ajakan maupun sindiran yang dinyatakan tidak secara langsung. (2) Konstruksi imperatif merupakan konstruksi yang bermakna perintah atau larangan. Namun demikian terdapat konstruksi-konstruksi imperatif tertentu yang mengandung kesantunan lingusitik lebih tinggi. Konstruksi imperatif yang mengandung kesantunan dalam linguistik dalam Quran ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut (i) penonjolan pelaku (ii) bermakna antonim (iii) bermakna peringatan (iv) penonjolan penderita. Konstruksi-konstruksi imperatif tersebut memiliki kesantunan lebih tinggi dari pada konstruksi imperatif pada umumnya. (3) Kesantunan linguistik dalam konstruksi interogatif ditemukan dalam kontruksi interogatif yang bermakna perintah dan peringatan dengan karakteristik sebagai berikut (i) berpemarkah tanda tanya (ii) mengandung perbandingan dan (iii) digabung dengan deklaratif. Dan (4) konstruksi pengandaian. Kesantunan linguistik juga ditemukan dalam konstruksi pengandaian. Konstruksi pengandaian yang mengandung kesantunan linguistik berupa konstruksi yang memiliki karakteristik sebagai berikut (i) bermakna perintah dengan penonjolan pelaku (ii) bermakna larangan dalam gabungan dengan konstruksi interogatif-deklaratif.

BAB VIII
Pada buku Nanik Setyawati, M.Hum. Pada bab VIII membahas tentang “Kesalahan Berbahasa dalam Penerapan Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Setyawati, 2010:155), ejaan didefinisikan sebagai kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Berikut ini akan dikemukakan kesalahan dalam penerapan kaidah Ejaan, diantaranya:
Kesalahan penulisan huruf besar atau huruf kapital, (b) kesalahan penulisan huruf miring, (c) kesalahan penulisan kata, (d) kesalahan memenggal kata, (e) kesalahan penulisan lambang bilangan, (f) kesalahan penulisan unsur serapan, dan (g) kesalahan penulisan tanda baca.
a)                  Kesalahan Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital
Bentuk tidak baku:
(a)                Ibu mengingtkan, “jangan lupa dompetmu, Tik!”
(b)               Limpahkanlah rahmatmu kepada kami ya Allah
Bentuk baku:
(a)                Ibu mengingtkan, “Jangan lupa dompetmu, Tik!”
(b)               Limpahkanlah rahmatmu kepada kami ya Allah

b)                 Kesalahan Penulisan Huruf Miring
Bentuk tidak baku:
(a)                Wanita muslimah banyak yang menyenangi tabloid Nurani.
(b)               Harian Suara Merdeka menjadi bacaan warga Jawa Tengah.
Bentuk baku:
(a)                Wanita muslimah banyak yang menyenangi tabloid Nurani.
(b)               Harian Suara Merdeka menjadi bacaan warga Jawa Tengah.

c)                  Kesalahan Penulisan Kata
Bentuk baku:               Bentuk tidak baku:
diminta                        di minta
kasihan                        kasih an
kemenakan                  ke menakan
rumah-rumah               rumah2

d)                 Kesalahan Memenggal Kata
Pemenggalan kata atau persukuan diperlukan apabila kita harus memenggal sebuah kata dalam tulisan jika terjadi pergantian baris.
Bentuk baku:               Bentuk tidak baku:
la-in                             la   -   in
sa-at                             sa   -   at
se-ret                           ser  -   et
pa-man                                    pam -  an
e)                  Kesalahan Penulisan Lambang Bilangan
Bentuk baku:                         Bentuk tidak baku:
enam ratus lima puluh             enam ratus limapuluh
seratus dua puluh tiga             seratus duapuluh tiga
abad XX                                 abad ke XX
abad ke-20                              abad ke 20
f)                   Kesalahan Penulisan Unsur Serapan
Kata Asing                 Penyerapan baku                  Penyerapan tidak baku       
activity                                    aktivitas                                   aktifitas
analysis                        analisis                                     analisa
apotheek                      apotek                                     apotik
charisma                      karisma                                    harisma

g)                  Kesalahan Penulisan Tanda Baca
Bentuk baku:                         Bentuk tidak baku:
M. Ramlan                              M Ramlan
W.S. Rendra                           W S Rendra
S.E. (Sarjana Ekonomi)           S E
Kol. (Kolonel)                         Kol

Daftar Pustaka :
 Markhamah, dkk. 2009. Analisis Kesalahan dan Kesatunan Berbahasa. Surakarta:Muhammadiyah University Press.
Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Flores:Nusa Indah.
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.
Tarigan, Henry Guntur, Djago Tarigan. 1995. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.





1 komentar:

  1. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik

    ------------------------------------------------------
    ------------------------------------------------------

    Kamus Komputer:
    Computer Dictionary - கனினி அகரமுதலி
    in English – Indonesian – தமிலு (Thamizhu)
    Part-A, B & C.

    (1) https://vetrichezhian9.wordpress.com/கனினி-அகரமுதலி-பாகம்-A-computer-dictionary-part-A/
    (2) https://vetrichezhian9.wordpress.com/கனினி-அகரமுதலி-பாகம்-B-computer-dictionary-part-B/
    (3) https://vetrichezhian9.wordpress.com/கனினி-அகரமுதலி-பாகம்-C-computer-dictionary-part-C/

    ------------------------------------------------------

    Blog Bayi:
    Baby’s Blogs - பாப்பா வலைப்பதிவு
    in English – Indonesian – தமிலு (Thamizhu)

    (1) https://vetrichezhian9.wordpress.com/செய்திமடல்-பாகம்-25-newsletter-part-25/
    (2) https://vetrichezhian9.wordpress.com/செய்திமடல்-பாகம்-26-newsletter-part-26/

    ------------------------------------------------------
    ------------------------------------------------------

    BalasHapus