NAMA : NUR HIKMAH ISMIATI
KELAS : VII A
NIM : 2222120209
Analisis Kesalahan
Bahasa Indonesia
BAB I
Pada
Bab I dalam buku Analisis Kesalahan
Berbahasa Indonesia karya Nanik Setyawati (2010:1-9) ini membahas tentang
ragam bahasa, bahasa Indonesia sebagai ragam ilmu dan berbahasa Indonesia yang
baik dan benar. Menurutnya, Ragam bahasa ilmu itu bukan merupakan suatu dialek
dan menghindarkan diri dari penggunaan kata-kata dan struktur dialek. Ragam
bahasa ilmu merupakan ragam resmi yang pada umumnya patuh mengikuti kaidah
bahasa Indonesia baku. Pembakuan bahasa Indonesia digunakan dalam ragam
keilmuan sebagai penyusunan tata bahasa pada ragam tinggi bahasa tulis.
Ragam
bahasa ilmu digunakan para cendekiawan untuk mengkomunikasikan ilmu. Ragam bahasa
ilmu digunakan untuk mengkomunikasikan ilmu, maka dalam berkomunikasi pasti
lebih menggunakan pikiran daripada perasaan. Oleh sebab itu, ragam ilmu
mempunyai sifat tenang, jelas, tidak berlebihan, dan tidak emosional.
Kemudian,
pada buku Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa karya Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan (1995), pada bab I
dibahas mengenai pemerolehan bahasa, pengajaran bahasa, kedwibahasaan dan
interferensi. Pada bab ini dijelaskan secara lebih rinci definisi dari
kedwibahasaan. Menurut Tarigan dan Tarigan (1995:), kedwibahasaan dapat
menimbulkan interferensi. Interferensi merupakan salah satu faktor penyebab
kesalahan berbahasa. Kedwibahasaan terjadi karena pemerolehan bahasa.
Pemerolehan bahasa dapat dapat terjadi melalui jalur non pendidikan atau pengajaran
informal dan jalur pendidikan atau pengajaran formal.
Sedangkan
pada buku karya Dr. Mansoer Pateda (1989) yang berjudul Analisis Kesalahan, pada bab I dibahas mengenai analisis kesalahan
yang merupakan bagian dari linguistik dan juga bagian dari linguistik terapan.
Selain itu, dibahas juga mengenai analisis kontrastif.
Analisis
kontrastif adalah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik
perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa kedua atau bahasa yang sedang
dipelajari sehingga guru dapat meramalkan kesalahan peserta didik dan peserta
didik segera menguasai bahasa yang bukan bahasa ibunya yang sedang dipelajari.
Tujuan dari analisis kontrastif adalah menganalisis perbedaan antara bahasa ibu
dengan bahasa yang sedang dipelajari agar pengajaran berbahasa berhasil dengan
baik, menganalisis perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang
dipelajari agar kesalahan berbahasa peserta didik dapat diramalkan yang pada
gilirannya kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh bahasa ibu itu dapat
diperbaiki, kemudian hasil analisis itu digunakan untuk menuntaskan
keterampilan berbahasa terdidik, dan analisis kontrastif juga dapat membantu
peserta didik untuk menyadari kesalahan berbahasa sehingga diharapkan dapat
menguasai bahasa yang sedang dipelajari dalam waktu yang tidak lama.
Kemudian
pada bab I dalam buku karya Markhamah, dkk (2009)
manusia adalah hamba Allah
yang termulia yang melebihi makhluk apa pun di dunia ini. Akan tetapi, perkembangan
teknologi dan industri
semakin pesat hingga keadaan merubah segalanya, kini manusia menjadi hamba
teknologi seperti kata Sartono “dehumanisasi”. Kasus seperti ini
menurut Lury (Markhamah, dkk 2009:2) disebut sebagai masyarakat yang berbudaya
materi.
Dalam berkomunikasi
dengan berbagai bahasa tidak hanya sekadar memahami dan bisa berbicara dalam
bahasa apa saja, tetapi ada prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan.
Prinsip-prinsinya yaitu prinsip kerukunan dan prinsip kehormatan.Ada dua sisi
yang perlu mendapatkan perhatian ketika berkomunikasi, pertama bahasannya sendiri, kedua
sikap atau prilaku ketika berkomunikasi.
BAB II
Pada
bab II dalam buku Analisis Kesalahan
Berbahasa Indonesia karya Nanik Setyawati menjelaskan tentang analisis
kesalahan berbahasa. Menurut Setyawati (2010:15) kesalahan berbahasa adalah
penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari
faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari kaidah tata bahasa
Indonesia. Penyebab dari kesalahan berbahasa yaitu terpengaruh bahasa yang
lebih dulu dikuasainya, kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang
dipakainya, dan pengajaran bahasa yang kurang tepat.
Menurut
Ellis (Tarigan & Tarigan, 1988 dalam Setyawati, 2010:17) terdapat lima
langkah kerja analisis bahasa yaitu mengumpulkan sampel, mengidentifikasi
kesalahan, menjelaskan kesalahan, mengklasifikasikan kesalahan dan mengevaluasi
kesalahan. Klasifikasi kesalahan berbahasa menurut Tarigan (1996/1997:48-49
dalam Setyawati, 2010:19) yaitu berdasarkan tataran linguistik diklasifikasikan
menjadi bidang fonologi, morfologi, sintaksis (frasa, klausa, kalimat),
semantik, dan wacana. Berdasarkan kegiatan berbahasa diklasifikasikan menjadi
kesalahan berbahasa dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan dapat berwujud secara lisan
dan tertulis. Berdasarkan penyebab kesalahan tersebut terjadi yaitu kesalahan
berbahasa karena pengajaran dan kesalahan berbahasa karena interferensi. Dan
berdasarkan frekuensi terjadinya kesalahan berbahasa yaitu paling sering,
sering, sedang, kurang, dan jarang terjadi.
Kemudian
pada bab II dalam buku karya Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan (1995:21)
membahas tentang analisis kontrastif. Analisis kontrastif atau anakon adalah
kegiatan memperbandingkan struktur B1 dan B2 untuk mengidentifikasi perbedaan
kedua bahasa itu. Langkah-langkah dalam analisis kontrastif yaitu membandingkan
strutur B1 dan B2, memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar,
menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan
pengajaran.
Anakon
memiliki dua hipotesis yaitu hipotesis bentuk kuat dan hipotesis bentuk lemah.
Hipotesis bentuk kuat menyatakan bahwa kesalahan dalam B2 dapat diperkirakan
dari hasil identifikasi perbedaan B1 dan B2 yang sedang dipelajari oleh siswa.
Sedangkan hipotesis bentuk lemah menyatakan bahwa anakon hanyalah bersifat
diagnostik.
Anakon
mencakup dua hal yaitu teori linguistik yang digunakan sebagai sarana
pemerbanding struktur dua bahasa dan psikologi yang berkaitan dengan transfer,
penyususnan bahan, cara penyajian dan penataan kelas. Anakon dapat memprediksi
butir tertentu dari suatu bahasa yang potensial mendatangkan interferensi.
Anakon dapat menunjukkan kesalahan akibat interferensi tersebut dan dapat
menjelaskan sebab-musabab kesalahan tersebut.
Pada
bab II dalam buku Pateda (1989:38) dijelaskan tentang jenis-jenis kesalahan
dalam berbahasa diantaranya adalah kesalahan acuan, kesalahan register,
kesalahan sosial, kesalahan tekstual, kesalahan penerimaan, kesalahan
pengungkapan, kesalahan perorangan, kesalahan kelompok, kesalahan menganalogi,
kesalahan transfer, kesalahan guru, kesalahan lokal, dan kesalahan global.
Kesalahan
acuan berkaitan dengan realisasi benda, proses atau peristiwa yang tidak sesaui
dengan acuan yang dikehendaki pembicara atau penulis. Penerimaan pesan yang
kurang tepat oleh si pendengar. Kesalahan register adalah kesalahan yang
berhubungan dengan bidang pekerjaan seseorang. Misalnya kata ‘operasi’ yang
dapat digunakan dalam beberapa bidang pekerjaan, tidak hanya dalam bidang
kedokteran saja. Kesalahan sosial adalah kesalahan dalam memilih kata yang
berkaitan dengan status sosial orang yang diajak berbicara.
Kesalahan
tekstual mengacu pada pada jenis kesalahan yang disebabkan oleh tafsiran yang
keliru terhadap kalimat atau wacana yang kita baca atau di dengar. Kesalahan
penerimaan berhubungan dengan keterampilan menyimak atau membaca, biasanya
kesalahan ini disebabkan oleh pendengar yang kurang memerhatikan pesan yang disampaikan oleh pembicara, alat
dengar si pendengar, suasana pndengar, lingkungan pendengar, kata atau kalimat
yang digunakan memiliki makna ganda, pembicara dan pendengar tidak saling
mengerti dan banyak pesan yang disampaikan sehingga sulit diingat oleh si
pendengar.
Kesalahan
pengungkapan adalah pembicara atau penulis salah mengungkapkan atau menyampaikan
apa yang dipikrnya, dirasakannya, atau yang diininkannya. Kesalahan perorangan
adalah kesalahan yang dibuat oleh seseorang diantara kawan-kawannya. Kesalahan
kelompok adalah kesalahan yang dibuat oleh kelompok atau oleh banyak orang,
biasanya terjadi dalam kelompok yang dibuat oleh siswa. Kesalahan menganalogi
adalah sejenis kesalahan pada si terdidik yang menguasai suatu bentuk bahasa
yang dipelajari lalu menerapkan dalam konteks, padahal bentuk itu tidak dapat
diterapkan. Kesalahan transfer terjadi apabila kebiasaan-kebiasaan pada bahasa
pertama diterapkan pada bahasa yang dipelajari. kesalahan guru adalah kesalahan
yang dibuat si terdidik karena metode atau bahan yang diajarkan salah.
Kesalahan lokal adalah kesalahan yang tidak menghambat komunikasi yang pesannya
diungkapkan dalam sebuah kalimat. Dan yang terakhir ada kesalahan global yaitu kesalahan
yang menyebabkan pendengar atau pembaca salah mengerti suatu pesan atau
menganggap bahwa suatu kalimat tidak dapat dimengerti.
BAB III
Kesalahan
berbahasa berdasarkan tataran linguistik bidang fonologi dibahas pada bab III
dalam buku karya Setyawati (2010:25). Kesalahan berbahasa dalam bidang fonologi
meliputi perubahan fonem, penghilangan fonem dan penambahan fonem. Perubahan
fonem itu misalnya akta menjadi akte, nafsu menjadi napsu, kualitas menjadi kwalitas, dan madya
menjadi madia. Penghilangan fonem
misalnya makaroni menjadi makroni, bodoh menjadi bodo, dan
lain-lain. Penambahan fonem misalnya narkotik
menjadi narkotika, standar menjadi standard, dan lain-lain.
Analisis
kontrastif atau anakon harus saling melengkapi dengan analisis kesalahan. Dalam
hal ini, analisis kesalahan dijelaskan pada bab III dalam buku Pengajaran
Analisis Kesalahan Berbahasa karya Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan
(1995:66). Dalam buku tersebut dijelaskan tentang langkah-langkah kerja dalam
menganalisis kesalahan yaitu pengumpulan sampel kesalahan, pengidentifikasian,
penjelasan, pengklasifikasian, dan pengevaluasian kesalahan.
Tujuan
analisis kesalahan adalah untuk menentukan urutan bahan ajaran, menentukan
urutan jenjang penekanan bahan ajaran, merencanakan latihan dan pengajaran
remedial, dan memilih butir pengujian kemahiran siswa. Anakes dapat berfungsi
sebagai dasar pengajian prediksi anakon dan sebagai pelengkap hasil anakon.
Keunggulan
dari analisis kesalahan atau anakes yaitu dapat menjelaskan kesalahan siswa,
mengangkat martabat linguistik terapan, dan mengangkat status kesalahan menjadi
objek penelitian khusus. Disisi lain, anakes juga mempunyai kelemahan yaitu
adanya kekacauan antara aspek proses dan aspek produk anakes, kurangnya atau
tiadanya ketepatan dan kekhususan dalam definisi kategori-kategori kesalahan,
dan penyederhnaan kategorisasi penyebab kesalahan para siswa.
Kemudian
pada bab III dalam buku Pateda (1989:50) dijelaskan tentang daerah dan sifat
kesalahan berbahasa. Terdapat empat daerah kesalahan berbahasa yaitu daerah
kesalahan fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Kesalahan fonologi
berhubungan dengan pelafalan dan penulisan bunyi bahasa. Kesalahan morfologi
berhubungan dengan tata bentuk kata menyangkut tentang derivasi, diksi,
kontaminasi, dan pleonasme. Kesalahan sintaksis berhubungan dengan kalimat yang
berstruktur tidak baku, kalimat yang ambigu, kalimat yang tidak jelas, diksi
yang tidak tepat yang membentuk kalimat, kontaminasi kalimat, koherensi,
kalimat mubazir, kata serapan yang digunakan dalam kalimat, dan logika kalimat.
Kemudian yang terakhir adalah kesalan semantik. Daerah kesalahan semantik
berhubungan dengan pemahaman makna kata dan ketepatan pemakaian kata itu dalam
bertutur.
BAB IV
Kesalahan
berbahasa pada tataran linguistik bidang morfologi dijelaskan pada bab IV dalam
buku Setyawati (2010:49). Klasifikasi kesalahan berbahasa bidang morfologi
yaitu meliputi penghilangan afiks, bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak
luluh, peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh, penggantian morf, penyingkatan
morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-, pemakaian afiks yang tidak tepat, penempatan afiks yang
tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan kata majemuk yang tidak tepat.
Kemudian
pada bab IV, dalam bukunya Tarigan dan Tarigan menjelaskan tentang antarbahasa
atau interlanguage. Istilah antarbahasa mengacu pada seperangkat sistem yang
saling berpautan yang member ciri pada pemerolehan, sistem yang dapat diwasi
atau dapat diobservasi pada perkembangan, dan kombinasi bahasa ibu atau bahasa
sasaran tertentu. Proses antarbahasa mencakup transfer bahasa, transfer
latihan, siasat pembelajaran B2, siasat komunikasi B2, dan overgeneralisasi
kaidah-kaidah bahasa sasaran.
Dalam
antarbahasa terdapat berbagai permasalahan yaitu masalah metodologis dan
masalah teoretis. Masalah metodologis itu meliputi analisis kesalahan, telaah
lintas sektoral, telaah longitudinal, asal-usul “antarbahasa”, pengabaian
faktor eksternal, dan masalah variabilitas. Telaah antarbahasa bertujuan untuk
memberi informasi perilaku pembelajar bagi perencanaan strategi pedagodik,
bertindak sebagai prasyarat bagi validasi tuntutan keras dan tuntutan lemah
pendekatan kontrastif, mencari hubungan antara pembelajaran masa kini, dulu,
dan nanti, dan membri sumbangan bagi teori linguistik umum.
Kemudian
pada bab IV dalam buku Pateda (1989:67) menjelaskan tentang sumber dan penyebab
dalam kesalahan berbahasa. Ada beberapa hal yang menjadi sumber dan penyebab
kesalahan. Menurut pendapat popular, kesalahan bersumber pada
ketidakhati-hatian si terdidik dan yang lain karena pengetahuan mereka terhadap
bahasa yang dipelajari dan interferensi. Pengaruh bahasa ibu, lingkungan,
kebiasaan, interlingual dan interferensi
juga dapat menjadi sumber dan penyebab kesalahan berbahasa.
BAB V
kesalahan berbahasa
dalam bidang morfologi, Setyawati juga menjelaskan tentang kesalahan berbahasa
dalam tataran sintaksis pada bab V (Setyawati,2010:75). Setyawati menjelaskan
bahwa kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis antara lain berupa kesalahan
dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat. Kesalahan dalam bidang
frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adanya pengaruh bahasa
daerah, penggunaan preposisi yang tidak tepat, kesalahan susunan kata,
penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, penggunaan bentuk superlatif
yang berlebihan, penjamakan yang ganda, dan penggunaan bentuk resiprokal yang
tidak tepat.
Henry Guntur
Tarigan dalam bukunya Pengajaran Analisis
Kesalahan Berbahasa pada BAB V mengenai analisis kesalahan berbahasa, ia
membahas dengan jelas materi tersebut. Ia membahas kesalahan berbahasa menurut
beberapa pakar. Ada yang membagi kesalahan berbahasa menjadi dua, yaitu
kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan
kurangnya perhatian, yang disebut faktor performansi.Kesalahan yang kedua
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa, disebut
faktor kompetensi.Ada pula pakar yang membagi kesalahan berbahasa menjadi
empat, yaitu interference-likegoofs, LIdevelopmentalgoofs, ambiguousgoofs,
dan uniquegoofs.
Terdapat pula
empat taksonomi dalam kesalahan berbahasa, 1) taksonomi kategori linguistik,
yaitu mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa berdasarkan komponen
linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi oleh kesalahan,
ataupun berdasarkan kedua-duanya yang mencaup tataran fonologi, morfologi,
semantik dan leksikon, serta wacana; 2) taksonomi siasat permukaan, yaitu
menyoroti bagaimana cara-caranya struktur-struktur permukaan berubah berupa
penghilangan, penambahan, salah formasi, dan salah susun; 3) taksonomi
komparatif, yaitu kesalahan bersadarkan pada perbandingan-perbndingan antara
struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe konstruksi tertentu lainnya
berupa kesalahan perkembangan, kesalahan antarbahasa, dan kesalahan lainnya; 4)
taksonomi efek komunikatif, yaitu memusatkan perhatian kesalahan dari
perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca berupa kesalahan global dan
lokal.
Tahapan yang
harus dilakukan ketika menganalisis kesalahan berbahasa juga dibahas dalam bab
ini. Tahapan tersebut, yaitu memilih korpus bahasa, mengenali kesalahan dalam
korpus, mengklasifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, dan mengevaluasi
kesalahan.Ketika terjadi kesalahan berbahasa maka perlu dilakukan pengoreksian
baik secara lisan dan secara tertulis.
Kemudian
dalam buku Pateda pada bab V dijelaskan, menyimak
adalah proses mendengar dengan pemahaman dan pengertian. Proses menyimak
melalui empat tahap meliputi; (a) tahap identifikasi, (b) tahap identifikasi dan
seleksi tanpa retensi, (c) tahap identifikasi dan seleksi terpimpin dengan
retensi jangka pendek, dan (d) tahap identifikasi yang diikuti dengan seleksi
dan retensi jangka panjang.
Kesalahan
menyimak pada dasarnya dapat terjadi karena ada faktor yang mengganggunya,
antara lain; (a) kejelasan pesan yang berasal dari pembicara, (b) bahasa yang
digunakan, (c) alat dengar penyimak, (d) suasana kejiwaan pembicara dan
penyimak, dan (e) gangguan dari luar, misalnya kebisingan dan keributan. Hal
itu menyebabkan terjadinya kesalahan menyimak. Kesalahan itu diantaranya; (a)
susah untuk membedakan fonem, (b) tekanan kata, (c) intonasi, (d) bentuk-bentuk
lafal menurun, (e) pelafalan cepat silabi tidak bertekanan, (f) pengungkapan
komunikasi yang fungsinya berbeda karena intonasi, (g) menyimpulkan, memahami
dan mengantisipasi isi ujaran, (h) keluar dari masaah yang diketengahkan di
dalam ujaran, (i) belum lancar menggunakan kata atau kalimat bahasa Inggris
dengan kecepatan biasa, (j) penggunaan aksen, dan (k) adanya kata-kata homonim.
Berbicara
adalah aktivitas manusia menggunakan bahasa secara lisan. Kesalahan berbicara
dapat disebabkan antara lain; (a) kesalahan melafalkan bunyi-bunyi bahasa, (b)
kesalahan memilih kata-kata atau istilah yang tepat, (c) penggunaan kalimat
yang samar-samar, tidak jelas atau menimbulkan penafsiran yang berbeda, (d)
pengungkapan pikiran yang tidak jelas, (e) kesalahan karena struktur kalimat,
dan (f) menggunakan kata-kata mubazir.
Sedangkan dalam
buku Markamah dijelaskan tentang kesalaha struktur.
A. Kesalahan Struktur karena Kerancuan
Aktif-Pasif
Kalimat aktif adalah
kalimat yang predikatnya verba berimbuhan meN-
dengan segala kombinasinya dan subjek tidak diawali oleh kata depan.
Kalimat pasif adalah kalimat yang predikatnya verba berimbuhan di- atau ter- atau verba pasif pelaku I/II + pokok kata kerja. Penutur/
penulis sering tidak menyadari bahwa kalimat yang diucapkannya/ ditulisnya
merupakan kalimat yang rancu. Yang dimaksud kalimat yang rancu adalah kalimat
yang sebagian unsurnya milik kalimat aktif, sementara unsur lainnya milik
kalimat pasif.
(a)
Saya telah informasikan bahwa hari ini kita akan mengunjungi para
korban bencana.
Kalimat tersebut
sturkturnya rancu yang mengakibatkan makna ganda. Makna unsur yang merupakan
subjek, bahwa hari ini kita akan
mengunjungi para korban bencana ataukah saya.
Jika bahwa hari ini akan mengunjungi para
korban bencana sebagai pengisi fungsi S, predikatnya seharusnya verba pasif
telah saya informasikan. Sebaliknya,
jikaS-nya saya, predikatnya harusnya
verba aktif menginformasikan. dengan
begitu, bahwa hari ini kita akan
mengunjungi para korban bencana mengisi fungsi objek (O).
B. Kesalahan Struktur karena Subjek
dan Keterangan
Sering
terjadi seorang pemakai bahasa tidak menyadari bahwa dirinya telah
mencampuradukan komponen lain (misalnya keterangan) pada subjek. Mislalnya
orang yang memulai mengucapkan kalimat dengan keterangan panjang. Tidak
disadari oleh penutur/penulis bahwa komponen yang dianggapnya subjek ternyata
merupakan keterangan. Hal seperti itulah yang sering terjadi dalam pemakaian
bahasa yang kurang cermat.
(a) Dalam
seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak memutuskan tempat
penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
Pada
kalimat tersebut, termasuk kalimat yang tidak benar karena subjeknya
berketerangan. Maksudnya, dalam subjek terdapat komponen keterangan, sehingga
mengaburkan subjek. Ada dua cara untuk memperbaiki kalimat tersebut. Pertama, komponen keterangan dihilangkan
sehingga muncul subjek.Kedua,
komponen keterangan dipertahankan, namun predikat verba aktif diganti dengan
predikat verba pasif.
(1)
Seminar
pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak memutuskan
tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
(2)
Dalam Seminar pengajaran bahasa sebulan
yang lalu tidak diputuskan tempat
penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang.
C.
Kesalahan
Struktur karena Pengantar Kalimat
Seringkali
kita membaca kalimat yang diawali oleh kata menurut,
berdasarkan, sebagaimana kita ketahui, seperti disebutkan di muka, seperti
telah kami sampaikan sebelumnya. dan sejenisnya. Kata-kata itu merupakan
pengantar kalimat. Jika bagian kalimat itu kemudia diikuti nomina pelaku orang
pertama sering menimbulkan ketaksaan antara ungkapan pengantar kalimat dengan
predikat kalimat (Sugono dalam Markhamah, dkk., 2009: 108). Misalnya, menurut petugas mitigasi bencana menyatakan…
Penulis/ penutur seringkali lupa bahwa subjek kalimat itu belum ada. Adanya
kata menurut mengaburkan subjek.
D.
Kesalahan
Struktur karena Penghubung terbagi yang Kurang Tepat
Seringkali
ditemukan kalimat yang menggunakan penghubung yang berupa pasangan atau dua
penghubung. Dua penghubung yang dimaksud, misalnya:
meskipun. . . .,tetapi. . .
walaupun. . . .,namun. . . .
biarpun. . . ., akan tetapi. . . .
betapapun. . . ., tapi. . . .
(Sugono dalam Markhamah, dkk., 2009: 109)
(a) Meskipun
kalian tidak ada pekerjaan rumah, tetapi
kalian harus tetap belajar.
Dua
informasi tersebut tidak jelas hubungan maknanya. Hal ini disebabkan oleh
hubungan antara dua klausa yang ada pada kalimat itu tidak jelas. Penggunaan
penghubung meskipun dan tetapi menyebabkan hubungan antara kedua
klausa itu tidak jelas. Jika hubungan kedua klausa itu hubungannya setara, kata
penghubung yang digunakan kata tetapi
saja. Sebaliknya, jika kata penghubung meskipun
yang digunakan, berarti hubungan kedua klausa dalam kalimat itu bertingkat.
E.
Kesalahan
Struktur karena Ketiadaan Induk Kalimat
Kalimat
yang efektif (baik dan benar) strukturnya harus tepat. Ketepatan struktur
berhubungan dengan ketepatan letak unsur-unsur kalimat yang berupa S, P, O
(Pel), K dan kelengkapannya. Dalam pemakaian bahasa sering ditemui kalimat yang
panjang, tetapi unsur-unsurnya tidak lengkap. Misalnya, S kalimat tidak ada,
atau P-nya tidak ada. Hal itu terjadi apabila anak kalimat dan induk kalimat
sama-sama didahului oleh kata penghubung atau konjungsi. Konjungsi yang sering
mengaburkan makna anak kalimat dan makna induk kalimat adalah konjungsi yang
berupa pasangan, seperti:
karena…,maka…
berhubung…,maka…
karena…,sehingga…
jika…,maka… (Sugono
dalam Markhamah, dkk. 2009:112)
(a) Karena
nilai yang didapatkan lebih besar daripada yang diharapkan, maka Fitri terkejut.
Kata
karena pada kalimat tersebut
menyebabkan klausa pertama merupakan anak kalimat. Demikian juga kata maka. Kata maka pada klausa pada kalimat tersebut menempatkan klausa kedua
juga sebagai anak kalimat. Jika kedua klausanya sebagai anak kalimat, berarti
tidak ada induk kalimat pada kalimat tersebut. Supaya ada induk kalimat, salah
satu kata penghubung ditanggalkan.
BAB VI
Kesalahan
berbahasa tataran semantik, menurut Setyawati (2010:103) yang dijelaskan pada
bab VI dapat terjadi pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Jadi,
jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat yang maknanya menyimpang
dari makna yang seharusnya, maka tergolong ke dalam kesalahan berbahasa ini.
Kemudian
pada bab VI dalam buku Pateda, dijelaskan tentang kesalahan dalam membaca dan
menulis, Membaca adalah pengenalan dan persepsi
struktur bahasa sebagai keseluruhan untuk memadukan makna tersurat dan yang
tersirat dengan mengomunikasikan struktur-struktur bahasa itu. Kesalahan
membaca diantaranya disebabkan karena lafal yang sangat dipengaruhi oleh lafal
dalam bahasa ibu, salah membaca kelompok kata, penggunaan unsur suprasegmental
yang tidak tepat, dan pungtuasi belum dikuasai.
Hal
tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan tafsir yang meliputi; (a) tidak
mampu menangkap maksud penulis, (b) sikap kritis terhadap apa yang dibaca
kurang, (c) menghubung-hubungkan tafsiran yang tidak tepat, dan (d) tidak ada
predisposisi kritis antara pembaca dan evaluasi metode menulis.
Menulis
adalah pengalihan bahasa lisan ke dalam bentuk tertulis. Kesalahan menulis
selalu berhubungan dengan:
(a) kesalahan kalimat,
(b) kesalahan kata, meliputi
penggunaan kata dan bentuk kata,
(c) kesalahan ejaan dan tanda baca,
meliputi (i) penulisan kata, (ii) penulisan kata depan di, (iii) penulisan kata
depan ke, (iv) penulisan awalan di-, (v) penulisan partikel pun, (vi) penulisan
angka, (vii) penggunaan tanda baca, dan (viii) penggunaan huruf besar,
(d) kesalahan dalam alinea.
Sedangkan
dalam buku Markamah, pada bab VI dijelaskan tentang kesantunan sosiolinguistik
dalam teks keagamaan.
A.
Pengertian
Kesantunan Sosiolinguistik
Santun berarti: (1) ‘halus dan baik
(budi bahasanya, tingkah lakunya) sabar dan tenang, sopan, (2) penuh rasa belas
kasihan, suka menolong (Tim Penyusun KBBI dalam Markhamah, dkk.,
2009:117). Sopan adalah: (1) hormat dan
takzim (akan, kepada) tertib menurut adat yang baik (2) beradab tentang tingkah
laku, tutur kata, pakaian dsb., (3) baik kelakuannya (tidak lacur, tidak
cabul’) (Tim Penyusun KBBI dalam Markhamah, dkk., 2009:117).
Dalam
Islam santun adalah bagian dari akhlak. Akhlak adalah suatu keadaan yang
melekat pada jiwa manusia yang dari keadaan itu lahir perbuatan-perbuatan
dengan mudah, tanpa melalui pemikiran, pertimbangan, atau penelitian. Jika
keadaan itu melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan akal
dan syarak (hokum Islam) disebut akhlak yang baik. Sebaliknya, jika keadaan itu
menimbulkan perbuatan yang tidak baik atau tidak terpuji dinamakan akhlak yang
buruk atau tidak baik.
Dalam
kaitannya dengan komunikasi, beberapa akhlak Islam dapat disejajaran dengan
norma tutur, khusunya norma interaksi yang dikemukakan oleh Hymes (1975) yang
juga dikutip oleh Suwito (1992) dan Markhamah (2009). Norma tutur adalah
aturan-aturan bertutur yang mempengaruhi alternatif-alternatif pemilihan bentuk
tutur. Dengan demikian, norma tutur bertalian dengan santun bertutur, dan
santun itu harus tampak dalam pemilihan bentuk tutur yang diungkapkan oleh
penuturnya (Suwito dalam Markhamah, dkk. 2009: 119).
Dengan
adanya norma yang harus diterapkan dalam berkomunikasi itu sebenarnya
menunjukkan bahwa bahasa itu tidak netral, bahwa bahasa berhubungan dengan
hal-hal di luar bahasa. Bahasa sebenarnya bersifat netral. Bahasa menjadi baik
atau tidak baik dalam penggunaannya oleh pihak tertentu.
B.
Kesantunan
Sosiolinguistik dalam Teks Terjemahan Al Quran
Berdasarkan
analisis dalam buku Markhamah, dalam teks keagamaan khususnya terjemahan Quran
yang mengandung etika berbahasa terdapat bermacam-macam kesantunan
sosiolinguistik. Kesantunan yang dimaksud adalah merendahkan diri sendiri,
menanyakan lebih rinci pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan
sebagai bentuk penolakan terhadap perintah, menggunakan sindiran untuk meminang
secara halus, mengucapkan salam dan menjawab salam, menggunakan eufimisme,
mengucapkan ‘hiththah’ sambil meembungkukkan baan, menggunakan panggilan
kehormatan, mengucapkan kata-kata baik. Selain itu, keantunan berbahasa juga
ditempuh dengan cara: berbicara dengan sabar dan berbicara dengan suara lunak. Kesantunan
lainnya adalah mengucapkan kalimat doa, menyelamatkan muka mitra bicara,
memberi keputusan dengan adil, mematuhi perintah dan panggilan.
BAB VII
Pada
bab VII dalam buku Setyawati dijelaskan tentang kesalahan
berbahasa tataran wacana. Bahasa meliputi tataran
fonologi, moorfologi, sintaksis, dan semantik.
Satuan linguistik
secara teoritis yang normal adalah fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat,
dan wacana. Wacana merupakan satuan lingustik yang tinggi. Menurut kridalaksana
(dalam Setyawat. 2010:145)i)Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan
yang utuh (novel, buku, seri, ensiklopedia, dan sebagainya),paragraph, kalimat,
atau kata yang membawa amanat yang lengkapsebagai satuan bahasa yang
lengkap,maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau
ide yang utuh, yang data dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau
pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu dibentuk dari kalimat
atau lalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan
kewacanaan lainnya.
Alat-alat wacana yang dapat membuat
kekohesian
sebuah wacana antara lain : pengacuan atau referensi, penyulihan
atau substitusi, pelepasan atau ellipsis, dan perangkaian atau konjungsi. Adapun
alat wacana yang membentuk kekohesrensian antara lain: pengulangan atau
reptetisi, padan makna atau sinonim, lawan makna atau antonimi, hubungan atas
bawahatau hiponimi, sanding kata atau kolokasi, dan kesepadanan atau
ekuivalensi.
Berdasarkan uraian
diatas, dapat dicermati ruang lingkup kesalahan dalam tataran wacan dapat
meliputi:
a.
Kesalahan dalam kohesi
1. Kesalahan
penggunaan pengacuan
Wacana
tidak baku :
a.
Rombongan darmawisata itu
mula-mulanmendatangi Pulau Madura. Setelah itu dia melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
b.
Karena tidak berhati-hati, anak kecil
itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang penyulihan yang lewat mencoba menolong mereka.
Kedua
wacana di atas salag dalam menggunakan pengacuan. Penggunaan pengacuan yang
tepat dalam wacana di atas yaitu:
a.
Bukan dia tetapi mereka
b.
Bukan mereka tetapi nya
2. Kesalahan
penggunaan
Contoh
:
a.
Ibrahim sekarang sudah berhasil
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Drajat keserjanaanya itu akan digunakan untuk
mengabdi kepada nusa dan bangsa.
b.
Prima dan bibi masuk ke warung kopi.
Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu. Keinginan mereka rupanya berbeda.
Penggunaan kata-kata penyulihan yang
tercetak miring dalam kedua wacana di atas tidak tepat. penyulihan yang tepat
untuk wacana ia atas adalah:
a.
Adalah titel
b.
sama
3. Kekurang
efektifan wacana karena tidak ada pelesapan
Contoh:
b.
Sudah seminggu ini Rohman sering ke
rumahku, Rohman kadang-kadan mengantar jajaanan dan berbincang denganku. Dia
belum pernah berbincang denganku tentang cinta. Entah mengapa, aku pun enggan
menggiring perbincangan kami kea rah sana.
c.
Pohon-pohon kelapa itu menyenangkan
hati. Pohon-pohon kelapa itu baru
berumur enam tahun. Pohon-pohon kelapa itu pendek-pendek, rendah, tetapi sudah
berbuah banyak. Buahnya bahkan ada yang mencapai tananh. Hasilnta memeang di
luar dugaan.
Kata-kata yang tercetak miring dalam
kedua wacana di atas merupakan penggunaan yang kurang efektif. Untuk
keefektivitasan peggunaan kalimat, ekonomis dalam penggunaan bahasa, dan
mencapai aspek kepaduan wacana, maka sebaiknya kata-kata yang tercetak miring
tersebut dilepaskan.
d.
Kesalahan dalam koherensi
Perhatikan contoh
berikut:
a. Badannya
terasa kurang enak, dan dia masuk
kantor juga meskipun banyak tugas
yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk dan tidak masuk kantor , pekerjaan harus selesai untuk bulan depan akan diadakan serah
terima jabatan. Karena yang
digantikan dan pengganti harus
dipertemukan pada saat itu.
b. Agak
lama aku merenungkan nasihat orang tuaku tetapi
aku mendapat gagasan baru. Memeang benar nasihat itu, “Aku sebaiknya
melanjutkan ke perguruan tinggi”. Namun
tekadku sudah bulat. Dengan demikian
aku harus meninggalkan tempat ini dan segera berangkat ke Surabaya.
Akan
lebih tepat konjungsi diatas yang bercetak miring dganti seperti ini:
a. - Dan
diganti tetapi
-
Meskipun
diganti karena
-
Dan
diganti atau
-
Untuk
diganti sebab
-
Karena
diganti baik
-
Dan
diganti maupun
b. - Tetapi diganti lalu
-
Namun diganti akhirnya
-
Dengan demikian diganti oleh karena.
2.
Wacana tidak koherensi
Perhatikan
contoh:
a. Aku
diam. Diam seribu bahasa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi sebagian besar
penduduk di Indonesia. Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta. Soekarno-Hatta banyak dipakau sebagai nama jalan. Jalan pelan-pelan banyak anak kecil
b. Simanjuntak : kenaikan tarif listrik sekarang merepotkan juga.
Simanulang : listrik kami sering mengalami gangguan. Ada apa ya? Apa ada yang
usil dengan menggaet kabel?
Simanjuntak : kabel dirumah kami sudah tujuh belas tahun. Bisa korsleting katanya.
Simanulang : korsleting
terjadi di tetangga kami tadi malam.
Koherensi tidak
kita temukan dalam kedua wacana tersebut. Dalma kedua wacana tersebut sering
menggunakan pengulangan (yang cetak miring), tetappi pengulangan tersebut tidak
mendukung sebuah gagasan. Koherensian sebuah wacana tidak semata-mata hanya
ditentukan oleh bentuk luar saja.
Wacana yang tidak koheren:
a. Banyak
pahlawan bangsa dimakamkan dipemakaman itu. Mereka tewas dalam pertempuran
melawan penjajah. Sungguh besar jasa para pahlawan itu untuk negeri ini.
Kalimat pertama dalam wacana diatas:
pada kata tewas kurang tepat penggunaanya jika ditunjukan pada pahlawan,
sekalipun frasa meninggal dunia
bersinonim dengan tewas. Sinonim meninggal
dunia yang tepat jika untuk pahlawan adalah
gugur.
BAB VIII
Pada
bab VIII dalam buku Setyawati dibahas tentang kesalahan
berbahasa dalam penerapan kaidah Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan
1.
Ejaan
Dalam KBBI (1996) ejaan
didefinisikan sebagai kaidah-kadah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,
kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan
tanda baca.
a.
Kesalahan Penulisan Huruf Besar atau Huruf
Kapital
Penulisan
huruf kapital yang kita jumpai dalam tulisan-tulisan resmi kadang-kadang
menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.
b.
Penulisan huruf pertama petikan langsung
Sesuai
dengan kaidah tata bahasa yang benar adalah bahwa huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama petikan langsung.
c.
Kesalahan penulisan huruf pertama dalam
ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan (terbatas pada nama diri),
kitab suci, dan nama Tuhan.
d.
Kesalahan penulisan huruf pertama nama
gelar (kehormatan, keturunan, keagamaan), jabatan, dan perangkat yang diikuti
orang.
Berdasarkan
pada kaidah tata bahasa Indonesia bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, keagamaan), jabatan, dan pangkat
yang diikuti nama orang, sedangkan jika tidak diikuti nama diri ditulis dengan
huruf kecil.
e.
Kesalahan penulisan pada kata-kata van, den, der, da, de, di, bin dan ibnu yang digunakan sebagai nama orang
ditulis dengan huruf besar, padahal kata-kata itu tidak terletak pada awal
kalimat.
f.
Kesalahan penulisan huruf pertama nama
bangsa, suku, dan bahasa yan tidak terletak pada awal kalimat.
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. Jika
bangsa, suku dan bahasa itu sudah diberi awalan sekaligus akhiran, nama-nama
itu harus ditulis huruf kecil.
g.
Kesalahan penulisan huruf pertama nama
tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah.
h.
Kesalahan penulisan pada huruf pertama
nama khas geografi
i.
Kesalahan penulisan huruf pertama nama
resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
j.
Kesalahan penulisan huruf pertama pada
kata tugas seperti:di, ke, dari, untuk,
yang, dan dalam pada judul buku, majalah, surat kabar, dan
karangan yang tidak terletak pada posisi awal.
k.
Kesalahan penulisan singkatan nama gelar
dan sapaan
l.
Kesalahan penulisan huruf pertama kata
petunjuk hubungan kekerabatan, seperti: bapak,
ibu, saudara, anda, kakak, adik, dan
paman yang dipakai sebagai kata ganti atau
sapaan.
Berdasarkan
kaidah tata bahasa yang benar bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti: bapak, ibu, saudara, anda, kakak, adik, dan paman
yang dipakai sebagai kata ganti atau
sapaan perlu diperbaiaki.
2. Kesalahan
Penulisan Kata Huruf Miring
A.
Kesalahan penulisan nama buku, majalag,
dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
B.
Kesalahan penulisan yang digunakan untuk
menegasakan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
C.
Kesalahan penulisan kata nama-nama
ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah (yang tidak disesuaikan
ejaan)
3. Kesalahan
Penulisan kata
A.
Kesalahan Penulisan Kata Dasar Dan Kata
Bentuk
Kata dasar
ditulis sebagai satu kesatuan yang berdiri sendari; sedangkan pada kata
berafiks, afiks tersebut ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Kata ulanga
ditullis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubunga. Kata majemuk atau
gabungan kata yang mendapat prefix saja atau sufiks saja, maka prefix atau
sufiks tersebut ditulisa serangkai dengan kata yang bersangkutan saja. Akan
tetapi jika gabungan kata tersebut sekaligus mendapat prefix dan sufiks, maka
bentuk kata bentuknya harus ditulis serangkai semuanya. Perhatikan pemakaiann
bentuk baku dan bentuk tidak baku berikut ini.
Bentuk
Kata
diminta
kasihan
kemenakan
rumah-rumah
gerak-gerik
dibesar-besarkan
berkejar-kejaran
tata
bahasa
rumah
sakit umum
manakala
saputangan
|
Bentuk
Tidak Baku
di
minta
kasih
an
ke
menakan
rumah2
gerak
gerik
dibesar2kan
berkejar
kejaran
tatabahasa
rumahsakit
umum
mana
kala
sapu
tangan
|
B.
Kesalahan Penulisan –ku, -kau, -mu, dan
–nya.
Bentuk
–ku, -kau, dan -mu, ada pertaliannya dengan pronominal –aku, -engkau, dan kamu ditulis sering ditulis salah yaitu terpisah dengan kata yang mengikutinya
C.
Kesalahan Preposisi di, ke, dan dari.
D.
Kesalahan Penulisan Partikel pun
E.
Kesalahan Penulisan per.
4. Kesalahan
memenggal kata
Pemenggalan kata
atau persekutuan diperlukan apabila kata kita harus memenggal sebuak kata dalam
tulisanjika terjadi pergantian baris. Pada kata pergantian baris, tanda hubung
harus dihubungkan dipinggir ujung baris. Perlu juga diketahui, suku kata atau
imbuhan yang terdiri atas sebuah huruf tidak dipenggal agar tidak terdapat satu
huruf pada ujung baris atau pada pangkal baris.
A.
Kesalahan Pemenggalan Dua Vokal yang
Berurutan di Tengan Kata
B.
Kesalahan Pemenggalan Dua Vokal Mengapit
Konsonan di Tengan Kata
C.
Kesalahan Pemenggalan Dua Konsonan
Berurutan di Tengah Kata
D.
Kesalahan Pemenggalan Tiga Konsonan atau
Lebih di Tengah Kata
E.
Kesalahan Pemenggalan Kata Berimbuhan
F.
Kesalahan Pemenggalan Nama Diri
5. Kesalahan
Penulisan Lambang Penulisan
A.
Kesalahan penulisan lambang bilangan
dengan huruf
B.
Kesalahan penulisan kata bilangan
tingkat
C.
Kesalahan penulisan kata bilangan yang
mendapat akhiran –an.
D.
Lambang bilangan yang dapat menyatakan
satu atau dua kata yang ditulis dengan angka dan kesalahan penulisan lambang
bilangan yang menyatakan beberapa
perincian atau pemaparan ditulis dengan huruf.
E.
Kesalahan penulisan lambang bilangan
pada awal kalimat dengan angka dan kesalahan penulisan lambang bilangan pada
awal kalimat dengan huruf.
F.
Kesalahan penulis angka yang menungjukan
jumlah antara ratusan, ribuan, dan seterusnya.
G.
Kesalahan penulisan jumlah uang
H.
Kesalahan penilisan NIP, NIM/NIS, dan
nomor telepon.
6. Kesalahan
Penulisan Unsur Serapan
Berdasarkan taraf integrasinya,
unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas:
1.
Unsur yang belum sepenuhnya terserap ke
dalam konteks bahasa Indonesia (unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa
Indonesia tetapi pelafalanya masih mengikuti cara asing)
2.
Unsur asing yang pelafalanya dan
penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
7. Kesalahan
Penulisan Tanda Baca
A.
Kesalahan Penulisan Tanda Titik (.)
1. Penghilangan
tanda titik pada akhir singkatan nama orang.
2. Pemakaian
tanda titik yang kurang atau berlebih pada singkatan kata atau ungkapan.
3. Penghilangan
tanda titik pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan,
dan seterusnya.
4. Penembahan
tanda titik pada singkata yang terdiri atas huruf awal kata atau suku kata dan
pada akronim
5. Penembahan
tanda titik di belakang alamat pengirim, tanggal surat, di belakang nama
penerima, dan alamat penerima surat.
b.
Kesalahan Penulisan Tanda Koma (,)
1. Penghilangan
tanda koma di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
2. Penghilangan
tanda koma di antara dua klausa dalam kalimat majemuk setara (yang didahului
oleh konjungsi tetapi, melainkan, dan
sedangkan).
3. Pemisahan
anak kalimat dari induk kalimat yang tidak menggunakan tanda koma (yang anak
kalimat mendahului induk kalimat).
4. Penghilangan
tanda koma di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat
di awal kalimat.
5. Unruk
memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat dengan meniadakan
tanda koma.
6. Penghilangan
tanda koma di belakang kata-kata seru seperti: o, yah, wah, aduh, kasihan yang terdapat pada awal kalimat.
7. Penghilangan
tanda koma di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagain alamat, (3) tempat
dan tanggal, (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
8. Penghilangan
tanda koma ketika menceritakan bagain nama yang dibalik susunanya dalam daftar
pustaka.
9. Penghilangan
tanda koma di antara nama orang dan gelar kesarjanaan yang mengikutinya.
10. Tanda
koma yang tidak digunakan untuk mengapai keterangan tambahan dan keterangan
aposisi.
11. Pemakaian
tanda koma untuk memisahkan anak kelimat dan induk kalimat yang anak kalimat
tersebut mengiringi induk kalimat.
c.
Kesalahan Penulisan Tanda Titik Koma (;)
Tanda
titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara didalam suatu
kaliamt majemuk sebagai pengganti konjungsi.
d.
Kesalahan Penulisan Tanda Titik Dua (:)
1. Penghilangan
tanda titik dua pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau
pemerian.
2. Penggunaan
tanda titik dua dalam rangkaian atau pemerian yang merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.
e.
Kesalahan Penulisan Tanda Hubung (-)
1.
Penghilangan tanda hubung diantara se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital.
2. Penghilangan
tanda hubung diantara ke- da angka.
3. Penghilangan
tanda hubung dalam singkatan.
4. Penghilangan
tanda hubung dalam singkatan huruf kapital dengan afiks atau kata.
Sumber:
Setyawati, Nanik M.Hum. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia.
Surakarta: Yuma Pressindo
Markhamah, dkk. 2009. Analisis Kesalahan & Kesantunan
Berbahasa. Surakarta : Muhammadiyah University Press
Tarigan, Henry Guntur dan Tarigan,
Djago. 1995. Pengajaran Analisis
Kesalahan Berbahasa Bandung: Angkasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar