Selasa, 08 Desember 2015

Analisis BAB 1

Nama: Lili Anggreyani 
Kelas : 7A
NIM  : 2222120328


Perbedaan dan Persamaan dari Buku-Buku Mengenai Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia

Pada dasarnya setiap ahli bahasa yang menuliskan pemikirannya melalui buku, khususnya untuk buku yang membahas mengenai kesalahan berbahasa memiliki caranya tersendiri untuk menjelasken pemikirannya mengenai pemahamannya ke dalam sebuah tulisan. Hal ini berlaku pada  ke empat buku yang akan saya coba analisis persamaan dan perbedaan yang ada di dalam buku analisis kesalahan berbahasa.
Buku Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik- Nanik Setyawati, M. Hum. Buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa- Markhamah, dkk, Buku Analisis Kesalahan- Dr. Mansoer Pateda, dan Buku Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa- Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan. pembahasan akan dilakukan secara acak, sesuai dengan hal-hal yang dianggap sesuai untuk dianalisis persamaan dan perbedaan bahasannya.
Bab 1
Penjelasan awal pada buku ini dengan menjelaskan mengenai ragam bahasa Indonesia, disebutkan pula kedudukan dan fungsinya pada kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Nanik dalam bukunya (2010:1) mengatakan bahwa “Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dipakai dalam berbagai keperluan tidak seragam, atau berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi”. Setelah menyampaikan pernyataan tersebut, Nanik juga menjelaskan ragam-ragam bahasa Indonesia berdasarkan sarana, suasana, norma pemakainya, tempat atau daerah, bidang penggunaannya dan lain sebagainya.
Berdasarkan pernyataannya tersebut jika dilihat dari contoh yang diberikan oleh Nanik, ragam-ragam bahasa bukan merupakan alasan dari kesalahan berbahasa akan tetapi hanya ragam-ragam bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ragam-ragam bahasa ini berpontensi menyebabkan kesalahan berbahasa Indonesia, dikarenakan setiap orang menggunakan ragam-ragam bahasa yang disebutkan oleh Nanik tanpa disadari (jenis ragam apa) sehingga, kesalahan yang dilakukan juga tanpa disadari. Nanik juga akan memperkuat alasannya dalam bab 2.
Berbeda buku berbeda pula pendapat yang dituliskan, perbedaan dengan buku yang ditulis oleh Henry dan Djago Tarigan yaitu, pada bab 1 Henry dan Djago Tarigan menjelaskan bahwa sesuatu yang berpontensial menjadi menyebab kesalahan bahasa dapat dijelaskan secara bertahap melalui hal yang paling mendasar yaitu, ketika seseorang pemerolehan bahasa, sehingga mendapatkan kedwibahasaan, kemudian secara tidak sengaja di interferensikan yang menyebabkan kesalahan berbahasa maka dari itu memerlukan pengajaran bahasa untuk membenarkan kesalahan berbahasa.
Persamaan antara Nanik dan Henry dan Djago Tarigan yaitu, penjelasan Nanik mengenai ragam-ragam bahasa (semua bahasa ialah bagian dari bahasa, bahasa sebagai alat komunikasi yang merupakan varian dari bahasa dikenal dengan istilah kode) digunakan oleh manusia untuk komunikasi, tetapi manusia tidak hanya mengenal satu bahasa. Nanik menganggap hal ini hanya sebagai ragam bukan kesalahan berbahasa. Henry dan Djago Tarigan juga melihat potensi dari kemampuan manusia yang mampu menggunakan bahasa lebih dari satu ini sebagai dari bagian dari potensi kesalahan berbahasa.
Pada buku selanjutnya yaitu, mengenai analisis kesalahan dan kesantunan berbahasa yang ditulis oleh Markhamah dan Atiqa Sabardila. Bab 1 dibuku ini berbeda dengannya buku yang ditulis oleh Nanik yang pada bab 1 belum menuntut ragam bahasa harus menggunakan akidah yang tepat, buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa menekankan pentingnya menuruti akidah-akidah berbahasa dalam berkomunikasi dan pentingnya berbahasa menggunakan etika berbahasa yang baik dalam melakukan komunikasi antar sesama. Menurut Markhamah dan Atiqa Sabardila terdapat dua sisi yang perlu mendapatkan perhatian ketika seseorang berkomunikasi. Pertama, bahasanya sendiri. Kedua, sikap atau perilaku ketika berkomunikasi (2009:3).

Dari ketiga buku diatas, yang paling berbeda pada bab 1 adalah buku yang ditulis oleh Mansoer Pateda yang langsung menjelaskan menganai  analisis kesalahan yang menjadi bagian dari linguistik. Mansoer Pateda menjelaskan bahwa analisis kesalahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari linguistik karena analisis kesalahan diperlukan bagi seorang guru untuk memperbaiki kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh peserta didiknya dalam mempelajari bahasa kedua (bukan bahasa ibu).
Bab 2
Pada bagian bab 2 dijelaskan lebih rinci mengenai kesalahan berbahasa, setelah sebelumnya dijelaskan ragam-ragam bahasa yang dianggap sebagai penyebab kesalahan berbahasa Indonesia. diungkapkan menurut Nanik (2010:15-15) penyebab kesalahan berbahasa bukan karena bahasa yang digunakan (ragam bahasa) akan tetapi seseorang melakukan kesalahan berbahas dikarenakan, terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya, kurangnya pemahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya dan pengajaran yang kurang tepat atau kurang sempurna. Pada bab 2 juga dijelaskan bahwa adanya klarifikasi dari kesalahan berbahasa yang sebelumnya pada bab 1 tidak dijelaskan seolah mengabaikan adanya kesalahan berbahasa. Klasifikasi kesalahan tersebut diantaranya, kesalahan bedasarkan tataran linguistik (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan wacana), kesalahan berdasarkan kegiatan berbahasa atau keterampilan, berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan, berdasarkan penyebab kesalahan (pengajaran dan interferensi), dan berdasarkan frekuensi terjadinya kesalahan.
Bab 2 pada buku Henry dan Djago Tarigan semakin rumit. Pada bagian ini Henry dan Djago Tarigan menjelaskan mengenai Analisis Kontrastif dengan sangat teoritis sehingga sulit untuk dipahami. Sebelumnya pada bab 1 milik Mansoer Pateda penjelasan Bab 2 Henry dan Djago Tarigan memiliki inti pembicaraan yang sama yaitu, analisis kesalahan kontrastif yang merupakan sebuah pendekatan untuk seorang pendidik agar memudahkan dalam menganalisis kesalahan peserta didiknya sehingga dapat diprediksi, diketahui, serta diperbaiki kesalahannya.
Bab 2 pada buku Markhamah dan Atiqa sabardila serta buku Mansoer Pateda memiliki kemiripan bahasan. Buku Markhamah dan Atiqa sabardila memberikan judul Kalimat Efektif sedangkan Mansoer Pateda memberi judul bab 2nya Jenis Kesalahan. Jika di pahami lagi yang membedakan antara kedua buku pada bab 2 tersebut adalah sudut pandang para penulis.
Buku Markhamah dan Atiqa sabardila dari bab 1 sudah menekankan kaidah berbahasa dan sikap dalam berkomunikasi adalah hal yang penting. Pada bab 2 Markhamah dan Atiqa Sabardila melihat kesalahan berbahasa diakibatkan kurang pahamnya atas kalimat efektif, maka Markhamah dan Atiqa sabardila menjelaskan mengenai kalimat-kalimat yang efektif sebagai pedomannya dalam menganalisis kesalahan. Misalnya pada contoh berikut ini.
1.      Serena adalah orang asing yang pandai bicara bahasa Indonesia (kalimat tidak gramatikal)
2.      Serena adalah orang asing yang pandai berbicara bahasa Indonesia (kalimat bergramatikal)
Kalimat 1 tidak efektif karena tidak gramatikal secara morfologis. Kata bicara termasuk kata yang tidak baku. Kata yang baku adalah bebicara. Hilangnya afiks ber- menyebabkan kata kurang gramatikal.
Pada buku Mansoer Pateda kesalahan berbahasa lebih dilihat dari bagaimana sudut pandang melihat kesalahan tersebut. Pateda menyebutkannya menjadi “Jenis Kesalahan” yang terbagi menjadi 13 kesalahan yang dilakukan oleh seseorang dalam berbicara. 13 jenis tersebut yaitu antara lain, kesalahan acuan, kesalahan register, kesalahan sosial, kesalahan tekstual, kesalahan penerimaan, kesalahan pengungkapan, kesalahan perorangan, kesalahan kelompok, kesalahan menganologi, kesalahan transfer, kesalahan guru, kesalahan lokal dan kesalahan global.
Bab 3
buku Henry dan Djago Tarigan pada bab 3 masih bersifat teoritis yaitu, “Teori Analisis Kesalahan” di dalamnya terdapat pengertian batasan analisis kesalahan, jika membahas mengenai batasan hal ini dapat dikatakan sebagai persamaan yang terdapat dari keempat buku lainnya, yang sama-sama membahas mengenai daerah, letak kesalahan serta ketepatan sebuah kalimat.
Batasan yang dimaksud oleh Henry dan Djago Tarigan adalah batasan dalam melakukan kegiatan analisis kesalahan yaitu, disusun (diketahui) ketika sudah melakukan langkah- langkah pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan, penjelasan kesalahan, pengklasifikasian kesalahan, dan pengevaluasian kesalahan. 
Berbeda lagi dengan buku yang ditulis oleh Markhamah dan Atiqa Sabardila yang menekankan pada teori mengenai adanya keteraduan dan ketepatan makna. Maka, dengan adanya teori tersebut yang disajikan oleh penulis berarti, yang dimaksudkan adalah kesalahan terjadi apabila tidak adanya keterpaduan dan ketepatan makna. Kesalahan berbahasa dapat dilihat dari tidak padunya dalam menyusun kalimat, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan yaitu, pertama, tidak meletakan keterangan yang berupa klausa diantara S (subjek) dan P (Predikat), kedua, tidak meletakkan keterangan aspek di depan S (Subjek), ketiga, tidak menempatkan keterangan aspek di antara pelaku dan pokok kata kerja yang merupakan kata kerja pasif bentuk diri dan keempat, tidak menyisipkan kata depan di antara P (Predikat) dan O (objek).
Kemantapan makna kalimat juga merupakan salah satu hal yang mempengaruhi kalimat efektif. Kemantapan makna merupakan kalimat yang hanya memiliki satu makna tidak mendua makna. Kalimat yang efektif, selain harus memiliki kemantapan makna tetapi juga harus menjadi kalimat yang hemat.
Buku Mansoer Pateda dan buku Setyawati memiliki kesamaan pada bab 1 yaitu, sama-sama membahas mengenai daerah kesalahan. Perbedaannya, Setyawati lebih rinci dalam menjelaskannya, dengan menggunakan bab-bab khusus untuk mengkaji satu daerah kesalahan. Pada bab 3 di buku Setyawati menjelaskan secara detail mengenai daerah kesalahan dari tataran fonologi. Kesalahan pada tataran fonologi ini meliputi kesalahan terjadi karena perubahan fonem, penghilangan fonem, dan penambahan fonem. Setyawati menjabarkannya dari bunyi a sampai dengan z.
Contoh kesalahan yang dikarenakan perubahan fonem:
·         Fonem /a/ dilafalkan menjadi /ế/
Lafal baku                   lafal tidak baku
Akta                            aktế
Pedas                           pedếs
Dapat                          dapết
·         Penghilangan fonem /e/
Lafal baku                   lafal tidak baku
Jenderal                       jendral
Sutera                          sutra
Terampil                      trampil
·         Penambahan fonem /h/
Lafal baku                   lafal tidak baku
Wudu                          wudhu
Silakan                        silahkan
Percuma                      percumah
Menurut Mansoer Pateda daerah kesalahan fonologi disebabkan oleh pelafalan dan penulisan bunyi bahasa. Contoh kesalahan fonologi dari pelafalan, terdapat pada bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Bahasa Indonesia hanya mengenal /s/ dan /sy/ tetapi di bahasa arab terdapat sin, syin, tsa, dan shad. Maka, orang sering melakukan kesalahan dalam kata:
·         Insyaf              seharusnya                   insaf
·         Syah                seharusnya                   sah
·         Syurga             seharusnya                   surga
·         Syarat              seharusnya                   saraf
Kesalahan pada daerah fonologi diakibatkan karena penulisan berhubungan dengan:
·         Penulisan huruf besar dan huruf kecil
·         Penulisan kata depan
·         Penggunaan tanda baca
·         Pemisah suku kata, lebih-lebih pemisah suku kata di margin kanaan
Perbedaan cara penulisan antara Mansoer Pateda dan Setyawati terlihat dari, Pateda menggabungkan daerah kesalahan-kesalahan dalam satu bab 3.
Daerah kesalahan Morfologi
Kesalahan pada daerah ini berhubungan dengan tata bentuk kata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan pada bidang morfologi akan menyangkat derivari, diksi, kontaminasi, dan pleonasme.
Daerah kesalahan Sintaksis
Kesalahan pada daerah sintaksis berhubungan dengan kesalahan pasa morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata yaitu, kalimat yang berstruktur tidak baku, kalimat yang ambigu, kalimat yang tidak jelas, diksi yang tidak tepat yang membentuk kalimat, kontaminasi kalimat, koherensi, kalimat mubazir, kata serapan yang digunakan di dalam kalimat, dan logika kalimat.
Daerah kesalahan Semantik
Daerah kesalahan semantik  berhubungan dengan pemahaman makna dan ketepatan pemakaian kata itu dalam bertutur. Misalnya, kata acuh bermakna peduli, mengindahkan. Kemudian terdapat kalimat “Memang, saya melihatnya tetapi saya acuh”. Maksud dari kalimat tersebut adalah acuh yang tidak memperdulikan akan tetapi, sebaliknya kata acuh brmakna peduli.
Bab 4
Setelah memahami langkah-lamgkah yang harus ditempuh dalam melakukan analisis, pada bab selanjutnya Henry dan Djago Tarigan menjelaskan mengenai “Antarbahasa atau Interlanguage”. Secara metodologi antarbahasa dapat dikatakan menyatukan asumsi-asumsi anakon dan anake. Jika anakon mempertentangkan atau mengkontraskan bahasa ibu pembelajar dengan bahasa sasaran, dan anakes konversional melibatkan pertentangan antara performasi pembelajar dengan bahasa sasaran, maka antar bahasa memperhatikan serta memanfaatkan tiga sistem tersebut, secara eksplisit menyatukan analisis kontastif antar bahasa pembelajar dengan bahasa aslinya maupun dengan bahasa sasaran. Aneka bahasa memiliki permasalahan dalam metodologis (analisis kesalahan, telaah lintas sektoral, dan telaah longitudinal) dan teoritis (asal-usul antarbahasa), pengabaian faktor internal, dan masalah variabilitas.
Telaah antarbahasa juga betujuan untuk memberikan informasi perilaku peserta didik bagi perencanaan strategi pedagogic, bertindak sebagai prasyarat bagi validasi tuntutan keras dan lemah pendekatan konstratif, mencari hubungan antara pembelajaran masa kini, dulu, dan nanti, serta memberi sumbangan bagi teori linguistik umum.
Bab 4 pada buku Pateda menjelaskan mengenai sumber dan penyebab kesalahan berbahasa. Menurut Pateda, setelah memahami mengenai jenis, daerah kesalahan, sifat kesalahan maka, harus mengetahui sumber kesalahan atau penyebab dasar yang menimbulkan jenis kesalaha itu muncul. Terdapat beberapa sumber atau penyebab kesalahan menurut Pateda, diharapkan dengan mengetahui sumber kesalahan ini masing-masing pihak yang terlibat dapat memperbaiki diri menjadi lebih baik dan tidak menganggap kesalahan berbahasa ini merupakan hal sepele. Karena jika dianggap sepele maka, kesalahan yang tadinya hanya sedikit akan menjadi besar dan akan mendarah daging sulit untuk diperbaiki. Sumber dan penyebab kesalahan menurut Pateda (69-74) diakibatkan karena bahasa ibu, lingkungan, kebiasaan, interlingual, dan interferensi.
Kalimat bervariasi menurut Markhamah dan Sabardila merupakan salah satu yang dapat dijadikan Patokan untuk menganalisis kesalahan, walaupun dengan variasi bahasa kesalahan yang ditimbukan tidak secara langsung. Variasi bahasa dilakukan agar pembaca atau pendengar tidak bosan dengan struktur kalimat yang konstan (tidak berubah). Menurut Soedjito dalam (Markhamah dan Sabardilla, 2009: 67-68) membedakan variasi bahasa berdasarkan urutan dan jenis kalimat. Yang dimaksud dengan urutan unsur-unsur fungsi yang berbeda (urutan biasa dan urutan inversi).
Misalnya:
Kalimat bervariasi urutan
1.      Pemuda itu bekerja dengan tekun.
     S                             P
1a. bekerja dengan tekun pemuda itu.
                      P                        S
Contoh 1a merupakan urutan inversi dari urutan biasa.

Sebenarnya buku yang ditulis oleh Setyawati pada bab 4 dapat dibandingkan dengan buku Pateda pada bab 3 mengenai daerah kesalahan pada daerah morfologi. Setidaknya pada bab 4 pada buku Setyawati akan dianalisis agar lebih singkat dan mudah dipahami.
Kesalahan dalam tataran morfologi dapat terjadi dalam ragam tulis ataupun lisan. Penyebab terjadinya kesalahan terhadap tataran morfologi dalam buku Setyawati terdapat 9 penyebab, diantaranya:
1.      Penghilangan afiks
Kata baku                    kata tidak baku
Memamerkan              Pamerkan
2.      Bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak diluluhkan
Kata baku                    kata tidak baku
mencontoh                              menyontoh
3.      Peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh
Kata baku                    kata tidak baku
Memproduksi              memroduksi

4.      Penggantian morf
Kata baku                    kata tidak baku
Mengecat                    mencat
5.      Peenyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-
Kata baku                    kata tidak baku
menyuruh                    nyuruh
6.      Pemakaian afiks yang yang tidak tepat
Kata baku                    kata tidak baku
Terburu                        keburu
7.      Penentuan bentuk dasar yang tidak tepat
Kata baku                    kata tidak baku
Ditemukan                  diketemukan
8.      Penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata
Kata baku                    kata tidak baku
Dilipatgandakan          Dilipatkan ganda
9.      Pengulangan kata majemuk yang tidak tepat
Kata baku                                kata tidak baku
Besar-kecil-besar kecil besar-besar kecil
Bab 5
Analisis kesalahan berbahasa berdasarkan pendapat Henry dan Djago Tarigan dalam bukunya, mereka menjelaskan bahwa kesalahan berbahasa itu beragam jenisnya dan dapat dikelompokkan  dengan berbagai cara sesuai dengan cara kita memandangnya. Di dalam buku Henry dan Djago Tarigan (143)terdapat dua jenis kesalahan yaitu disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan dan kurangnya perhatian (mistakes) dan kedua, kesalahan yang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa.

Buku Pateda pada bab 5 menjelaskan mengenai menyimak dan berbicara hal ini dikarenakan, menyimak dan berbicara menurutnya berpotensi untuk menjadi salah satu penyebab kesalahan dalam berbahasa. Menyimak bisa terjadi ketika seorang peserta didik salah paham dalam menyimak pemberian materi yang dibawakan oleh pendidik di dalam kelas atau kesalahan terjadi karena pendidik salah berbicara mengenai materi di kelas sehingga terjadinya kesalahan berbahasa. Disebutkan hal-hal yang dapat mengganggu proses menyimak yaitu, ketidakjelasan pesan yang berasal dari pembaca, bahasa yang digunakan sulit dimengerti, rusak atau tidak adanya alat dengar penyimak, suasana psikologis penyimak, dan gangguan dari luar (suasana yang bising misal akibat dekatnya sekolah dengan jalan raya). Kesalahan yang diakibatkan jika gagal dalam menyimak yaitu, kesalahan dalam mengidentifikasi bunyi dan kata berhomonim. Selanjutnya kesalahan yang biasa ditimbulkan jika kesalahan berbicara yang membuat kesalahan bukan orang yang menyimak akan tetapi seseorang yang berbicara yaitu, kesalahan melafalkan bunyi, kesalahan memilih kata, menggunakan kalimat yang tidak jelas (maknanya), struktur kalimat yang berantakan, dan tidak menggunakan kalimat efektif –jika melihat kesalahan dari kalimat efektif hal ini serupa dengan pendapat dari Markhamah dan Sabardila-.

Bab 5 pada buku Markhamah dan Sabardila menjelaskan mengenai kesalahan yang diakibatkan struktur kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah. Terdapat lima kesalahan yang dapat terjadi pada struktur kalimat yaitu sebagai berikut.
a.       Kesalahan struktur karena kerancuan aktif-pasif
Kalimat bermakna ganda
1.      Saya telah informasikan bahwa hari ini kita akan mengunjungi korban bencana.
Kalimat yang benar
1a. saya telah informasikan // bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban bencana.
b.      Kesalahan struktur karena subjek dan keterangan
Kalimat yang salah
“Dalam seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu memutuskan tempat penyelenggaraan seminar pada tahun yang akan datang”.
Kalimat yang benar
Seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu tidak memutuskan tempat penyelenggaran seminar pada tahun yang akan datang”.
c.       Kesalahan struktur karena pengantar kalimat
Kalimat yang salah
“Menurut tugas mitigasi bencana menyebutkan bahwa terjadi gempa bumi di beberapa daerah”.
Kalimat yang benar
Petugas mitigasi bencana menyebutkan bahwa akan terjasi gempa bumi di beberapa daerah”.
d.      Kesalahan struktur karena penghubung terbagi yang kurang tepat
Kalimat yang salah
Meskipun kalian tidak ada pekerjaan rumah, tetapi kalian harus tetap belajar”.
Kalimat yang benar
“Kalian tidak ada pekerjaan rumah, tetapi kalian harus tetap belajar”.
e.       Kesalahan struktur karena ketiadaan induk kalimat
Kalimat efektif (baik dan benar) strukturnya harus tepat. Ketepatan stuktur berhubungan dengan ketepatan letak unsur-unsur kalimat yaitu, S-P-O-K-Pelengkapnya. Permasalahan dalam kalimat yang panjang biasanya tidak lengkap unsur-unsur kalimatnya. Hal ini terjadi apabila anak kalimat dan induk kalimat sama-sama didahului oleh kata penghubung atau konjungsi (karena….. maka… , berhubung….maka…. , karena…. Sehingga…..)
1.   Karena nilai yang didapatkan lebih besar dariada yang diharapkan, maka Fitri terkejut. (kalimat yang salah)
1a. Karena nilai yang didapatkan lebih besar daripada yang diharapkan, Fitri terkejut.

Setyawati di dalam bukunya (2010:75) mengemukakan kesalahan sintaksis antara lain berupa: kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat. Kesalahan dalam bidang frasa sering dijumpai pada bahasa lisan maupun bahasa tertulis. Banyak hal yang menyebabkan kesalahan dalam bidang frasa diantaranya bahasa daerah, penggunaan preposisi yang kurang tepat, kesalahan susunan, penggunaan unsur yang berlebihan (mubazir), pemakaian bentuk superlative yang berlebihan, penjamakan yang ganda, pengguaan bentuk resiprokal yang tidak tepat. Jika disandingkan dengan bab 3 pada buku Pateda, hal yang dikemukakan mengenai penyebab kesalahan dalam bidang frasa menjadi masuk akal, dikarenakan di dalam buku Pateda tidak terdapat alasan mengapa contoh yang diberikan merupakan kesalahan frasa. Misalnya pada contoh berikut ini.
1.      Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri

Kalimat diatas khususnya pada frasa yaitu ialah merupakan subuah kemubaziran kata, karena arti dari kata yaitu dan ialah hampir sama.

        Bab 6
Bab 6 pada buku yang ditulis oleh Pateda merupakan kelanjutan dari bab 5 yang membahasa kesakalahan dalam hal menyimak dan berbicara. Bab ini membahas mengenai kesalahan dalam  membaca dan menulis. Keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar yang dimiliki oleh manusia, kemampuan ini menunjang manusia dalam melakukan komunikasi. Maka, dapat dikatakan bahwa Pateda menuliskan kesalahan keterampilan ini menjadi bab khusus yaitu, untuk menganalisis dari segi praktek sehingga, pembaca tidak usah membayangkan betapa sulitnya mencari kesalahan dalam berbahasa.
Kesalahan dalam membaca dikemukakan oleh Wahidji dalam Pateda (99) yaitu, kesalahan mpengurid kelas VI Sd di daerah Gorontalo, Sulawesi Utara sebagai berikut:
1.      Lafal yang sangat dipengaruhi oleh lafaal dalam bahasa ibu.
2.      Salah membaca kelompok kata (kata-kata yang seharusnya dibaca sebagai satu kelompok dibaca dengan menggunakan jeda diantaranya)
3.      Penggunaan unsur suprasegmental yang tidak tepat, terutama yang berhubungan dengan jeda luar.
4.      Pungtuasa yang belum dikuasai.
Sedangkan kesalahan dalam menulis, biasanya terjadi pada ejaan, bentuk kata, tata kalimat, dan paragraf.

Berbeda dengan Pateda, Markhamah dan Sabardila di bab 6 menjelaskan mengenai kesantunan berbicara dalam teks keagamaan. Bab ini merupakan bagian dari teori yang ada dalam penelitiannya . penelitiannya akan meneliti teks terjemahan ayat Quran yang berisi etika berbahasa yang sudah dikaji komponen tuturnya. Berdasarkan penelitian ini dihasilkan etika berbahasa terdapat bermacam-macam kesantunan sosiolinguistik. Kesantunan yang dimaksud adalah merendahkan diri sendiri, menanyakan secara lebih rinci dengan pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan bentuk penolakan terhadap perintah, menggunakan sindiran untuk meminang secara halus, menggucapkan salam dan menjawab salam, menggunakan eufimisme, menggucapkan ‘hiththah’ sambil membungkukkan badan, menggunakan panggilan kehormatan, mengucapkan kata-kata yang baik. Selain itu, kesantunan berbahasa juga ditempuh dengan cara: berbicara dengan sabar dan berbicara dengan suara yang lunak, kesantunan, lainnya adalah mengucapkan kalimat doa, menyelamatkan muka mitra bicara, memberi keputusan dengan adil, mematuhi perintah dan panggilan.

Buku Setyawati pada bab 6 masih melanjutkan pembahasan mengenai kesalahan berbahasa dalam tataran linguistik lainnya yaitu, semantik. Tataran semantik merupakan bidang yang sudah sulit karena akan membahas mengenai makna dalam kalimat. Tidak seperti Pateda yang mengklasifikasikan kesalahan dari keterampilannya (menyimak, membaca, berbicara dan menulis) setyawati menganalisis kesalahan berbahasa dari tataran linguistik bahasa, dan sampailah pada tataran semantik. Kesalahan ini baik kesalahan berbahasa yang berupa tulisan dan lisan.
Banyak penyimpangan yang terjadi dalam tataran makna dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya dapat berupa: kesalahan penggunaan kata-kata yang mirip (kurban dan korban), kesalahan pilihan kata atau diksi (pilihan kata antara mantan dan bekas). Kesalahan dalam hal ini akan berkaitan dengan kesantunan dalam berbicara dengan orang lain. Seseorang akan dianggap sopan ketika pemilihan katanya sesuai.

Bab 7
Bab 7 yang ditulis oleh Pateda merupakan tahap-tahap untuk melakukan suatu penelitian kesalahan. Hal ini sangat berguna karena Pateda menuliskannya dengan cara yang mudah yaitu, melakukan secara betahap dari mulai mengetahui teknik analisis, implikasi kesalahan (bayangan akan menganalisis kesalahanan akan seperti apa), pengatahuan yang cukup mengenai kaidah-kaidah penulisan yang baik dengan menggunakan berbagai sumber, langkah-langkah dalam menganalisis, dan format analisis kesalahanpada tiap keterampilan untuk memudahkan pekerjaan penelitian kesalaha.
Kesantunan dalam berbicara sangatlah penting dalam menjaga hubungan antar manusia.

Bab 7 pada buku Markhamah dan Sabardila merupakan kelanjutan dari penjelasan menggenai analisis teks terjemahan Al-Quran dalam kesantunannya. Secara linguistik, kesantunan berbahasa diketahui dari, pilihan kata, dan pemaian jenis kalimat. Dalam bahasa Indonesia tyerdapat kata-kata yang menunjukan adanya bahasa yang tinggi dan yang rendah. Seseorang harus pintar-pintar dalam memilih kata yang sesuai dengan kepada siapa kita berbicara. Selanjutnya, jenis kalimat pada umumnya harus menunjukkan referensi atau makna yang sesuai. Akan tetapi, adakalanya seseorang harus menggajukan kelimat tanya. Hal ini sesuai dengan situasi dan kepada siapa kita berbicara.
Dari analisis kesantunan linguistic yang dilakukan terhadap teks terjemahan Al-Quran ditemukan aspek-aspek yang menunjukan kesantunan berbahasa. Kesantunan linguistik yang terdapat dalam teks terjemahan berupa: konturksi deklaratif, kontruksi imperative, dan interogatif, kontruksi pengandaian, kontruksi langsung.
 Bab 7 pada buku Setyawati membahas mengenai kesalahan dalam bidang wacana. Wacana menurut Sertyawati merupakan tataran linguistik yang paling tertinggi dan harus dibahas juga dalam mencara kesalahan berbahasa. Kesalahan dalam tataran wacana meliputi:
a.       Kesalahan dalam kohesi
Menganalisis kesalahan kohesi dalam wacana, terbagi lagi menjadi kesalahan penggunaan pangacauan, kesalahan penggunaan penyulihan, kekurangefektifan wacana karena tidak adanya pelesapan, dan kesalahan penggunaan konjungsi
b.      Kesalahan dalam koherensi
Menganalisis kesalahan koherensi dalam wacana dapat dilihat pada pemilihan diksi yang kurang tepat dalam suatu wacana.

Bab 8
Bab 8 seperti halnya penulis lainnya dalam mengakhiri buku yang ditulisnya, dalam buku Setyawati juga merupakan sebuah mirip dengan penerapan dalam melakukan analisis kesalahan berbahasa dalam penerapan kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disemburnakan (EYD). Kesalahan dalam penerapan kaidan EYD diantaranya: kesalahan penulisan huruf besar atau kapital, kesalahan penulisan huruf miring, kesalahan penulisan kata, kesalahan memenggal kata, kesalahan penulisan lambang bilangan, kesalahan penulisan unsur serapan dan kesalahan penulisan tanda baca.
Semua yang dituliskan oleh para ahli mengenai analisis kesalahan berbahasa dilakukan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan berbahasa untuk generasi penerus. Kesalahan dalam berbahasa sering terjadi, bahkan dalam tulisan yang saya buat ini. Banyak kekurangan dalam berbahasa yang dilakukan oleh saya atau lainnya. Akan tetapi, yang saya lakukan hanya berbahasa sebagai makhluk hidup antar makhluk hidup lainnya untuk saling berhubungan. Kesalahan diperlukan untuk memperbaiki diri dan menjadi lebih maju lagi. Begitu pula dengan kesalahan pada analisis bahasa Indonesia, ada dan dilakukan untuk memajukan bahasa indonesa menjadi bahasa yang baik bagi penggunanya.

Daftar Pustaka :
Markhamah,dkk. 2009. Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa. Surakarta : Muhammadiyah University Press.
Pateda, Mansoer.1989. Analisis Kesalahan. Flores : Nusa Indah.
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia Teori Dan Praktik. Surakarta : Yuma Pustaka.
Tarigan, Henry Guntur.,dan Djago Tarigan. 1995. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar