Nama :
Siti Mega Agustiani
NIM :
2222120159
Kelas :
7A Pendidikan Bahasa Indonesia
MK :
Analisis Kesalahan Bahasa Indonesia
PEMBAHASAN
BAB III
Buku
Pateda (1989) pada bab iii membahas mengenai daerah dan sifat kesalahan. Buku
Tarigan dan Tarigan (1995) pada bab iii membahas mengenai teori analisis
kesalahan. Buku Markhamah (2009) pada bab iii membahas mengenai kepaduan dan
ketepatan makna. Buku Setyawati (2010) pada bab iii membahas mengenai kesalahan
berbahasa pada tataran fonologi.
Berdasarkan
garis besar pembahasan yang dituliskan masing-masing bab iii pada buku-buku
tersebut dapat ditemukan persamaan dan perbedaannya. Pada buku Pateda (1989) membahas mengenai daerah dan sifat
kesalahan yang menjelaskan bahwa daerah kesalahan terdiri atas kesalahan fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik. Pembahasan daerah kesalahan fonologi pada
buku tersebut memiliki persamaan pembahasan dengan buku Setyawati (2010) yang
membahas mengenai kesalahan berbahasa pada tataran fonologi. Dalam
pembahasannya, Setyawati (2010) memfokuskan bab iii ini pada kesalahan
berbahasa pada tataran fonologi. Sedangkan Pateda (1989) sudah mencakup keempat
aspek dalam tataran lingusitik. Persamaan pembahasan pada tataran fonologi pada
kedua buku tersebut yaitu, pada buku Pateda (1989) dijelaskan bahwa kesalahan
fonologi berhubungan dengan pelafalan dan penulisan bunyi bahasa. Contohnya,
fonem / z / dilafalkan / j /, misalnya kata zat, dilafalkan jat. Kemudian, pada buku Setyawati
(2010) juga dijelaskan bahwa kesalahan berbahasa Indonesia dalam tataran
fonologi berkaitan dengan pelafalan yang meliputi perubahan fonem, penghilangan
fonem, dan penambahan fonem. Kesalahan pelafalan karena perubahan fonem
contohnya, fonem / a / dilafalkan menjadi / i /. Lafal baku seharusnya mayat
diubah menjadi lafal tidak baku mayit.
Selain
itu, pada buku Pateda (1989) juga terdapat persamaan pembahasan dengan buku
Markhamah (2009). Pembahasan pada daerah kesalahan morfologi dijelaskan bahwa
kesalahan berbahasa berhubungan pula dengan kecermatan berbahasa. Kecermatan
berbahasa antara lain berhubungan dengan pemilihan kata dan penggunaan kata.
Kadang-kadang pembicara atau penulis telah banyak menggunakan kata yang
sebenarnya tidak perlu. Kata-kata yang digunakan mubazir. Misalnya, “Ia adalah seorang anggota polisi”.
Kata-kata adalah, seorang, anggota dalam
kalimat tersebut tidak bersifat wajib. Itu sebabnya dapat dihilangkan, sehingga
kata yang digunakan seharusnya, “Ia
polisi”. Kemudian, pada buku Markhamah (2009) dijelaskan mengenai ketepatan
makna kalimat efektif pada bagian kalimat hemat. Kalimat hemat merupakan
kalimat yang tidak menggunakan kata-kata yang mubazir atau kalimat yang tidak
mengandung unsur-unsur yang tidak diperlukan. Misalnya, kalimat “Bentuk daripada benda yang ditemukan adalah
bulat”. Kata daripada tidak
diperlukan dalam kalimat itu, karena tidak membentuk frase depan yang berfungsi
sebagai keterangan. Oleh karenanya, kata daripada
dihilangkan saja sehingga menjadi kalimat “Bentuk benda yang ditemukan adalah
bulat”.
Selanjutnya,
pada buku Tarigan dan Tarigan (1995) tidak ditemukan persamaan pembahasan
dengan ketiga buku tersebut. Karena Tarigan dan Tarigan (1995) membahas
mengenai teori analisis kesalahan yang mencakup langkah kerja Anakes, tujuan
Anakes, metodologi Anakes, penyebab kesalahan intrabahasa, keunggulan Anakes,
dan kelemahan Anakes. Materi yang dijelaskan belum pada contoh praktik kesalahan
berbahasa seperti yang dijelaskan pada ketiga buku tersebut.
Berdasarkan
pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa pada buku Pateda (1989) memiliki
persamaan pembahasan dengan buku Setyawati (2010) dan Markhamah (2009).
Kemudian, pada buku Tarigan dan Tarigan (1995) tidak ditemukan persamaan
pembahasan dengan ketiga buku tersebut.
Nama :
Siti Mega Agustiani
NIM :
2222120159
Kelas :
7A Pendidikan Bahasa Indonesia
MK :
Analisis Kesalahan Bahasa Indonesia
PEMBAHASAN
BAB IV
Buku
Pateda (1989) pada bab iv membahas mengenai sumber dan penyebab kesalahan. Buku
Tarigan dan Tarigan (1995) pada bab iv membahas mengenai antarbahasa atau
interlanguage. Buku Markhamah (2009) pada bab iv membahas mengenai kalimat
bervariasi. Buku Setyawati (2010) pada bab iv membahas mengenai kesalahan
berbahasa pada tataran morfologi.
Berdasarkan
garis besar pembahasan yang dituliskan masing-masing bab iv pada buku-buku
tersebut dapat ditemukan persamaan dan perbedaannya. Pada buku Pateda (1989) membahas mengenai sumber dan penyebab
kesalahan berbahasa. Diantaranya adalah karena bahasa ibu, lingkungan, kebiasaan,
interlingual, dan interferensi. Sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu sumber
dan penyebab kesalahan berbahasa menurut pendapat popular yang menyebutkan
kesalahan bersumber pada ketidakhati-hatian si terdidik dan yang lain karena
pengetahuan mereka terhadap bahasa yang dipelajari, dan interferensi.
Terdapat persamaan
pembahasan mengenai penyebab kesalahan karena interlingual pada buku tersebut
dengan buku Tarigan dan Tarigan (1995) yang membahas lebih dalam mengenai
antarbahasa atau interlanguage.
Interlingual atau antarbahasa adalah aktivitas belajar yang menghasilkan
pola-pola pada bahasa kedua yang dipengaruhi oleh bahasa pertama. Istilah
interlingual pertama kali digunakan oleh Selinker. Persamaan tersebut dapat
dilihat pada pembahasan mengenai proses interlingual yang dijelaskan menurut
Selinker. Menurut Selinker pada kedua buku tersebut mengatakan bahwa untuk
menerangkan gejala interlingual dapat dipelajari melalui 5 proses, yaitu:
a. transfer
bahasa (language transfer)
b. transef
latihan (transfer of training)
c. siasat
atau strategi pembelajaran bahasa kedua (strategies
of second language learning)
d. siasat
atau strategi komunikasi bahasa kedua (strategies
of second communication)
e. penyamarataan
atau pemukulrataan materi linguistik bahasa yang sedang dipelajari (overgenenarlization of target language
linguistic material).
Selain itu, pada buku
Tarigan dan Tarigan (1995) juga memiliki persamaan pembahasan dengan buku
Setyawati (2010). Persamaan tersebut terlihat pada pembahasan buku Tarigan dan
Tarigan (1995) yang menjelaskan mengenai masalah metodologis yang dihadapi oleh
antarbahasa. Ada tiga tipe, yaitu: analisis kesalahan, telaah morfem, dan
telaah longitudinal. Pada pembahasan telaah morfem inilah yang memiliki
persamaan dan keterkaitan dengan pembahasan pada buku Setyawati (2010) yang
membahas mengenai kesalahan berbahasa tataran morfologi. Tarigan dan Tarigan
(1995) menjelaskan bahwa telaah morfem
berpendapat tidak ada dasar teoretis yang memuaskan bagi anggapan bahwa
ketepatan atau akurasi yang dapat dipergunakan oleh para pembelajar untuk
memakai morfem-morfem yang berkorespodensi dengan susunan yang mereka peroleh.
Studi-studi kasus telah memperlihatkan bahwa para pembelajar dapat mulai
menggunakan suatu bentuk gramatikal secara tepat, hanya mundur atau surut pada
tahap kemudian, yang membuat suatu tiruan upaya untuk menyamakan akurasi dengan
akuisisi, atau menyamakan ketepatan dengan pemerolehan. Keterkaitan pembahasan
tersebut dengan pembahasan buku Setyawati (2010) yaitu, pada buku Setyawati (2010)
menjelaskan jenis-jenis kesalahan apa saja yang sering terjadi oleh para
pembelajar pada tataran morfologi. Setyawati (2010) menjelaskan bahwa baik pada
ragam tulis maupun ragam lisan dapat terjadi kesalahan berbahasa dalam pembentukan
kata atau tataran morfologi. Contohnya, morf be- tergantikan morf ber-.
Bentuk tidak baku pada kalimat “Deden sehari berkerja selama delapan jam, dari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00”.
Jika kita cermati pemakaian kata berkerja
pada kalimat tersebut termasuk bentukan yang salah. Sesuai kaidah pembentukan
kata, prefiks ber- jika melekat pada:
(i) kata dasar berfonem awal /r/ dan (ii) melekat pada kata dasar yang suku
kata pertamanya berakhir dengan atau mengandung unsur [er] akan beralomorf menjadi be-.
Jadi bentukan yang benar adalah bekerja.
Salah satu contoh kesalahan tataran morfologi ini jelas memiliki keterkaitan
dengan pembahasan mengenai interlingual atau antarbahasa karena merupakan salah
satu masalah yang dihadapi oleh antarbahasa.
Selanjutnya, pada buku
Markhamah (2009) tidak ditemukan persamaan dengan ketiga buku tersebut. Materi
yang dibahas mengenai kalimat bervariasi yang terdiri atas kalimat bervariasi
urutan, aktif-pasif, berita-perintah-tanya, dan panjang-pendek. Namun, materi
tersebut memiliki keterkaitan dengan buku Pateda (1989) yang membahas sumber
dan penyebab kesalahan yang bersumber dari kebiasaan. Kebiasaan pembelajar
dengan bahasa ibu dan lingkungan menyebabkan pembelajar terbiasa dengan
pola-pola bahasa yang didengarnya. Oleh karena pola atau bentuk sudah menjadi
kebiasaan, kesalahan sulit dihilangkan. Hal ini memiliki keterkaitan dengan
kalimat bervariasi yang biasanya banyak dituliskan salah oleh pembelajar ketika
menuliskan sebuah kalimat atau karangan karena faktor kebiasaan tersebut.
Berdasarkan pemaparan tersebut
dapat dilihat bahwa pada buku Pateda (1989) memiliki persamaan pembahasan
dengan buku Tarigan dan Tarigan (1995). Selain itu, buku Tarigan dan Tarigan
(1995) juga memiliki keterkaitan dengan buku Setyawati (2010). Sedangkan pada
buku Markhamah (2009) tidak ditemukan persamaan dengan ketiga buku tersebut,
namun ada keterkaitan dengan pembahasan pada buku Pateda (1989) yang membahas
mengenai sumber dan penyebab kesalahan karena kebiasaan.
Nama :
Siti Mega Agustiani
NIM :
2222120159
Kelas :
7A Pendidikan Bahasa Indonesia
MK :
Analisis Kesalahan Bahasa Indonesia
PEMBAHASAN
BAB V
Buku
Pateda (1989) pada bab v membahas mengenai kesalahan menyimak dan berbicara.
Buku Tarigan dan Tarigan (1995) pada bab v membahas mengenai analisis kesalahan
berbahasa. Buku Markhamah (2009) pada bab v membahas mengenai kesalahan
struktur. Buku Setyawati (2010) pada bab v membahas mengenai kesalahan
berbahasa pada tataran sintaksis.
Berdasarkan
garis besar pembahasan yang dituliskan masing-masing bab v pada buku tersebut
dapat ditemukan keterkaitan, persamaan dan perbedaannya. Pada buku Pateda
(1989) membahas kesalahan menyimak dan berbicara. Kesalahan menyimak pada dasarnya
dapat terjadi karena ada faktor yang mengganggunya, antara lain; (a) kejelasan
pesan yang berasal dari pembicara, (b) bahasa yang digunakan, (c) alat dengar
penyimak, (d) suasana kejiwaan pembicara dan penyimak, dan (e) gangguan dari
luar, misalnya kebisingan dan keributan. Hal itu menyebabkan terjadinya
kesalahan menyimak. Kesalahan itu diantaranya; (a) susah untuk membedakan
fonem, (b) tekanan kata, (c) intonasi, (d) bentuk-bentuk lafal menurun, (e)
pelafalan cepat silabi tidak bertekanan, (f) pengungkapan komunikasi yang
fungsinya berbeda karena intonasi, (g) menyimpulkan, memahami dan
mengantisipasi isi ujaran, (h) keluar dari masaah yang diketengahkan di dalam
ujaran, (i) belum lancar menggunakan kata atau kalimat bahasa Inggris dengan
kecepatan biasa, (j) penggunaan aksen, dan (k) adanya kata-kata homonim.
Berbicara
adalah aktivitas manusia menggunakan bahasa secara lisan. Kesalahan berbicara
dapat disebabkan antara lain; (a) kesalahan melafalkan bunyi-bunyi bahasa, (b)
kesalahan memilih kata-kata atau istilah yang tepat, (c) penggunaan kalimat
yang samar-samar, tidak jelas atau menimbulkan penafsiran yang berbeda, (d)
pengungkapan pikiran yang tidak jelas, (e) kesalahan karena struktur kalimat,
dan (f) menggunakan kata-kata mubazir.
Terdapat keterkaitan, persamaan
dan perbedaan pembahasan mengenai penyebab kesalahan berbicara pada buku
tersebut dengan pembahasan pada buku Tarigan dan Tarigan (1995), Markhamah
(2009) dan buku Setyawati (2010).
Tarigan dan Tarigan
(1995) pada bab v membahas kesalahan berbahasa menurut beberapa pakar. Ada yang
membagi kesalahan berbahasa menjadi dua, yaitu kesalahan yang disebabkan oleh
faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan kurangnya perhatian, yang disebut faktor
performansi. Kesalahan yang kedua disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
mengenai kaidah-kaidah bahasa, disebut faktor kompetensi. Ada pula pakar yang
membagi kesalahan berbahasa menjadi empat, yaitu interference-likegoofs, LIdevelopmentalgoofs, ambiguousgoofs, dan uniquegoofs.
Terdapat pula empat
taksonomi dalam kesalahan berbahasa, 1) taksonomi kategori linguistik, yaitu
mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa berdasarkan komponen
linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi oleh kesalahan,
ataupun berdasarkan kedua-duanya yang mencaup tataran fonologi, morfologi,
semantik dan leksikon, serta wacana; 2) taksonomi siasat permukaan, yaitu
menyoroti bagaimana cara-caranya struktur-struktur permukaan berubah berupa
penghilangan, penambahan, salah formasi, dan salah susun; 3) taksonomi
komparatif, yaitu kesalahan bersadarkan pada perbandingan-perbndingan antara
struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe konstruksi tertentu lainnya
berupa kesalahan perkembangan, kesalahan antarbahasa, dan kesalahan lainnya; 4)
taksonomi efek komunikatif, yaitu memusatkan perhatian kesalahan dari
perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca berupa kesalahan global dan
lokal.
Tahapan yang harus
dilakukan ketika menganalisis kesalahan berbahasa juga dibahas dalam bab ini.
Tahapan tersebut, yaitu memilih korpus bahasa, mengenali kesalahan dalam
korpus, mengklasifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, dan mengevaluasi
kesalahan. Ketika terjadi kesalahan berbahasa maka perlu dilakukan pengoreksian
baik secara lisan dan secara tertulis.
Markhamah (2009) pada
bab v membahas mengenai kesalahan struktur dalam kalimat. Diantaranya adalah
kesalahan struktur karena kerancuan aktif-pasif, kesalahan struktur karena
subjek dan keterangan, kesalahan struktur karena pengantar kalimat, kesalahan
struktur karena penghubung terbagi yang kurang tepat, kesalahan struktur karena
ketiadaan induk kalimat. Selanjutnya, Setyawati (2010) pada bab v membahas
mengenai kesalahan berbahasa tataran sintaksis yang meliputi kesalahan dalam
bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat.
Kesalahan
dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adanya
pengaruh bahasa daerah, penggunaan preposisi yang tidak tepat, kesalahan
susunan kata, penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, penggunaan bentuk
superlatif yang berlebihan, penjamakan yang ganda, dan penggunaan bentuk
resiprokal yang tidak tepat.
Kemudian
kesalahan dalam bidang kalimat diantaranya kalimat tidak bersubjek, kalimat
tidak berpredikat, kalimat tidak bersubjek dan tidak berpredikat, penggandaan
subjek, antara predikat dan objek yang tersisipi, kalimat yang tidak logis,
kalimat yang ambiguitas, penghilangan konjungsi, penggunaan konjungsi yang
berlebihan, penggunaan istilah asing dan penggunaan kata tanya yang tidak
perlu.
Kesalahan berbicara
dalam Pateda (1989) yang berhubungan dengan pemilihan kata, yakni menggunakan
kata yang berlebih-lebihan, misalnya:
- maju atau ke depan menjadi maju ke depan
- guru-guru menjadi para
guru-guru
memiliki keterkaitan dengan pembahasan
analisis kesalahan berbahasa dalam Tarigan dan Tarigan (1995) yang berhubungan
dengan analisis kesalahan bahasa Indonesia tataran sintaksis. Kesalahan
sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat,
serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Contoh:
-
Latihan bernyanyi diadakan sekali setiap minggu.
Seharusnya:
-
Latihan bernyanyi diadakan setiap minggu.
Hal tersebut juga
memiliki keterkaitan dan persamaan dengan kesalahan berbahasa tataran sintaksis
dalam Setyawati (2010) yang berhubungan dengan kesalahan dalam tataran frasa
yang disebabkan karena penjamakan yang ganda. Perhatikan contoh bentuk
penjamakan ganda dalam bahasa Indonesia berikut ini.
-
Para
dosen-dosen sedang mengikuti seminar di ruang
auditorium.
Kalimat tersebut tidak
baku karena dalam sebuah kalimat untuk penanda jamak sebuah kata cukup
menggunakan satu penanda saja. Sebaiknya
kalimat tersebut diungkapkan menjadi kalimat berikut ini.
-
Para
dosen sedang mengikuti seminar di ruang auditorium.
Selanjutnya, kesalahan
berbicara dalam penggunaan kalimat yang samar-samar, tidak jelas atau
menimbulkan penafsiran yang berbeda juga memiliki persamaan dengan pembahasan
kesalahan berbahasa tataran sintaksis dalam Setyawati (2010) yang berhubungan
dengan kesalahan dalam tataran kalimat yang disebabkan karena ambiguitas.
Contohnya:
-
Pintu gerbang istana yang indah terbuat
dari emas.
seharusnya:
-
Pintu gerbang yang indah di istana itu
terbuat dari emas.
Lalu, kesalahan
berbicara dalam menggunakan kata-kata mubazir juga memiliki persamaan dengan
kesalahan berbahasa tataran sintaksis dalam Setyawati (2010) yang berhubungan
dengan kesalahan dalam tataran frasa yang disebabkan karena penggunaan unsur
yang berlebihan atau mubazir. Contohnya:
-
Dilarang
tidak boleh merokok di sini!
seharusnya:
-
Dilarang
merokok di sini!
Selain itu, pembahasan
mengenai kesalahan berbahasa tataran sintaksis dalam Setyawati (2010) juga
memiliki keterkaitan dan persamaan pembahasan dengan Markhamah (2009). Kesalahan
berbahasa tataran sintaksis dalam Setyawati (2010) yang berhubungan dengan
kesalahan dalam tataran kalimat yang disebabkan karena penggunaan konjungsi
yang berlebihan memiliki keterkaitan dengan pembahasan dalam Markhamah (2009)
yang membahas mengenai kesalahan struktur karena ketiadaan induk kalimat.
Penggunaan konjungsi
yang berlebihan dalam Setyawati (2010) terjadi karena dua kaidah bahasa
bersilang dan bergabung dalam sebuah kalimat. Contohnya:
-
Walaupun
dia belum istirahat seharian, tetapi
dia datang juga di pertemuan RT.
Seharusnya:
-
Walaupun
dia
belum istirahat seharian, dia datang juga di pertemuan RT.
Sementara itu,
kesalahan struktur karena ketiadaan induk kalimat dalam Markhamah (2009)
terjadi apabila anak kalimat dan induk kalimat sama-sama didahului oleh kata
penghubung atau konjungsi. Contohnya:
-
Karena
nilai yang didapatkan lebih besar daripada yang diharapkan, maka Fitri terkejut.
Seharusnya:
-
Karena
nilai yang didapatkan lebih besar daripada yang diharapkan, maka Fitri terkejut.
Berdasarkan pemaparan tersebut
dapat dilihat bahwa pada buku Pateda (1989) memiliki persamaan dan keterkaitan
pembahasan dengan buku Tarigan dan Tarigan (1995) dan Setyawati (2010) dalam
beberapa hal. Perbedaannya adalah jika dalam Pateda (1989) membahas bahwa
kesalahan tersebut termasuk dalam kesalahan berbicara sedangkan dalam Tarigan
dan Tarigan (1995) dan Setyawati (2010) membahas bahwa kesalahan tersebut termasuk
dalam tataran sintaksis. Selain itu,
pembahasan bab v dalam Tarigan dan Tarigan (1995) juga memiliki keterkaitan dan
persamaan dengan pembahasan dalam Setyawati (2010) dan Markhamah (2010).
Nama :
Siti Mega Agustiani
NIM :
2222120159
Kelas :
7A Pendidikan Bahasa Indonesia
MK :
Analisis Kesalahan Bahasa Indonesia
PEMBAHASAN
BAB VI
Buku
Pateda (1989) pada bab vi membahas mengenai kesalahan membaca dan menulis. Buku
Markhamah (2009) pada bab vi membahas mengenai kesantunan sosiolinguistik dalam
teks keagamaan. Buku Setyawati (2010) pada bab vi membahas mengenai kesalahan
berbahasa pada tataran semantik.
Berdasarkan
garis besar pembahasan yang dituliskan masing-masing bab vi pada buku tersebut
dapat ditemukan keterkaitan, persamaan dan perbedaannya. Pada buku Pateda
(1989) membahas kesalahan membaca dan menulis. Membaca adalah pengenalan dan
persepsi struktur bahasa sebagai keseluruhan untuk memadukan makna tersurat dan
yang tersirat dengan mengomunikasikan struktur-struktur bahasa itu. Kesalahan
membaca diantaranya disebabkan karena lafal yang sangat dipengaruhi oleh lafal
dalam bahasa ibu, salah membaca kelompok kata, penggunaan unsur suprasegmental
yang tidak tepat, dan pungtuasi belum dikuasai.
Hal
tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan tafsir yang meliputi; (a) tidak
mampu menangkap maksud penulis, (b) sikap kritis terhadap apa yang dibaca
kurang, (c) menghubung-hubungkan tafsiran yang tidak tepat, dan (d) tidak ada
predisposisi kritis antara pembaca dan evaluasi metode menulis.
Menulis
adalah pengalihan bahasa lisan ke dalam bentuk tertulis. Kesalahan menulis
selalu berhubungan dengan:
(a) kesalahan kalimat,
(b) kesalahan kata, meliputi penggunaan
kata dan bentuk kata,
(c) kesalahan ejaan dan tanda baca,
meliputi (i) penulisan kata, (ii) penulisan kata depan di, (iii) penulisan kata
depan ke, (iv) penulisan awalan di-, (v) penulisan partikel pun, (vi) penulisan
angka, (vii) penggunaan tanda baca, dan (viii) penggunaan huruf besar, dan
(d) kesalahan dalam alinea.
Selanjutnya, pada buku
Markhamah (2009) membahas mengenai kesantunan sosiolinguistik dalam teks
keagamaan. Dalam Islam santun adalah bagian dari akhlak. Akhlak adalah suatu
keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang dari keadaan itu lahir
perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui pemikiran, pertimbangan, atau
penelitian. Dalam kaitannya dengan komunikasi, beberapa akhlak Islam dapat
disejajaran dengan norma tutur. Norma tutur adalah aturan-aturan bertutur yang mempengaruhi
alternatif-alternatif pemilihan bentuk tutur. Dengan demikian, norma tutur
bertalian dengan santun bertutur, dan santun itu harus tampak dalam pemilihan
bentuk tutur yang diungkapkan oleh penuturnya.
Dengan
adanya norma yang harus diterapkan dalam berkomunikasi itu sebenarnya
menunjukkan bahwa bahasa itu tidak netral, bahwa bahasa berhubungan dengan
hal-hal di luar bahasa. Bahasa sebenarnya bersifat netral. Bahasa menjadi baik
atau tidak baik dalam penggunaannya oleh pihak tertentu.
Berdasarkan
analisis dalam buku Markhamah (2009), dalam teks keagamaan khususnya terjemahan
Quran yang mengandung etika berbahasa terdapat bermacam-macam kesantunan
sosiolinguistik. Kesantunan yang dimaksud adalah merendahkan diri sendiri,
menanyakan lebih rinci pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan
sebagai bentuk penolakan terhadap perintah, menggunakan sindiran untuk meminang
secara halus, mengucapkan salam dan menjawab salam, menggunakan eufimisme,
mengucapkan ‘hiththah’ sambil meembungkukkan badan, menggunakan panggilan
kehormatan, mengucapkan kata-kata baik. Selain itu, keantunan berbahasa juga
ditempuh dengan cara: berbicara dengan sabar dan berbicara dengan suara lunak.
Kesantunan lainnya adalah mengucapkan kalimat doa, menyelamatkan muka mitra
bicara, memberi keputusan dengan adil, dan mematuhi perintah dan panggilan.
Kemudian, pada buku Setyawati
(2010) membahas mengenai
kesalahan berbahasa tataran semantik, menurut Setyawati (2010) pada bab vi
kesalahan itu dapat terjadi pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat yang maknanya
menyimpang dari makna yang seharusnya, maka tergolong ke dalam kesalahan
berbahasa ini.
Kesalahan
semantik dapat disebabkan karena pasangan yang seasal, kesalahan karena
pasangan yang terancukan, dan kesalahan karena pilihan kata yang tidak tepat. Contoh
kesalahan karena pasangan yang seasal misalnya, pada penggunaan kata kurban dan korban. Contoh kesalahan karena pasangan yang terancukan misalnya,
pada penggunaan kata sah dan syah. Contoh kesalahan karena pilihan
kata yang tidak tepat, misalnya pada penggunaan kata pukul dan jam.
Berdasarkan pemaparan
tersebut dapat dilihat bahwa pembahasan yang dijelaskan pada masing-masing bab
vi buku tersebut tidak ditemukan persamaan, namun ada keterkaitan antara
pembahasan dalam buku Pateda (1989) dengan buku Setyawati (2010).
Keterkaitannya yaitu, dalam Pateda (1989) disebutkan bahwa salah satu kesalahan
menulis berhubungan dengan kesalahan kata, meliputi penggunaan kata dan bentuk
kata. Hal itu berkaitan dengan kesalahan dalam tataran semantik dalam Setyawati
(2010) yang menjelaskan bahwa kesalahan
semantik dapat disebabkan karena pasangan yang seasal, kesalahan karena
pasangan yang terancukan, dan kesalahan karena pilihan kata yang tidak tepat.
Sedangkan dalam buku Markhamah (2009) tidak
ditemukan persamaan dan keterkaitan pembahasan dengan buku Pateda (1989) dan
Setyawati (2010). Pembahasan dalam buku Markhamah (2009) berbeda dengan kedua
buku itu.
Nama :
Siti Mega Agustiani
NIM :
2222120159
Kelas :
7A Pendidikan Bahasa Indonesia
MK :
Analisis Kesalahan Bahasa Indonesia
PEMBAHASAN
BAB VII
Buku
Pateda (1989) pada bab vii membahas mengenai penerapan analisis kesalahan. Buku
Markhamah (2009) pada bab vii membahas mengenai kesantunan linguistik dalam terjemahan
Al Quran. Buku Setyawati (2010) pada bab vii membahas mengenai kesalahan
berbahasa pada tataran wacana.
Berdasarkan
garis besar pembahasan yang dituliskan masing-masing bab vii pada buku tersebut
dapat ditemukan keterkaitan, persamaan dan perbedaannya.
Pada buku Pateda (1989) membahas
penerapan analisis kesalahan. Corder (Pateda, 2009:114) menjelaskan bahwa
terdapat tiga tahap dalam menganalisis kesalahan, yakni (i) pengenalan, (ii)
pemerian deskripsi, dan (iii) penjelasan.
Secara
praktis, tahap pengenalan dan tahap pemerian berjalan serentak, karena begitu
kita mulai menganalisis dalam bentuk pengenalan, sebenarnya tahap pemerian
telah dimulai. Pada tahap pemerian, dilaksanakan proses perbandingan. Proses
perbandingan antara data yang salah dengan data yang seharusnya atau data yang
benar. Apabila tahap pemerian lebih mengacu ke bidang linguistik, maka tahap
penjelasan sebenarnya lebih terarah pada bidang psikolinguistik. Pada tahap
penjelasan kita sudah dapat menerangkan, (i) daerah kesalahan, (ii) tipe dan
jenis kesalahan, dan (iii) sifat kesalahan.
Contoh
analisis kesalahan yang berhubungan dengan kemampuan menulis akan dijelaskan di
bawah ini.
-
“Di
samping itu perlu disadari bahwa populasi seorang pengarang mungkin karena
tumbuh sendiri tetapi mungkin juga ditumbuhkan orang lain. Dalam hal ini
sejalan dengan banyaknya GB pada buku Kemarau tidak ada jejaknya kalau mereka
ini dipopulasikan”.
Analisis
a. Kesalahan:
Kata populasi harus diganti dengan popularitas. Kata ditumbuhkan sebaiknya diganti dengan kata dipopulerkan. Urutan kata dalam
hal ini sebaiknya dihilangkan. Setelah kata Kemarau, sebaiknya ada koma (,), dan kata dipopulasikan diganti dengan kata dipopulerkan.
b. Daerah kesalahan: Fonologi: tanda baca yakni penggunaan tanda
baca koma.
Morfologi: Diksi
Sintaksis: Penghilangan urutan kata
c.
Pembetulan
“Di
samping itu perlu disadari bahwa popularitas seorang pengarang mungkin karena
tumbuh sendiri, tetapi mungkin juga dipopulerkan orang lain. Sejalan dengan
banyaknya GB pada buku Kemarau, tidak ada jejaknya kalau mereka ini dipopulerkan”.
Selanjutnya, pada buku
Markhamah (2009) membahas mengenai kesantunan linguistik dalam terjemahan Al
Quran. Kesantunan berbahasa merupakan cara yang ditempuh oleh penutur di dalam
berkomunikasi agar petutur tidak merasa tertekan, tersudut, atau tersinggung.
Secara linguistik kesantunan berbahasa diketahui dari hal-hal berikut: pilihan
kata, pemakaian jenis kalimat. Pertama,
dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata yang menunjukkan adanya kesantunan
tinggi, sedang dan rendah. Kedua,
jenis kalimat pada umumnya memang menunjukkan referensi atau makna yang sesuai.
Ketiga, pemakaian kalimat pasif untuk
menghindari perintah secara langsung.
Kesantunan lingustik
yang terdapat pada teks terjemahan Al Quran berupa: konstruksi deklaratif,
konstruksi imperatif, dan konstruksi interogatif, konstruksi pengandaian, dan
konstruksi langsung. Dari hasil analisis yang dilakukan Markhamah (2009) dapat
disimpulkan bahwa kesantunan linguistik dalam teks terjemahan Quran lebih
banyak berupa perintah dan larangan karena ketidaksederajatan antara penutur
dan petutur atau pendengar.
Kemudian, pada buku Setyawati
(2010) membahas mengenai
kesalahan berbahasa tataran wacana. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka
dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh,
yang dapat dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam
wacana lisan), tanpa keraguan apapun.
Persyaratan
gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana itu sudah terbina
kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam
wacana tersebut atau adanya hubungan bentuk. Alat-alat wacana yang dapat
membuat kekohesian sebuah wacana antara lain: (a) pengacuan atau referensi, (b)
penyulihan atau substitusi, (c) pelesapan atau elipsis, dan (d) perangkaian
atau konjungsi.
Jika
wacana itu kohesif akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik
dan benar atau adanya hubungan makna atau hubungan semantis. Adapun alat wacana
yang membentuk kekoherensian antara lain: (a) pengulangan atau repetisi, (b)
padan makna atau sinonimi, (c) lawan makna atau antonimi, (d) hubungan
atas-bawah atau hiponimi, (e) sanding kata atau kolokasi, dan (f) kesepadanan
atau ekuivalensi.
Dengan
demikian, dapat dicermati ruang lingkup kesalahan dalam tataran wacana dapat
meliputi: (a) kesalahan dalam kohesi dan (b) kesalahan dalam koherensi.
Berdasarkan pemaparan
tersebut dapat dilihat bahwa pembahasan yang dijelaskan pada masing-masing bab
vii buku tersebut tidak ditemukan persamaan. Tiap buku membahas materi yang
berbeda sehingga tidak terdapat pula keterkaitan materinya.
Nama :
Siti Mega Agustiani
NIM :
2222120159
Kelas :
7A Pendidikan Bahasa Indonesia
MK :
Analisis Kesalahan Bahasa Indonesia
PEMBAHASAN
BAB VIII
Buku
Setyawati (2010) pada bab viii membahas mengenai kesalahan berbahasa penerapan
kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan, sedangkan ketiga buku lainnya
hanya sampai pada bab vii saja pembahasannya.
Ejaan
Dalam KBBI (1996) ejaan
didefinisikan sebagai kaidah-kadah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,
kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan
tanda baca.
Berikut ini akan dikemukakan
kesalahan dalam penerapan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD), diantaranya meliputi: (a) kesalahan penulisan huruf besar atau kapital,
(b) kesalahan penulisan huruf miring, (c) kesalahan penulisan kata, (d)
kesalahan memenggal kata, (e) kesalahan penulisan lambang bilangan, (f)
kesalahan penulisan unsur serapan, dan (g) kesalahan penulisan tanda baca.
a. Kesalahan penulisan huruf besar
atau kapital
Perhatikan
contoh di bawah ini:
Bentuk
Tidak Baku
-
Ibu mengingatkan, “jangan lupa dompetmu,
Tik!”
Bentuk
Baku
-
Ibu mengingatkan, “Jangan lupa dompetmu,
Tik!”
b. Kesalahan penulisan huruf miring
Perhatikan
contoh di bawah ini:
Bentuk
Tidak Baku
-
Wanita muslimah banyak yang menyenangi
tabloid Nurani.
Bentuk
Baku
-
Wanita muslimah banyak yang menyenangi
tabloid Nurani.
c. Kesalahan penulisan kata
Perhatikan
contoh di bawah ini:
Bentuk Baku Bentuk Tidak Baku
diminta di
minta
kasihan kasih
an
rumah-rumah rumah2
tata
bahasa tatabahasa
manakala mana
kala
d. Kesalahan memenggal kata
Perhatikan
contoh di bawah ini:
Bentuk Baku Bentuk Tidak Baku
se-ret ser-et
pa-man pam-an
mer-de-ka me-rde-ka
cap-lok ca-plok
swas-ta swa-sta
e. Kesalahan penulisan lambang
bilangan
Bentuk Baku Bentuk Tidak Baku
enam
ratus lima puluh enam
ratus limapuluh
satu
dua persepuluh satu
dua per sepuluh
abad
XX abad
ke XX
abad
ke-20 abad
ke 20
lembaran
1000-an lembaran
1.000an
f. Kesalahan penulisan unsur serapan
Kata Asing Penyerapan Baku Penyerapan
Tidak Baku
activity aktivitas aktifitas
description deskripsi diskripsi
ideal ideal idial
quota kuota kuta
taxi taksi taxi
g. Kesalahan penulisan tanda baca
Bentuk Baku Bentuk Tidak Baku
M.
Ramlan M
Ramlan
S.E.
(Sarjana Ekonomi) S
E
a.n.
(atas nama) an.
3.497
meter 3497
meter
Jalan
Sudirman III. 45. Jalan
Sudirman III. 45
Daftar Pustaka
Markhamah, dkk. 2009. Analisis Kesalahan & Kesantunan Berbahasa. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Flores: Nusa Indah.
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka.
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1995. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar