Nama: Lili Anggreyani
Kelas : 7A
NIM : 2222120328
Perbedaan dan Persamaan dari Buku-Buku
Mengenai Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia
Pada dasarnya setiap ahli bahasa yang
menuliskan pemikirannya melalui buku, khususnya untuk buku yang membahas mengenai
kesalahan berbahasa memiliki caranya tersendiri untuk menjelasken pemikirannya
mengenai pemahamannya ke dalam sebuah tulisan. Hal ini berlaku pada ke empat buku yang akan saya coba analisis
persamaan dan perbedaan yang ada di dalam buku analisis kesalahan berbahasa.
Buku Analisis Kesalahan Berbahasa
Indonesia: Teori dan Praktik- Nanik Setyawati, M. Hum. Buku Analisis Kesalahan
dan Kesantunan Berbahasa- Markhamah, dkk, Buku Analisis Kesalahan- Dr. Mansoer
Pateda, dan Buku Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa- Henry Guntur Tarigan
dan Djago Tarigan. pembahasan akan dilakukan secara acak, sesuai dengan hal-hal yang dianggap sesuai untuk dianalisis persamaan dan perbedaan bahasannya.Bab 1
Penjelasan
awal pada buku ini dengan menjelaskan mengenai ragam bahasa Indonesia,
disebutkan pula kedudukan dan fungsinya pada kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Nanik dalam bukunya (2010:1) mengatakan bahwa “Bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi dipakai dalam berbagai keperluan tidak seragam, atau berbeda-beda
sesuai dengan situasi dan kondisi”. Setelah menyampaikan pernyataan tersebut,
Nanik juga menjelaskan ragam-ragam bahasa Indonesia berdasarkan sarana, suasana,
norma pemakainya, tempat atau daerah, bidang penggunaannya dan lain sebagainya.
Berdasarkan
pernyataannya tersebut jika dilihat dari contoh yang diberikan oleh Nanik,
ragam-ragam bahasa bukan merupakan alasan dari kesalahan berbahasa akan tetapi
hanya ragam-ragam bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ragam-ragam
bahasa ini berpontensi menyebabkan kesalahan berbahasa Indonesia, dikarenakan
setiap orang menggunakan ragam-ragam bahasa yang disebutkan oleh Nanik tanpa
disadari (jenis ragam apa) sehingga, kesalahan yang dilakukan juga tanpa
disadari. Nanik juga akan memperkuat alasannya dalam bab 2.
Berbeda
buku berbeda pula pendapat yang dituliskan, perbedaan dengan buku yang ditulis
oleh Henry dan Djago Tarigan yaitu, pada bab 1 Henry dan Djago Tarigan
menjelaskan bahwa sesuatu yang berpontensial menjadi menyebab kesalahan bahasa
dapat dijelaskan secara bertahap melalui hal yang paling mendasar yaitu, ketika
seseorang pemerolehan bahasa, sehingga mendapatkan kedwibahasaan, kemudian
secara tidak sengaja di interferensikan yang menyebabkan kesalahan berbahasa
maka dari itu memerlukan pengajaran bahasa untuk membenarkan kesalahan
berbahasa.
Persamaan
antara Nanik dan Henry dan Djago Tarigan yaitu, penjelasan Nanik mengenai
ragam-ragam bahasa (semua bahasa ialah bagian dari bahasa, bahasa sebagai alat
komunikasi yang merupakan varian dari bahasa dikenal dengan istilah kode) digunakan
oleh manusia untuk komunikasi, tetapi manusia tidak hanya mengenal satu bahasa.
Nanik menganggap hal ini hanya sebagai ragam bukan kesalahan berbahasa. Henry
dan Djago Tarigan juga melihat potensi dari kemampuan manusia yang mampu
menggunakan bahasa lebih dari satu ini sebagai dari bagian dari potensi
kesalahan berbahasa.
Pada
buku selanjutnya yaitu, mengenai analisis kesalahan dan kesantunan berbahasa
yang ditulis oleh Markhamah dan Atiqa Sabardila. Bab 1 dibuku ini berbeda dengannya
buku yang ditulis oleh Nanik yang pada bab 1 belum menuntut ragam bahasa harus
menggunakan akidah yang tepat, buku Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa
menekankan pentingnya menuruti akidah-akidah berbahasa dalam berkomunikasi dan
pentingnya berbahasa menggunakan etika berbahasa yang baik dalam melakukan komunikasi
antar sesama. Menurut Markhamah dan Atiqa Sabardila terdapat dua sisi yang
perlu mendapatkan perhatian ketika seseorang berkomunikasi. Pertama, bahasanya sendiri. Kedua, sikap atau perilaku ketika
berkomunikasi (2009:3).
Dari
ketiga buku diatas, yang paling berbeda pada bab 1 adalah buku yang ditulis
oleh Mansoer Pateda yang langsung menjelaskan menganai analisis kesalahan yang menjadi bagian dari linguistik.
Mansoer Pateda menjelaskan bahwa analisis kesalahan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari linguistik karena analisis kesalahan diperlukan bagi seorang
guru untuk memperbaiki kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh peserta didiknya
dalam mempelajari bahasa kedua (bukan bahasa ibu).
Bab
2
Pada bagian bab 2 dijelaskan lebih rinci
mengenai kesalahan berbahasa, setelah sebelumnya dijelaskan ragam-ragam bahasa
yang dianggap sebagai penyebab kesalahan berbahasa Indonesia. diungkapkan
menurut Nanik (2010:15-15) penyebab kesalahan berbahasa bukan karena bahasa
yang digunakan (ragam bahasa) akan tetapi seseorang melakukan kesalahan
berbahas dikarenakan, terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya,
kurangnya pemahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya dan
pengajaran yang kurang tepat atau kurang sempurna. Pada bab 2 juga dijelaskan
bahwa adanya klarifikasi dari kesalahan berbahasa yang sebelumnya pada bab 1
tidak dijelaskan seolah mengabaikan adanya kesalahan berbahasa. Klasifikasi
kesalahan tersebut diantaranya, kesalahan bedasarkan tataran linguistik
(fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan wacana), kesalahan berdasarkan
kegiatan berbahasa atau keterampilan, berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang
digunakan, berdasarkan penyebab kesalahan (pengajaran dan interferensi), dan
berdasarkan frekuensi terjadinya kesalahan.
Bab 2 pada buku Henry dan Djago Tarigan
semakin rumit. Pada bagian ini Henry dan Djago Tarigan menjelaskan mengenai
Analisis Kontrastif dengan sangat teoritis sehingga sulit untuk dipahami.
Sebelumnya pada bab 1 milik Mansoer Pateda penjelasan Bab 2 Henry dan Djago
Tarigan memiliki inti pembicaraan yang sama yaitu, analisis kesalahan
kontrastif yang merupakan sebuah pendekatan untuk seorang pendidik agar
memudahkan dalam menganalisis kesalahan peserta didiknya sehingga dapat diprediksi,
diketahui, serta diperbaiki kesalahannya.
Bab 2 pada buku Markhamah dan Atiqa
sabardila serta buku Mansoer Pateda memiliki kemiripan bahasan. Buku Markhamah
dan Atiqa sabardila memberikan judul Kalimat Efektif sedangkan Mansoer Pateda
memberi judul bab 2nya Jenis Kesalahan. Jika di pahami lagi yang membedakan
antara kedua buku pada bab 2 tersebut adalah sudut pandang para penulis.
Buku Markhamah dan Atiqa sabardila dari
bab 1 sudah menekankan kaidah berbahasa dan sikap dalam berkomunikasi adalah
hal yang penting. Pada bab 2 Markhamah dan Atiqa Sabardila melihat kesalahan
berbahasa diakibatkan kurang pahamnya atas kalimat efektif, maka Markhamah dan
Atiqa sabardila menjelaskan mengenai kalimat-kalimat yang efektif sebagai
pedomannya dalam menganalisis kesalahan. Misalnya pada contoh berikut ini.
1.
Serena adalah orang asing yang pandai bicara bahasa Indonesia (kalimat tidak
gramatikal)
2.
Serena adalah orang asing yang pandai berbicara bahasa Indonesia (kalimat
bergramatikal)
Kalimat 1 tidak efektif karena tidak
gramatikal secara morfologis. Kata bicara
termasuk kata yang tidak baku. Kata yang baku adalah bebicara. Hilangnya afiks ber-
menyebabkan kata kurang gramatikal.
Pada buku Mansoer Pateda kesalahan
berbahasa lebih dilihat dari bagaimana sudut pandang melihat kesalahan
tersebut. Pateda menyebutkannya menjadi “Jenis Kesalahan” yang terbagi menjadi
13 kesalahan yang dilakukan oleh seseorang dalam berbicara. 13 jenis tersebut
yaitu antara lain, kesalahan acuan, kesalahan register, kesalahan sosial,
kesalahan tekstual, kesalahan penerimaan, kesalahan pengungkapan, kesalahan
perorangan, kesalahan kelompok, kesalahan menganologi, kesalahan transfer,
kesalahan guru, kesalahan lokal dan kesalahan global.
Bab
3
buku Henry dan Djago Tarigan pada bab 3
masih bersifat teoritis yaitu, “Teori Analisis Kesalahan” di dalamnya terdapat
pengertian batasan analisis kesalahan, jika membahas mengenai batasan hal ini
dapat dikatakan sebagai persamaan yang terdapat dari keempat buku lainnya, yang
sama-sama membahas mengenai daerah, letak kesalahan serta ketepatan sebuah
kalimat.
Batasan yang dimaksud oleh Henry dan
Djago Tarigan adalah batasan dalam melakukan kegiatan analisis kesalahan yaitu,
disusun (diketahui) ketika sudah melakukan langkah- langkah pengumpulan sampel,
pengidentifikasian kesalahan, penjelasan kesalahan, pengklasifikasian
kesalahan, dan pengevaluasian kesalahan.
Berbeda lagi dengan buku yang ditulis
oleh Markhamah dan Atiqa Sabardila yang menekankan pada teori mengenai adanya
keteraduan dan ketepatan makna. Maka, dengan adanya teori tersebut yang
disajikan oleh penulis berarti, yang dimaksudkan adalah kesalahan terjadi
apabila tidak adanya keterpaduan dan ketepatan makna. Kesalahan berbahasa dapat
dilihat dari tidak padunya dalam menyusun kalimat, ada beberapa ketentuan yang
harus diperhatikan yaitu, pertama, tidak
meletakan keterangan yang berupa klausa diantara S (subjek) dan P (Predikat), kedua, tidak meletakkan keterangan aspek
di depan S (Subjek), ketiga, tidak
menempatkan keterangan aspek di antara pelaku dan pokok kata kerja yang
merupakan kata kerja pasif bentuk diri dan keempat,
tidak menyisipkan kata depan di antara P (Predikat) dan O (objek).
Kemantapan makna kalimat juga merupakan
salah satu hal yang mempengaruhi kalimat efektif. Kemantapan makna merupakan
kalimat yang hanya memiliki satu makna tidak mendua makna. Kalimat yang
efektif, selain harus memiliki kemantapan makna tetapi juga harus menjadi
kalimat yang hemat.
Buku Mansoer Pateda dan buku Setyawati
memiliki kesamaan pada bab 1 yaitu, sama-sama membahas mengenai daerah
kesalahan. Perbedaannya, Setyawati lebih rinci dalam menjelaskannya, dengan
menggunakan bab-bab khusus untuk mengkaji satu daerah kesalahan. Pada bab 3 di
buku Setyawati menjelaskan secara detail mengenai daerah kesalahan dari tataran
fonologi. Kesalahan pada tataran fonologi ini meliputi kesalahan terjadi karena
perubahan fonem, penghilangan fonem, dan penambahan fonem. Setyawati
menjabarkannya dari bunyi a sampai dengan z.
Contoh kesalahan yang dikarenakan
perubahan fonem:
·
Fonem /a/ dilafalkan menjadi /ế/
Lafal
baku lafal tidak baku
Akta aktế
Pedas pedếs
Dapat dapết
·
Penghilangan fonem /e/
Lafal
baku lafal tidak baku
Jenderal jendral
Sutera sutra
Terampil trampil
·
Penambahan fonem /h/
Lafal
baku lafal tidak baku
Wudu wudhu
Silakan silahkan
Percuma percumah
Menurut Mansoer Pateda daerah kesalahan
fonologi disebabkan oleh pelafalan dan penulisan bunyi bahasa. Contoh kesalahan
fonologi dari pelafalan, terdapat pada bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Bahasa
Indonesia hanya mengenal /s/ dan /sy/ tetapi di bahasa arab terdapat sin, syin, tsa, dan shad. Maka, orang sering melakukan kesalahan dalam kata:
·
Insyaf seharusnya
insaf
·
Syah seharusnya sah
·
Syurga seharusnya
surga
·
Syarat seharusnya saraf
Kesalahan pada daerah fonologi
diakibatkan karena penulisan berhubungan dengan:
·
Penulisan huruf besar dan huruf kecil
·
Penulisan kata depan
·
Penggunaan tanda baca
·
Pemisah suku kata, lebih-lebih pemisah
suku kata di margin kanaan
Perbedaan cara penulisan antara Mansoer
Pateda dan Setyawati terlihat dari, Pateda menggabungkan daerah
kesalahan-kesalahan dalam satu bab 3.
Daerah kesalahan Morfologi
Kesalahan pada daerah ini berhubungan
dengan tata bentuk kata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan pada bidang morfologi
akan menyangkat derivari, diksi, kontaminasi, dan pleonasme.
Daerah kesalahan Sintaksis
Kesalahan pada daerah sintaksis
berhubungan dengan kesalahan pasa morfologi, karena kalimat berunsurkan
kata-kata yaitu, kalimat yang berstruktur tidak baku, kalimat yang ambigu,
kalimat yang tidak jelas, diksi yang tidak tepat yang membentuk kalimat,
kontaminasi kalimat, koherensi, kalimat mubazir, kata serapan yang digunakan di
dalam kalimat, dan logika kalimat.
Daerah kesalahan Semantik
Daerah kesalahan semantik berhubungan dengan pemahaman makna dan
ketepatan pemakaian kata itu dalam bertutur. Misalnya, kata acuh bermakna peduli,
mengindahkan. Kemudian terdapat kalimat “Memang, saya melihatnya tetapi saya
acuh”. Maksud dari kalimat tersebut adalah acuh yang tidak memperdulikan akan
tetapi, sebaliknya kata acuh brmakna peduli.
Bab
4
Setelah memahami langkah-lamgkah yang
harus ditempuh dalam melakukan analisis, pada bab selanjutnya Henry dan Djago
Tarigan menjelaskan mengenai “Antarbahasa atau Interlanguage”. Secara
metodologi antarbahasa dapat dikatakan menyatukan asumsi-asumsi anakon dan
anake. Jika anakon mempertentangkan atau mengkontraskan bahasa ibu pembelajar
dengan bahasa sasaran, dan anakes konversional melibatkan pertentangan antara
performasi pembelajar dengan bahasa sasaran, maka antar bahasa memperhatikan
serta memanfaatkan tiga sistem tersebut, secara eksplisit menyatukan analisis
kontastif antar bahasa pembelajar dengan bahasa aslinya maupun dengan bahasa
sasaran. Aneka bahasa memiliki permasalahan dalam metodologis (analisis
kesalahan, telaah lintas sektoral, dan telaah longitudinal) dan teoritis
(asal-usul antarbahasa), pengabaian faktor internal, dan masalah variabilitas.
Telaah antarbahasa juga betujuan untuk
memberikan informasi perilaku peserta didik bagi perencanaan strategi
pedagogic, bertindak sebagai prasyarat bagi validasi tuntutan keras dan lemah
pendekatan konstratif, mencari hubungan antara pembelajaran masa kini, dulu,
dan nanti, serta memberi sumbangan bagi teori linguistik umum.
Bab 4 pada buku Pateda menjelaskan
mengenai sumber dan penyebab kesalahan berbahasa. Menurut Pateda, setelah
memahami mengenai jenis, daerah kesalahan, sifat kesalahan maka, harus
mengetahui sumber kesalahan atau penyebab dasar yang menimbulkan jenis kesalaha
itu muncul. Terdapat beberapa sumber atau penyebab kesalahan menurut Pateda,
diharapkan dengan mengetahui sumber kesalahan ini masing-masing pihak yang
terlibat dapat memperbaiki diri menjadi lebih baik dan tidak menganggap
kesalahan berbahasa ini merupakan hal sepele. Karena jika dianggap sepele maka,
kesalahan yang tadinya hanya sedikit akan menjadi besar dan akan mendarah
daging sulit untuk diperbaiki. Sumber dan penyebab kesalahan menurut Pateda
(69-74) diakibatkan karena bahasa ibu, lingkungan, kebiasaan, interlingual, dan
interferensi.
Kalimat bervariasi menurut Markhamah dan
Sabardila merupakan salah satu yang dapat dijadikan Patokan untuk menganalisis
kesalahan, walaupun dengan variasi bahasa kesalahan yang ditimbukan tidak
secara langsung. Variasi bahasa dilakukan agar pembaca atau pendengar tidak
bosan dengan struktur kalimat yang konstan (tidak berubah). Menurut Soedjito
dalam (Markhamah dan Sabardilla, 2009: 67-68) membedakan variasi bahasa
berdasarkan urutan dan jenis kalimat. Yang dimaksud dengan urutan unsur-unsur
fungsi yang berbeda (urutan biasa dan urutan inversi).
Misalnya:
Kalimat bervariasi urutan
1.
Pemuda itu
bekerja dengan tekun.
S
P
1a.
bekerja dengan tekun pemuda itu.
P S
Contoh
1a merupakan urutan inversi dari urutan biasa.
Sebenarnya buku yang ditulis oleh
Setyawati pada bab 4 dapat dibandingkan dengan buku Pateda pada bab 3 mengenai
daerah kesalahan pada daerah morfologi. Setidaknya pada bab 4 pada buku
Setyawati akan dianalisis agar lebih singkat dan mudah dipahami.
Kesalahan dalam tataran morfologi dapat
terjadi dalam ragam tulis ataupun lisan. Penyebab terjadinya kesalahan terhadap
tataran morfologi dalam buku Setyawati terdapat 9 penyebab, diantaranya:
1.
Penghilangan afiks
Kata
baku kata tidak baku
Memamerkan Pamerkan
2.
Bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak
diluluhkan
Kata
baku kata tidak baku
mencontoh menyontoh
3.
Peluluhan bunyi yang seharusnya tidak
luluh
Kata
baku kata tidak baku
Memproduksi memroduksi
4.
Penggantian morf
Kata
baku kata tidak baku
Mengecat mencat
5.
Peenyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-
Kata
baku kata tidak baku
menyuruh nyuruh
6.
Pemakaian afiks yang yang tidak tepat
Kata
baku kata tidak baku
Terburu keburu
7.
Penentuan bentuk dasar yang tidak tepat
Kata
baku kata tidak baku
Ditemukan diketemukan
8.
Penempatan afiks yang tidak tepat pada
gabungan kata
Kata baku kata tidak baku
Dilipatgandakan Dilipatkan ganda
9.
Pengulangan kata majemuk yang tidak
tepat
Kata
baku kata
tidak baku
Besar-kecil-besar
kecil besar-besar kecil
Bab
5
Analisis kesalahan berbahasa berdasarkan
pendapat Henry dan Djago Tarigan dalam bukunya, mereka menjelaskan bahwa
kesalahan berbahasa itu beragam jenisnya dan dapat dikelompokkan dengan berbagai cara sesuai dengan cara kita
memandangnya. Di dalam buku Henry dan Djago Tarigan (143)terdapat dua jenis
kesalahan yaitu disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan dan
kurangnya perhatian (mistakes) dan
kedua, kesalahan yang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai
kaidah-kaidah bahasa.
Buku Pateda pada bab 5 menjelaskan
mengenai menyimak dan berbicara hal ini dikarenakan, menyimak dan berbicara
menurutnya berpotensi untuk menjadi salah satu penyebab kesalahan dalam
berbahasa. Menyimak bisa terjadi ketika seorang peserta didik salah paham dalam
menyimak pemberian materi yang dibawakan oleh pendidik di dalam kelas atau
kesalahan terjadi karena pendidik salah berbicara mengenai materi di kelas
sehingga terjadinya kesalahan berbahasa. Disebutkan hal-hal yang dapat
mengganggu proses menyimak yaitu, ketidakjelasan pesan yang berasal dari
pembaca, bahasa yang digunakan sulit dimengerti, rusak atau tidak adanya alat
dengar penyimak, suasana psikologis penyimak, dan gangguan dari luar (suasana
yang bising misal akibat dekatnya sekolah dengan jalan raya). Kesalahan yang
diakibatkan jika gagal dalam menyimak yaitu, kesalahan dalam mengidentifikasi
bunyi dan kata berhomonim. Selanjutnya kesalahan yang biasa ditimbulkan jika
kesalahan berbicara yang membuat kesalahan bukan orang yang menyimak akan
tetapi seseorang yang berbicara yaitu, kesalahan melafalkan bunyi, kesalahan
memilih kata, menggunakan kalimat yang tidak jelas (maknanya), struktur kalimat
yang berantakan, dan tidak menggunakan kalimat efektif –jika melihat kesalahan
dari kalimat efektif hal ini serupa dengan pendapat dari Markhamah dan
Sabardila-.
Bab 5 pada buku Markhamah dan Sabardila
menjelaskan mengenai kesalahan yang diakibatkan struktur kalimat yang tidak
sesuai dengan kaidah. Terdapat lima kesalahan yang dapat terjadi pada struktur
kalimat yaitu sebagai berikut.
a.
Kesalahan struktur karena kerancuan
aktif-pasif
Kalimat
bermakna ganda
1. Saya
telah informasikan bahwa hari ini kita akan mengunjungi korban bencana.
Kalimat
yang benar
1a.
saya telah informasikan // bahwa hari ini kita akan mengunjungi para korban
bencana.
b.
Kesalahan struktur karena subjek dan
keterangan
Kalimat
yang salah
“Dalam
seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu memutuskan tempat penyelenggaraan
seminar pada tahun yang akan datang”.
Kalimat
yang benar
“Seminar pengajaran bahasa sebulan yang lalu
tidak memutuskan tempat penyelenggaran seminar pada tahun yang akan datang”.
c.
Kesalahan struktur karena pengantar
kalimat
Kalimat
yang salah
“Menurut
tugas mitigasi bencana menyebutkan bahwa terjadi gempa bumi di beberapa
daerah”.
Kalimat
yang benar
“Petugas mitigasi bencana menyebutkan
bahwa akan terjasi gempa bumi di beberapa daerah”.
d.
Kesalahan struktur karena penghubung
terbagi yang kurang tepat
Kalimat
yang salah
“Meskipun kalian tidak ada pekerjaan
rumah, tetapi kalian harus tetap
belajar”.
Kalimat
yang benar
“Kalian
tidak ada pekerjaan rumah, tetapi kalian
harus tetap belajar”.
e.
Kesalahan struktur karena ketiadaan
induk kalimat
Kalimat
efektif (baik dan benar) strukturnya harus tepat. Ketepatan stuktur berhubungan
dengan ketepatan letak unsur-unsur kalimat yaitu, S-P-O-K-Pelengkapnya.
Permasalahan dalam kalimat yang panjang biasanya tidak lengkap unsur-unsur
kalimatnya. Hal ini terjadi apabila anak kalimat dan induk kalimat sama-sama
didahului oleh kata penghubung atau konjungsi (karena….. maka… ,
berhubung….maka…. , karena…. Sehingga…..)
1.
Karena
nilai
yang didapatkan lebih besar dariada yang diharapkan, maka Fitri terkejut.
(kalimat yang salah)
1a.
Karena nilai yang didapatkan lebih
besar daripada yang diharapkan, Fitri terkejut.
Setyawati
di dalam bukunya (2010:75) mengemukakan kesalahan sintaksis antara lain berupa:
kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat. Kesalahan
dalam bidang frasa sering dijumpai pada bahasa lisan maupun bahasa tertulis.
Banyak hal yang menyebabkan kesalahan dalam bidang frasa diantaranya bahasa
daerah, penggunaan preposisi yang kurang tepat, kesalahan susunan, penggunaan
unsur yang berlebihan (mubazir), pemakaian bentuk superlative yang berlebihan,
penjamakan yang ganda, pengguaan bentuk resiprokal yang tidak tepat. Jika
disandingkan dengan bab 3 pada buku Pateda, hal yang dikemukakan mengenai penyebab
kesalahan dalam bidang frasa menjadi masuk akal, dikarenakan di dalam buku
Pateda tidak terdapat alasan mengapa contoh yang diberikan merupakan kesalahan
frasa. Misalnya pada contoh berikut ini.
1. Kesalahan
orang itu yaitu ialah mencuri
Kalimat diatas khususnya pada frasa
yaitu ialah merupakan subuah kemubaziran kata, karena arti dari kata yaitu dan
ialah hampir sama.
Bab
6
Daftar Pustaka :
Bab
6 pada buku yang ditulis oleh Pateda merupakan kelanjutan dari bab 5 yang
membahasa kesakalahan dalam hal menyimak dan berbicara. Bab ini membahas
mengenai kesalahan dalam membaca dan
menulis. Keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis merupakan
keterampilan dasar yang dimiliki oleh manusia, kemampuan ini menunjang manusia
dalam melakukan komunikasi. Maka, dapat dikatakan bahwa Pateda menuliskan
kesalahan keterampilan ini menjadi bab khusus yaitu, untuk menganalisis dari
segi praktek sehingga, pembaca tidak usah membayangkan betapa sulitnya mencari
kesalahan dalam berbahasa.
Kesalahan
dalam membaca dikemukakan oleh Wahidji dalam Pateda (99) yaitu, kesalahan mpengurid
kelas VI Sd di daerah Gorontalo, Sulawesi Utara sebagai berikut:
1. Lafal
yang sangat dipengaruhi oleh lafaal dalam bahasa ibu.
2. Salah
membaca kelompok kata (kata-kata yang seharusnya dibaca sebagai satu kelompok
dibaca dengan menggunakan jeda diantaranya)
3. Penggunaan
unsur suprasegmental yang tidak tepat, terutama yang berhubungan dengan jeda
luar.
4. Pungtuasa
yang belum dikuasai.
Sedangkan
kesalahan dalam menulis, biasanya terjadi pada ejaan, bentuk kata, tata
kalimat, dan paragraf.
Berbeda
dengan Pateda, Markhamah dan Sabardila di bab 6 menjelaskan mengenai kesantunan
berbicara dalam teks keagamaan. Bab ini merupakan bagian dari teori yang ada dalam
penelitiannya . penelitiannya akan meneliti teks terjemahan ayat Quran yang
berisi etika berbahasa yang sudah dikaji komponen tuturnya. Berdasarkan penelitian
ini dihasilkan etika berbahasa terdapat bermacam-macam kesantunan
sosiolinguistik. Kesantunan yang dimaksud adalah merendahkan diri sendiri,
menanyakan secara lebih rinci dengan pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu
ditanyakan bentuk penolakan terhadap perintah, menggunakan sindiran untuk
meminang secara halus, menggucapkan salam dan menjawab salam, menggunakan
eufimisme, menggucapkan ‘hiththah’ sambil membungkukkan badan, menggunakan
panggilan kehormatan, mengucapkan kata-kata yang baik. Selain itu, kesantunan
berbahasa juga ditempuh dengan cara: berbicara dengan sabar dan berbicara
dengan suara yang lunak, kesantunan, lainnya adalah mengucapkan kalimat doa,
menyelamatkan muka mitra bicara, memberi keputusan dengan adil, mematuhi
perintah dan panggilan.
Buku
Setyawati pada bab 6 masih melanjutkan pembahasan mengenai kesalahan berbahasa
dalam tataran linguistik lainnya yaitu, semantik. Tataran semantik merupakan
bidang yang sudah sulit karena akan membahas mengenai makna dalam kalimat. Tidak
seperti Pateda yang mengklasifikasikan kesalahan dari keterampilannya
(menyimak, membaca, berbicara dan menulis) setyawati menganalisis kesalahan
berbahasa dari tataran linguistik bahasa, dan sampailah pada tataran semantik. Kesalahan
ini baik kesalahan berbahasa yang berupa tulisan dan lisan.
Banyak
penyimpangan yang terjadi dalam tataran makna dalam kehidupan sehari-hari,
diantaranya dapat berupa: kesalahan penggunaan kata-kata yang mirip (kurban dan
korban), kesalahan pilihan kata atau diksi (pilihan kata antara mantan dan
bekas). Kesalahan dalam hal ini akan berkaitan dengan kesantunan dalam
berbicara dengan orang lain. Seseorang akan dianggap sopan ketika pemilihan
katanya sesuai.
Bab
7
Bab
7 yang ditulis oleh Pateda merupakan tahap-tahap untuk melakukan suatu
penelitian kesalahan. Hal ini sangat berguna karena Pateda menuliskannya dengan
cara yang mudah yaitu, melakukan secara betahap dari mulai mengetahui teknik
analisis, implikasi kesalahan (bayangan akan menganalisis kesalahanan akan
seperti apa), pengatahuan yang cukup mengenai kaidah-kaidah penulisan yang baik
dengan menggunakan berbagai sumber, langkah-langkah dalam menganalisis, dan
format analisis kesalahanpada tiap keterampilan untuk memudahkan pekerjaan
penelitian kesalaha.
Kesantunan
dalam berbicara sangatlah penting dalam menjaga hubungan antar manusia.
Bab
7 pada buku Markhamah dan Sabardila merupakan kelanjutan dari penjelasan
menggenai analisis teks terjemahan Al-Quran dalam kesantunannya. Secara linguistik,
kesantunan berbahasa diketahui dari, pilihan kata, dan pemaian jenis kalimat. Dalam
bahasa Indonesia tyerdapat kata-kata yang menunjukan adanya bahasa yang tinggi
dan yang rendah. Seseorang harus pintar-pintar dalam memilih kata yang sesuai
dengan kepada siapa kita berbicara. Selanjutnya, jenis kalimat pada umumnya
harus menunjukkan referensi atau makna yang sesuai. Akan tetapi, adakalanya
seseorang harus menggajukan kelimat tanya. Hal ini sesuai dengan situasi dan
kepada siapa kita berbicara.
Dari
analisis kesantunan linguistic yang dilakukan terhadap teks terjemahan Al-Quran
ditemukan aspek-aspek yang menunjukan kesantunan berbahasa. Kesantunan linguistik
yang terdapat dalam teks terjemahan berupa: konturksi deklaratif, kontruksi imperative,
dan interogatif, kontruksi pengandaian, kontruksi langsung.
Bab 7 pada buku Setyawati membahas mengenai
kesalahan dalam bidang wacana. Wacana menurut Sertyawati merupakan tataran linguistik
yang paling tertinggi dan harus dibahas juga dalam mencara kesalahan berbahasa.
Kesalahan dalam tataran wacana meliputi:
a. Kesalahan
dalam kohesi
Menganalisis kesalahan kohesi dalam
wacana, terbagi lagi menjadi kesalahan penggunaan pangacauan, kesalahan
penggunaan penyulihan, kekurangefektifan wacana karena tidak adanya pelesapan,
dan kesalahan penggunaan konjungsi
b. Kesalahan
dalam koherensi
Menganalisis kesalahan koherensi dalam
wacana dapat dilihat pada pemilihan diksi yang kurang tepat dalam suatu wacana.
Bab 8
Bab
8 seperti halnya penulis lainnya dalam mengakhiri buku yang ditulisnya, dalam
buku Setyawati juga merupakan sebuah mirip dengan penerapan dalam melakukan
analisis kesalahan berbahasa dalam penerapan kaidah ejaan bahasa Indonesia yang
disemburnakan (EYD). Kesalahan dalam penerapan kaidan EYD diantaranya:
kesalahan penulisan huruf besar atau kapital, kesalahan penulisan huruf miring,
kesalahan penulisan kata, kesalahan memenggal kata, kesalahan penulisan lambang
bilangan, kesalahan penulisan unsur serapan dan kesalahan penulisan tanda baca.
Semua yang
dituliskan oleh para ahli mengenai analisis kesalahan berbahasa dilakukan untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan berbahasa untuk generasi penerus. Kesalahan dalam
berbahasa sering terjadi, bahkan dalam tulisan yang saya buat ini. Banyak kekurangan
dalam berbahasa yang dilakukan oleh saya atau lainnya. Akan tetapi, yang saya
lakukan hanya berbahasa sebagai makhluk hidup antar makhluk hidup lainnya untuk
saling berhubungan. Kesalahan diperlukan untuk memperbaiki diri dan menjadi
lebih maju lagi. Begitu pula dengan kesalahan pada analisis bahasa Indonesia,
ada dan dilakukan untuk memajukan bahasa indonesa menjadi bahasa yang baik bagi
penggunanya.Daftar Pustaka :
Markhamah,dkk.
2009. Analisis Kesalahan dan
Kesantunan Berbahasa. Surakarta : Muhammadiyah University Press.
Pateda,
Mansoer.1989. Analisis
Kesalahan. Flores : Nusa Indah.
Setyawati,
Nanik. 2010. Analisis
Kesalahan Berbahasa Indonesia Teori Dan Praktik. Surakarta : Yuma Pustaka.
Tarigan,
Henry Guntur.,dan Djago Tarigan. 1995. Pengajaran
Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar